Meta Marfora Anastasya, si anggun dan sempurna. Kerumunan seketika membelah, memberi jalan bagi model kebanggaan sekolah mereka itu. Tatapan kagum tampak jelas, mulai dari atas sampai ke bawah, penampilan Meta benar-benar tidak mengecewakan. Dia hanya mengenakan seragam seperti mereka, dimodif sedikit, ditambah tubuh Meta yang terbentuk sempurna.
“Meta, punya waktu buat dinner? Aku ada tiket nontong film yang lagi trending,” tanya seorang pria berwajah blasteran. Meta tersenyum manis, melambungkan harapan tinggi akan diterima oleh gadis itu.
“No, aku ada pemotretan dan sangat sibuk, jadi mungkin tak akan memiliki waktu bersama pria yang tidak penting,” sahut Meta tanpa menghilangkan senyumnya. Penolakan lagi. Sudah bukan hal baru Meta yang menolak pria tampan di sekolah mereka.
“Apa dia tidak suka pria?” celetuk salah satu siswa yang menyaksikan penolakan tersebut. Perkataan itu terdengar ke telinga Meta. Dia melangkah begitu anggun, mendekati siswa yang mengejeknya?
“Apa kamu punya hal melarangku menyukaimu?” tanyanya, membuat siswi tersebut bergidik ngeri. Meta tersenyum, tetapi terasa hampa dan berakhir menjadi senyum yang mengerikan.
“Ta, Dira dibully lagi,” ucap seorang siswa bernama Adila memberitahu. Raut wajah Meta berubah. Dia sudah dibuat kesal dua kali, padahal masih pagi.
Meta melangkah cepat, mengikuti Adila, masih pagi dan Xadira sudah dalam masalah. Gadis berambut sebahu itu tengah dipermainkan oleh para pembuli. Hanya karena Xadira diam, tidak melakukan apa-apa, mereka bebas mempermainkan gadis itu.
Meta menarik tangan Xadira berdiri.
“Sorry, Ta,” lirihnya, Meta menghiraukannya, memaksa gadis itu ikut dengannya.
“Kalian semua juga ikut!”
Meta menyeret Xadira yang berjalan tertatih, hal baru yang membuat semua orang penasaran. Biasanya gadis itu tidak terlalu peduli jika Xadira dibully orang lain.
Tak segan-segan, Meta bahkan mendorong Xadira ke tengah lapangan, memaksa gadis lemah itu untuk tersungkur. Xadira menangis, memohon ampun. Dia salah berpikir jika Meta akan membantunya seperti biasa. Sepertinya Meta sudah lelah terus menerus menolongnya dari para pembuli.
“Dengar baik-baik! Mulai hari ini, di hadapan kalian semua, aku ingin mengumumkan hal penting,” ucap Meta menatap satu per satu para pembuli dan kerumunan siswa yang merasa penasaran.
Meta tersenyum miring, menaikkan sepatunya ke atas lutut Xadira. Hal yang membuat rok gadis itu kotor.
“Aku gak nyuruh kamu liatin doang, cium!” perintahnya telak. Semua orang terkejut, termasuk Adila. Meta mengulurkan tangannya, menyuruh Adila untuk tidak ikut campur urusannya dengan Xadira, si lemah yang selalu jadi korban.
Meta benci melihat Xadira dibuli, ditindas tanpa ampun, tetapi gadis itu sendiri tidak ingin memberontak. Lalu, untuk apa Meta terus berbaik hati menolongnya. Jika bagi Xadira sendiri, hidupnya tidak penting.
“Ayo lakuin!” bentak Meta. Xadira menurut, mulai mendekatkan wajahnya ke sepatu Meta. Belum juga sampai, Meta menarik kakinya, membuat Xadira mencium tanah.
“Mulai sekarang, Xadira adalah babuku dan bahan bulianku, jadi tidak seorang pun yang bisa menyuruh dia, apalagi menindas dia! Hanya aku yang bisa melakukannya!”
Dari sanalah semua bermula. Saat Meta memutuskan untuk menjadi villain dalam hidup Xadira.
“Hanya aku yang bisa menyuruhnya melakukan semua yang aku mau! Hanya aku yang bisa menyuruhnya mengerjakan tugas-tugasku, dan hanya aku yang boleh melukainya! Begitu ‘kan caramu menyiksa Xadira saat itu?” ulang Edward menirukan cara bicara Meta yang begitu angkuh.
Edward tertawa, terdengar menyeramkan di telinga Meta yang masih membeku di tempat. Dia masih tidak percaya bahwa Edward adalah saudara Xadira, gadis lemah yang dia tindas habis-habisan.
Edward mendekatinya, mencengkram bahunya yaang masih belum sembuh sepenuhnya. Meta menahan air matanya untuk jatuh. Xadira benar, dia akan menjadi mimpi buruk Meta mulai sekarang, dan sekarang Meta mengerti maksud mimpi yang baru-baru ini menghantuinya.
“Xadira di mana?”
“Kamu bertanya dia di mana? Mau menyusulnya?” tanya Edward sarkas.
Xadira adalah alasan Edward menjebaknya, menjadikannya tawanan agar Meta merasakan rasa sakit yang sama seperti yang saudaranya rasakan.
“Meminta maaf pun sudah tidak ada gunanya ‘kan?” lirih Meta. Dia mungkin bisa memberontak, jika Edward tidak menjadikan Xadira alasan untuk menyakitinya.
“Memang ada kata maaf untuk seorang pembuli? Pembuli yang sudah membuat Xadira meninggal, juga harus merasakan neraka!” tukas Edward. Meta terduduk di lantai, tidak mampu menampung semuanya.
Xadira meninggal karena bunuh diri. Edward benar, jika ada orang yang pantas disalahkan atas kematian Xadira, orang itu adalah dirinya. Meta menutup wajahnya dengan tangan, menumpahkan air matanya begitu saja.
“Kamu menangis untuk menarik rasa iba?” tanya Edward mencengkram dagu Meta, memaksanya untuk mendongak. Edward tertawa melihat air mata dari tawanannya.
“Kamu pasti merasa bangga, dan berpikir jika aku menjadikanmu tawanan, karena terpesona padamu ‘kan? Kalau benar, bangunlah! Ini bukan dongeng! Kamu harus merasakan akibat dari perbuatanmu. Luka dibayar luka, jangan harap aku akan membebaskanmu begitu saja,” lontar Edward mendorong Meta hingga gadis itu tersungkur di lantai.
Edward menginjak tangan Meta.
“Bagaimana rasanya saat mimpi besarmu direnggut orang lain?”
Meta menggeleng, tidak mampu bersuara. Tangannya benar-benar terasa sangat sakit.
“Jawab!” bentak Edward semakin menekan tangan Meta.
“Sakit,” lirih Meta. Edward mengangkat kakinya, memperhatikan luka membiru bekas sepatunya di sana. Dia mencium tangan gadis itu, sama sekali tidak jijik meski bekas sepatunya.
“Itu yang Xadira rasakan saat mimpinya dihancurkan olehmu,” tukas Edward.
Di pergi begitu saja, meninggalkan Meta bersama penyesalan yang berujung sia-sia. Meta meringkuk di lantai, meratapi kekacauan dalam hidupnya. Meta benar-benar tidak mengetahui kalau Xadira akan mengakhiri hidupnya saat dia meninggalkan gadis itu.
Tangannya penuh lebam, tubuhnya sudah tidak semulus dulu, dan wajahnya penuh bekas luka. Tubuh dan wajah yang dulu begitu dia kagumi, kini hanya sisa kenangan. Mimpi yang hampir dia gapai harus terkubur. Entah bisa dia bangkitkan lagi, atau akan berakhir sia-sia.“Apa mimpi terbesarmu?” tanya Xadira.Meta berhenti sejenak, memperhatikan pantulan wajahnya di cermin. Wajah itu begitu sempurna, keinginan kaum hawa. Namun, terkadang Meta merasa ada yang berbeda saat menatap wajahnya sendiri.Meta menoleh, menatap Xadira yang tengah merapikan seragamnya. Pagi-pagi sekali, Meta meminta gadis itu datang, membantunya bersiap ke sekolah. Xadira terlalu baik dan polos, membuat semua orang meremehkan gadis itu.“Menjadi seorang model internasional, mungkin,” jawab Meta. Pada akhirnya, dia akan melanjutkan semua yang sudah dia mulai. Xadira tersenyum bangga, membantu Meta mengenakan seragamnya.“Kamu cantik, memiliki potensi untuk menjadi model terkenal. Aku percaya kamu akan mendapatkannya. Tid
Meta pasrah, hanya perlu menunggu sampai Edward selesai dan mengakhiri hidupnya. Akan lebih mudah jika Edward salah sasaran dan peluru itu menembus kepalanya. Semua akan berakhir. Dia tidak akan merasa sakit terus menerus, ditambah rasa bersalahanya akan selesai begitu saja.“Sangat tidak menyenangkan melihatmu mengorbankan diri seperti ini. Tunggu, apa kamu tau arti sebuah pengorbanan?” oceh Edward sembari mempersiapkan pistolnya. Meta hanya diam, dengan tangan memegangi apel yang menjadi sasaran peluru Edward di atas kepalanya.Meta tidak takut, sebaliknya dia begitu siap jika hidupnya berakhir detik itu juga.“Kamu pikir aku tidak mengetahuinya? Percayalah, pergorbanan ini akan berakhir sia-sia,” lontar Edward, bersamaan dengan tikus tadi dibawa masuk oleh pengawalnya.Edward tersenyum miring “Kamu pikir bisa menyelamatkannya dengan mengorbankan dirimu sendiri?” terkanya.“Bukan, aku hanya ingin mendapat hukuman. Siapa bilang aku mengorbankan diri sendiri,” sahut Meta akhirnya. Dia
Edward menggila, bukan hanya musuh yang menjadi sasarannya, tetapi juga orang-orang yang tidak berusaha melindungi Meta. Tanpa ampun, dia menghabisi orang di sekelilingnya.“Aku akan membawanya masuk,” tukas pria yang tengah menggendong tubuh Meta, yang tidak lain pria yang diselamatkan oleh Meta secara tidak langsung.Edward ingin mencegahnya. Namun, kekuasaan Regano sama besar dengan pria itu. Dia hanya bisa melampiaskan kemarahannya pada orang lain. Sampai punggung Regano menghilang, pandangan Edward masih mengawasi pria itu.“Mati kalian semua!”Selanjutnya Edward benar-benar tidak memberi ampun. Terutama untuk orang yang sudaah berani melukai tawannnya. Hanya dia yang bisa melakukannya.“Ampun!” mohon orang itu, mulai terbatuk dan mengeluarkan darah. Edward menginjak dada pria yang sudah tidak berdaya itu. Edward tersenyum miring, memohon ampun padanya justru membuat semakin senang bermain-main.“Tangan mana yang udah kamu gunakan menusuk wanitaku?”“Ampuni aku. Sungguh, aku tak
Nyawa lima orang berada di tangannya. Meta harus bangun jika ingin orang-orang yang tengah berusaha mengobati lukanya. Sungguh, Meta dibuat bimbang antara harus bertahan atau membiarkan hidupnya berakhir. Dia membuka matanya, kembali ke tempat yang sama saat di bertemu dengan Xadira.Gadis itu memilih berdiam diri, tidak siap jika harus bertemu dengan mimpi buruknya lagi. Suara langkah kaki yang mendekat membuatnya was-was.“Maafkan aku, Ta. Harusnya aku tidak pernah melibatkanmu,” mohon suara itu. Meta masih kukuh mempertahankan posisinya, tidak ingin melihat sosok itu. Dari suaranya dia bisa menebak bahwa itu adalah Xadira.“Tapi aku benar-benar butuh bantuan kamu saat itu, Ta. Edward sakit, dan aku sungguh ingin menyembuhkannya,” lirih Xadira. Masih sama, gadis lemah itu selalu menyusahkan Meta, bahkan hingga saat ini.Meta mengangkat kepalanya, menatap mata Xadira yang berkaca-kaca. Seandainya gadis itu lebih berani, semua ini tidak akan terjadi. Seandainya Xadira bisa lebih jujur
Belum juga bisa mengetahu keberadaan rumah yang lama, kini suasana baru menyambutnya. Serangan beberapa waktu lalu sepertinya menghaancurkan banyak hal, membuat Edward terpaksa memindahkan mereka ke markas baru. Meta melangkah begitu hati-hati, lukanya masih terasa sangat perih. Rasa ingin tahu, membawanya keluar kamar. Sepi, kesan pertama yang Meta temukan. “Nona Meta, apa yang anda lakukan?” tanya Ren menghampiri gadis itu. Ren terlihat cemas, memeriksa luka Meta yang belum juga mengering. “Non sebaiknya kembali ke kamar, atau Tuan Edward bisa marah,” pintanya, Meta mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan Regano dan Edward. Terbesit rasa khawatir, Edward akan melakukan hal buruk pada Regano. “Aku udah dengar semua. Terima kasih sudah menolong sahabatku,” ungkap Ren tiba-tiba, Meta menautkan alisnya. Wanita itu tersenyum begitu tulus. Meta mengangguk kecil, toh akhirnya Regano akan menerima hukuman dari Edward, jadi sama saja. “Regano adalah sahabat sekaligus tangan kanan Tu
Status sebagai babu benar-benar terlihat semakin jelas, dari gadis yang tengah memotong sayur-sayuran tersebut. Meta terkejut saat tangannya ditarik oleh seseorang, dan baru menyadari tangannya terluka.Regano mencuci cairan kental sampai bersih, lalu dengan telaten membalut luka tersebut. Meta hanya diam memperhatikan semua yang dilakukan pria itu.“Edward bisa marah kalau melihatmu melukai diri seperti ini,”Meta tersadar saat pria itu mengajaknya berbicara. Pikiran Meta masih dipenuhi oleh Edward yang tiba-tiba minta dipeluk olehnya. Malam itu, Edward berkali-kali mengubah posisi dalam pelukan Meta demi mendapatkan kenyamanan, sesekali Meta merasakan napas pria itu yang memburu, seperti mengalami mimpi buruk.“Apa yang kamu pikirkan?”“Entahlah, aku juga tidak paham isi pikiranku, terlalu rancu,”Dia hanya mengikuti nalurinya untuk mengelus punggung pria yang tengah tertidur tersebut, sampai pria itu bisa tidur dengan nyaman. Dulu, Yoona sering mengelus punggungnya agar dia bisa ti
Mobil mewah dengan berbagai jenis dan perusahaan produksi kini, telah berkumpul untuk aksi balapan. Masing-masing pendukung mulai berkumpul di sisi jalan, sementara mereka yang akan bersaing menakhlukkan jalanan mulai bersiap.Terhitung ada tujuh orang yang akan saling bersaing, masing-masing dengan mobil mewah terbaik dan kecepatannya tidak bisa diragukan.“Kamu hanya perlu menutup mata selama pertandingan,” ucap Regano memakaikan jaket yang cukup tebal pada gadis itu, tidak lupa penutup kepala agar Meta tidak kedinginan.“Apa aku bisa?” lirih Meta.Baru ikut latihan saja dia sudah muntah, bagaimana dengan pertandingan aslinya. Baru membayangkan saja sudah membuat perutnya terasa bergejolak. Meta meneguk air yang Regano berikan, mengatur napas untuk menenangkan diri.“Mereka pasti bukan orang biasa,” tebaknya menatap tujuh ooraang yang tengah berdiskusi tersebut. Edward bukan orang biasa, tentu tidak akan menghabiskan waktu untuk auto racing jika tidak ada yang sedang diincar pria
Edward menang dan mendapatkan keinginannya. Namun, seorang wanita kini tengah bertaruh nyawa akibat perbuatan pria itu. Dia adalah sosok pemimpin yang akan melakukan apa pun agar semua orang tundu padanya.Keenam pria yang mengalami kekalahan kini harus tunduk pada peraturan yang psikopat itu buat.“Minum dulu,” bujuk Regano, Meta menggeleng. Tubuhnya menolak semua yang Regano coba berikan, berakhir dengan dia yang memuntahkan isi perutnya. Sungguh, sangat menyiksa.“Wanita itu, apa dia baik-baik saja?” tanyanya, Regano menghela napas, mencoba berbohong pun tidak akan berguna. Meta terlalu cerdas untuk menebaknya.“Kecepatan mobil tesla beda dari mobil biasa, meski kecepatannya diturunkan tetap saja akan membuat orang yang ditabrak tidak baik-baik saja,” jelas Regano. Meta menutup wajahnya dengan tangan, masih tidak menyangka bahwa dia terlibat dalam kejahatan tabrak lari.Edward terlihat tenang, mulai mendiskusikan banyak hal dan menerima selamat dari orang-orang.“Dia benar-benar ti