Ingatan terakhirnya hanyalah mobil yang melaju tak terkendali, bunyi klakson yang memekakakkan telinga, kepalanya yang terdorong ke jendela mobil karena ia tak mengenakan sabuk pengaman, dan mobil yang berguling-guling menuruni jurang. Sungguh keajaiban ia bisa selamat dari kecelakaan menggenaskan itu.
Lalu, seakan ingatan di kepalanya direset dan diganti ingatan baru yang dijejalkan Saga di kepalanya. Bukan hanya itu, Saga sengaja membuatnya terombang-ambing dengan kegelisahan akan jati dirinya yang sebenarnya. Ia tidak berselingkuh dengan Dirga, melainkan Sagalah yang membuat Dirga berpikiran bahwa ia berselingkuh dengan Saga.
Suara pintu yang diketuk, sesaat menghentikan tangisan Sesil. Ia tak ingin terlihat menyedihkan di hadapan pengurus rumah tangga, karena tak mungkin Saga mengetuk pintu untuk masuk ke kamar pria itu sendiri. Segera Sesil bangkit terduduk, berusaha menutupi tubuh polosnya dengan selimut ketika pintu terbuka. Seorang pelayan masuk dengan nampan berisi makan siang dan meletakkannya di meja. Sungguh pekerjaan yang sia-sia, batin Sesil ketika pelayan itu menutup kembali pintu kamar. Ia sama sekali tak berminat untuk melirik dua kali atau menyantap makanan itu. Namun, setidaknya ia ingin membersihkan diri dari semua kotoran-kotoran Saga yang menempel di sekujur tubuhnya. Dress yang ia kenakan kini tergeletak menggenaskan dengan untaian-untaian benang yang menjulur sepanjang robekan di bagian tengahnya. Terpaksa ia mengenakan kaos lengan pendek Saga yang ada di ujung ranjang dengan jijik. Karena hanya itu satu-satunya penutup yang bisa ia gunakan untuk berjalan ke kamar mandi.
Sesil kembali menangis ketika tak tahu harus memakai pakaian apa setelah menyesaikan mandinya. Ia benci dengan semua isi yang ada di lemari pakaian Saga, dan ia lebih benci dengan pakaian yang dibelikan Saga untuknya. Saat itulah ia baru menyadari, bahwa semua pakaian yang terpajang di lemari khusus untuknya, kesemuanya masih terpasang tag harganya. Seharusnya ia mengenali pakaian baru itu sejak mengenakannya untuk pertama kalinya meskipun ingatannya belum kembali. Tak menyangka bahwa ia cukup bodoh untuk tidak menyadari kebohongan Saga sejak awal.
Ia harus melarikan diri dari tempat ini! Sumpah Sesil dalam hati meskipun tubuhnya merinding dengan ketakutan yang menyeruak. Gosip dan kabar burung tentang kekejaman Saga lebih buruk dari yang sebenarnya. Terbukti dengan tindakan kasar Saga padanya beberapa saat yang lalu. Jambakan pria itu masih terasa nyeri di kulit kepalanya. Begitu pun cekalan pria itu yang menimbulkan bekas memerah di pergelangan tangannya. Dan di seluruh tubuhnya. Pria itu tak segan-segan menyakiti seorang wanita lemah.
Dengan tekad yang kuat, ia menanggalkan rasa jijik dan memilih kaos longgar celana karet di lemari Saga. Membuat tubuhnya tenggelam dengan ukuran besar tubuh Saga. Lebih baik daripada ia harus memamerkan dada, paha, atau punggungnya dengan dress-dress sialan itu.
“Pakaian apa yang kau pakai itu?” gertak Saga begitu Sesil keluar dari walk in closet dan tersentak melihat pria itu duduk bersilang kaki di sofa.
Sesil membeku. Berusaha berdiri dengan tegak meskipun tubuhnya ingin beringsut karena tatapan tajam Saga dengan penampilan dirinya. Selama beberapa hari hidup dengan kebohongan Saga, satu hal yang ia kenali dari pria itu. Saga sangat memperhatikan penampilan. Bahkan pria itu tak segan memperingatkan pelayan yang dasinya miring dan mengancam akan memecatnya jika kesalahan itu terulang.
“Pakai pakaianmu sendiri.”
Sesil sedikit mengangkat dagunya. “Itu bukan pakaianku.”
“Aku membeli semua pakaian itu untukmu.”
“Aku tak memintamu.” Suara Sesil sedikit lebih tinggi.
Cukup sudah wanita itu menguji kesabarannya hanya dengan masalah kecil seperti ini. “Turuti perintahku selagi aku bisa menahan kesabaranku, Sesil. Atau kau lebih memilih aku yang memakaikan pakaian itu untukmu?”
Dua detik keduanya saling bertatapan dan melemparkan tatapan menusuk. Dan dengan kesal, Sesil menyadari bahwa demi kebaikan dirinya sendiri, akhirnya ia memilih mengalah dan berbalik.
Setelah menjatuhkan pilihan pada dress berwarna putih dengan potongan selutut dan dada tertutup tapi punggung terbuka bebas, Sesil melangkah ke set sofa saat Saga bergumam puas dan memintanya duduk untuk menghabiskan makan siang bersama. Sesil ingin muntah, tapi bersikap baik dan tak memancing kecurigaan sebelum melarikan diri adalah satu-satunya pilihan yang ia miliki.
Tepat ketika Saga menandaskan jus jeruknya, ponsel di meja bergetar. Pria itu mengecup bibirnya sebelum beranjak dari duduknya dan kembali keluar kamar. Sesil bisa melihat dua pengawal yang berjaga di depan pintu sebelum Saga menutup pintu sepenuhnya. Bahkan pria itu sudah mengantisipasi tindakannya sebelum pemikiran itu muncul di kepalanya. Sesil mengusap bibirnya dengan kasar, benci dengan sentuhan Saga. Lalu ia berjalan ke pintu balkon, melongok ke halaman depan. Dari sana ia bisa melihat Saga menuruni anak tangga di depan pintu utama dan masuk ke dalam mobil.
Ini saat yang tepat untuk melarikan diri. Sesil masuk ke dalam kamar. Berjalan mondar-mandir memikirkan cara keluar dari rumah ini. Semua pelayan di rumah ini berjumlah sepuluh orang, sibuk dengan urusan dalam rumah. Pekerja kebun juga pasti sudah menyelesaikan pekerjaan. Ia tak mungkin melewati pintu kamar, karena Saga memastikan dirinya tak keluar kamar pada penjaga di depan pintu kamar.
Sesil kembali ke balkon. Mengedarkan pandangan ke sekitar halaman depan dan samping rumah. Tak ada siapa pun kecuali penjaga di gerbang dan beberapa yang berjaga di depan pintu utama. Ia hanya perlu mencari sudut yang pas dari sisi balkon yang lain karena penjaga Saga tak menjaga bagian belakang rumah. Cctv rumah ini sangat lengkap, tak butuh banyak tenaga untuk berjaga di setiap sudutnya.
Namun, ia tak mungkin melompat dari balkon setinggi ini. Sesil masuk ke dalam, membongkar laci atau apa pun untuk menemukan tali. Tetapi, untuk apa Saga menyimpan tali di kamar. Akhirnya ia menarik sprei di kasur dan akan menggunakannya untuk turun dari balkon.
****
Praanggg ...
Bunyi benda pecah dari arah dalam kamar membuat kedua penjaga saling bertatapan. Salah satu memberi isyarat mata menyuruh temannya masuk.
“Sial!”
Umpatan temannya membuat pengawal yang masih berjaga di depan pintu ikut masuk. “Ada apa?”
“Tuan Saga akan memenggal kepala kita. Nyonya berhasil kabur.”
“Sial!!!” umpatan Saga sejenak membuyarkan konsentrasi sopir dari jalanan yang lengang. Saga membanting ponselnya ke jok dan memberi perintah, “Kembali ke rumah.”Belum ada sepuluh menit ia meninggalkan rumah, Sesil sudah membuat masalah. Berani-beraninya wanita itu melarikan diri dari rumahnya. Tentu tak akan pernah semudah itu. Wanita itu hanya bisa pergi dari rumahnya dengan ijinnya atau dengan tanpa nyawa. Dan ia benci jika rencananya tak berjalan sesuai dengan keinginannya. Urusannya masih belum selesai dengan Sesil.Sesampai di halaman rumah, ia melihat raut pucat dua penjaga yang berjaga di depan pintu kamar. Jon, pemimpin pengawal-pengawalnya berjalan mendekat ketika ia keluar dari mobil. “Maafkan kami, Tuan.”“Aku tak membutuhkan kata maaf, Jon. Bagaimana dia bisa kabur dengan menuruni balkon setinggi itu?” Saga tak membutuhkan jawaban Jon ketika melihat sprei kasurnya yang berkibar tertiup angin. Lalu ter
Saat matanya bergerak, rasa pusing yang menyerang kepala membuat Sesil mengernyit dalam-dalam dan mengerang pelan. Gorden kamar yang menutupi jendela dan lampu yang menyala terang meyakinkan Sesil bahwa hari sudah gelap. Kemudian, seketika ingatan terakhirnya sebelum ia pingsan kembali menerjang otaknya. Tangisannya kembali pecah menyadari di mana ia tengah berbaring saat ini. Ruangan yang sama tempat Saga membunuh.“Kau sudah sadar?”Sesil tak memedulikan keberadaan Saga, tangisannya tak terhenti.“Aku benci wanita yang cengeng, Sesil. Hentikan tangisanmu!” gertak Saga untuk kedua kalinya. Kali ini pria itu berdiri di pinggir ranjang dan menyentak bahu Sesil hingga wanita itu berbaring telentang dan wajahnya bisa menatap keberadaan dirinya.Sesil menepis tangan Saga. Namun, pria kejam itu memang tak pernah segan-segan bersikap kasar pada wanita. Dan malah menarik tubuh Sesil bangkit terduduk.“Pembunuh!” raung S
Jeritan nyaring memecah keheningan malam yang dingin.Saga tersentak. Matanya terbuka sempurna dan menerobos keremangan kamar. Menemukan Sesil berdiri di tengah ruangan dengan tubuh bergetar. “Ada apa?”“Aa ... aaku... aku melihat mayat.” Satu tangan Sesil menunjuk lantai di samping sofa dan satu tangannya menutup matanya yang terpejam.Saga mengikuti arah yang ditunjuk Sesil. “Tidak ada apa pun di sana, Sesil,” ketus Saga kesal.“Aku melihat mayat!” Sesil hampir berteriak pada Saga.“Apa kau masih bermimpi?”Sesil membuka mata dengan perlahan. Menatap Saga lalu menoleh ke tempat yang ia tunjuk. Tidak ada apa pun di sana. Matanya mengerjap beberapa kali, memastikan indera penglihatannya. Sungguh, ia melihat sesosok tubuh tergeletak di lantai dengan kepala penuh darah dan mata melotot menatapnya. Pria yang tadi dibunuh oleh Saga.“Apa kau berjalan sambil tidur?”
Saga merasa marah dengan kepanikan yang tak bisa ia kuasai. Napasnya tak berhenti mendesah dengan keras, seperti orang tolol berjalan mondar-mandir di lorong yang sepi. Hanya bisa menunggu pintu ruang operasi terbuka, dan sialan ia benar-benar bukan orang penyabar. Semua ketololan ini berakar dari seorang wanita murahan, licik, dan bodoh bernama Sesilia Nada.“Tuan.” Jon muncul dengan kantong pakaian berwarna hitam pada Saga. meskipun kemeja Saga berwarna gelap, noda darah yang mengotori bagian perut dan lengan tuannya tampak begitu jelas.“Aku tidak membutuhkannya, Jon.” Saga menepis kantong pakaian itu hingga jatuh ke lantai. Saat itu ia bersumpah akan membunuh Sesil. Ia mengabaikan tampilan sempurna hanya karena terlalu sibuk memikirkan keadaan wanita sialan itu. Namun, sebelum membunuh Sesil, ia akan memastikan mengambil segala manfaat yang bisa ia dapatkan dari tubuh mungil itu. Wanita itu tidak boleh mati sebelum ia merasa cukup dan terpua
“Aku bisa berjalan sendiri,” tolak Sesil saat Saga membungkuk untuk menggendongnya.“Aku tak bertanya atau meminta ijinmu.” Saga menyelipkan tangannya di kaki dan punggung Sesil. Mengangkatnya keluar dari mobil.Sesil terpaksa melingkarkan lengannya di leher Saga. Menundukkan wajah menghindari bertatapan dengan manik tajam pria itu. Apalagi dengan wajah mereka yang begitu dekat. Getaran dan desiran aneh merayapi dadanya. Membuatnya semakin mengkerut jika saja getaran itu sampai terdengar Saga.Saga tersenyum samar dengan kekikukan Sesil. Ia bisa melihat wanita itu berusaha tak bergerak dan tubuhnya kaku. Bahkan ia bisa melihat semburat rona mulai merekah di pipi wanita itu. “Selama ini, aku bertanya-tanya,” gumam Saga agak lirih. Bahkan pria itu sedikit membungkuk dan berbisik di telinga Sesil dengan nada menggoda.Desiran yang muncul karena napas panas Saga di telinganya membuat Sesil memejamkan mata. Lalu, merambat tu
Langkah Sesil terhenti melihat seorang wanita yang menghambur dalam pelukan Saga ketika kedua kakinya sudah menginjak lantai satu. Dan menyadari pasangan yang sepertinya tengah melepas rindu itu, Sesil hendak kembali ke kamar di lantai satu, tapi ancaman Saga yang akan mengurungnya di kamar jika ia terlambat turun, membuatnya berdiri seperti orang bodoh di belakang mereka.Sesil tak tahu siapa wanita itu, tapi tiba-tiba merasa sangat kesal dengan gerakan tak tahu malu ketika wanita itu dengan sengaja menempelkan dada pada lengan Saga. Dan merasa sangat panas karena Saga membiarkan perlakuan murahan itu. Penampilan wanita itu amat sangat memenuhi selera Saga. Dari model rambut, pakaian, bentuk tubuh. Semua berharga sangat mahal. Begitupun dua buah dada yang tampak tumpah di belahan kemeja dan rok pensil dengan belahan yang terlalu tinggi itu. Sesil merasa sangat geram tanpa alasan.“Apa yang kaulihat?!” bentak wanita itu galak ketika Sesil ketahuan mencuri p
Sekali lagi Cassie mematut wajahnya di depan cermin. Memastikan riasannya seperti yang ia inginkan, memastikan anting di telinganya terpasang erat, memastikan tidak ada helaian rambutnya yang mencuat tidak tepat pada tempat seharusnya, dan terakhir lipstik di bibirnya yang tergores. Saga sangat menyukai warna merah dengan kesan mengkilap. Lebih sensual dan menggoda. Ia tak pernah menyerah mendapatkan perhatian pria itu meskipun apa yang akan ia dapatkan tak akan lebih banyak dari sebelum-sebelumnya.Cassie berdiri, membenarkan ujung gaunnya yang selutut, tanpa lengan, dan warna merah yang memamerkan setengah kulit di punggungnya. Kepalanya berputar menatap jendela kamar tamu itu dengan hatinya ceria. Sungguh pagi yang sempurna.Tak sampai dua menit, ia sudah berdiri di ujung tangga lantai dua. Berbelok ke sebelah kiri menuju satu-satunya pintu ganda di sana. Namun, langkahnya terhenti dan wajahnya seketika mengeras ketika pintu itu tertarik membuka dan seor
Sesil menggenggam satu tangannya dengan tangan yang lain, berusaha menghentikan getar yang menjalari setiap jemarinya. Matanya terpejam, ketika kalimat ancaman Cassie kembali bergema di kepalanya.‘Aku akan menunggu dan bersabar sebelum kau membuangnya untuk melampiaskan kemarahanku. Kali ini, aku tak akan menahan diriku, Saga. Aku akan memastikannya mendapatkan neraka terburuk yang belum pernah ada dalam mimpi buruknya sekali pun.’Siapa sebenarnya Cassie selain sebagai kekasih Saga? Apakah wanita itu juga sama kejamnya dengan Saga? Mengingat betapa sadisnya wanita itu memperlakukannya ketika menjumpai dirinya keluar dari kamar Saga, tentu wanita itu mampu melakukan lebih dari sekedar jambakan, bukan? Kemurkaan dan kekejiannya begitu jelas di setiap sudut wajahnya. Terutama ketika Saga yang membebaskannya dari cengkeraman wanita itu. Kecemburuan wanita itu terlihat berapi-api. Seolah mampu membakarnya hidup-hidup.Tubuh Sesil bergidik memba