Share

Part 9

Sesil masih terisak. Meringkuk di kasur yang berantakan dengan air mata membanjiri bantal serta selimut yang ia gunakan untuk meredam tangisan dan luka hatinya.

‘Kekasihmu yang lebih dulu mengusikku. Kau tahu hatiku tak semulia itu, Sesil. Apa yang dilakukan Dirga dan penghinaanmu. Setidaknya aku akan merasa puas dengan bayaran ini.’

Masih terngiang kata-kata Saga sebelum pria itu meninggalkanya sendirian dalam kepekatan derita yang ditorehkan ke seluruh tubuhnya.

Dirga merusak kartel bisnis Saga hingga pria busuk itu merugi beberapa milliar. Alasan yang baru diketahuinya kenapa Saga tertarik mencari tahu dirinya dan membuat pertengkaran hebat antara dirinya dan Dirga untuk terakhir kalinya. Memang tak seberapa bagi pria dengan kerajaan bisnis gelap yang menguasai pasar negeri ini dan beberapa negara tetangga. Perdagangan senjata, klub-klub malam yang menawarkan kemewahan, bisnis prostisusi, dan entah pekerjaan kriminal apa lagi yang digeluti oleh seorang Saga Ganuo. Kau tak akan menemukan nama pria itu di situs internet mana pun. Tak ada orang yang cukup gila menuliskan nama pria itu di sana. Tetapi, bukan berarti orang tak mengenali namanya. Cukup orang hanya mengenali kekejamannya saja, tak perlu harus bersinggungan atau mencari tahu batang hidung seorang Saga Ganuo. Apalagi mengusik bisnis remahannya sekali pun.

Berbeda dengan Saga, Banyu Dirgantara bergerak di bisnis-bisnis legal. Setidaknya itu yang tertera di semua situs internet. Tetapi, sekarang Sesil tak menjamin kebenaran kabar itu dengan ruang lingkup Saga di sekitar Dirga. Dengan kelicikan Dirga atas perbuatan pria itu yang membuat Saga merugi, tentu konflik di antara kedua pria itu terjadi dengan suatu alasan, bukan? Dirga dan Saga, tak ada yang lebih baik dari keduanya.

Rentetan kejadian sebelum kecelakaan yang membuat ingatannya menghilang, kembali terputar di kepalanya. Sore itu, seseorang yang mengaku disuruh Dirga datang menjemputnya di cafe. Membawa Sesil ke sebuah rumah bertingkat dua dengan halaman luas dan mobil-mobil mewah terparkir di garasi yang tak kalah luasnya. Sesil mengira itu adalah rumah bossnya Dirga, hingga ia menyadari bahwa semua pelayan dan pengawal yang bertugas bersikap hormat pada Dirga. Melakukan apa pun yang Dirga pintah hanya dalam sekali ucapan ketika ia datang dan menemukan Dirga di ruang tamu berlantai marmer dan dengan lampu hias terbesar yang pernah Sesil lihat.

Dirga menyambutnya dengan wajah merah padam dan rahang mengeras, tapi tak urung melengkungkan senyum sambutan untuknya. Hingga Sesil menyadari bahwa ada sindiran di sudut bibir pria itu.

“Apa kau terkejut, Sesilku?” Dirga membuka kedua tangannya.

Sesil mengerutkan kening tak mengerti.

“Inilah diriku yang sebenarnya. Rumah, mobil, dan perhiasan yang selama ini kutunjukkan padamu. Yang kesemuanya kau tolak, kecuali kalung itu. Itu hanyalah remahan kekayaan yang kumiliki.”

Sesil mengangkat tangan. Memegang bandul kalung yang menonjol di balik kemejanya. Sejujurnya ia menerima keadaan Dirga dengan atau tanpa apa pun yang pria itu miliki. Namun, nada penghinaan yang begitu kentara itu sengaja diperuntukkan untuk menyakiti hatinya dan tepat pada sasaran. “Apa kau mempermainkanku?”

Dirga menggeleng-gelengkan kepala di antara ketidakseimbangannya menyanggah tubuhnya sendiri. Tertawa terbahak sambil merogoh ponsel di saku celana dan mulai menggeser-geser layarnya. Lalu menunjuk ke arah Sesil dan berteriak, “Kau yang mempermainkanku.”

“Apa ini?”

Dirga melempar ponsel yang menyalakan video. Sesil membungkuk dan mengambil ponsel yang tergelatak di karpet dekat kakinya. Terkejut ketika menemukan gambar dirinya terpojok di dinding dan Saga tengah mencumbu dengan mengurung seluruh tubuhnya. Video itu dimulai dan berhenti di detik yang tepat hingga siapa pun yang melihat pasti mengira mereka adalah pasangan menjijikkan yang tak tahu malu dan bercumbu di mana saja.

“Bukan itu yang sebenarnya terjadi.” Hanya itu komentar Sesil sebagai bentuk penyangkalannya.

“Jadi kau mengakui melakukan adegan menjijikkan itu.”

“Saga yang melecehkanku.”

“Aku sangat yakin itu dilakukan atas dasar suka sama suka.”

“Apa kau tidak memercayaiku?”

“Aku memercayai mataku.”

Sesil terbungkam.

“Jadi, hargamu hanya lima milliar? Cukup mahal untuk wanita pinggiran sepertimu, Sesil,” dengkus Dirga.

Air mata jatuh dan membasahi pipi Sesil. Dengan bau alkohol yang menguar dari mulut Dirga, ia tahu pria itu sedang dalam keadaan mabuk. Tetapi pria itu cukup sadar ketika melemparkan penghinaan kasar tersebut di depan wajah Sesil. Seharusnya, dengan pakaian dan mobil yang diakui Dirga milik bossnya. Restoran mahal yang selalu pria itu pesan ketika mereka berkencan dan semua kemewahan yang pria itu berikan padanya sebagai alasan bonus dari pekerjaan yang memuaskan bossnya. Wajah tampan dan tubuh terawat pria itu, seharusnya ia tak terlalu bodoh menganggap kebohohongan Dirga adalah jati diri pria itu yang sebenarnya. Bahkan seharusnya ia menggunakan ponsel mahal pemberian pria itu mencari tahu nama Banyu Dirgantara di internet. Yang tidak bisa dilakukan ponsel miliknya yang sudah dibuang Dirga ke tempat sampah di jalan. Ia bahkan tak punya waktu bersenang-senang dengan ponsel mahal itu kecuali hanya untuk menjawab pesan atau pun panggilan Dirga.

“Ternyata, selama ini kau hanya berpura-pura tak mengenali diriku yang sebenarnya. Tapi, ternyata kau sama saja dengan wanita-wanita yang merendahkan diri padaku hanya untuk menggali emasku.”

Sesil tak bisa menahan tangisannya melaju hingga membanjiri seluruh wajahnya. Penghinaan Dirga benar-benar berada di luar batas kesabarannya. Satu tamparan mendarat di pipi Dirga dan menghapus air matanya dengan sia. Ia melepas kalung yang tertutup kemeja lusuhnya, merogoh ponsel mahal pemberian Dirga di saku jeans yang warnanya sudah hampir pudar, dan melemparnya ke sofa mahal Dirga. Ia bahkan tak tahu kenapa Dirga tinggal di tempat semewah ini dan terlihat tak terusik ketika mengunjungi kafe murahan tempatnya bekerja. Bersikap seperti orang-orang kalangan bawah seakan memang dari situlah pria itu berasal.

“Setidaknya bermain dengan wanita miskin sepertimu cukup menghiburku.” Dirga benar-benar memberikan Sesil pukulan telak tepat di jantung wanita itu. Kali ini sengaja diperuntukkan untuk mematahkan hati wanita itu.

“Aku tak membutuhkan semua pemberianmu.” Sesil berbalik dan berlari melintasi ruang tamu Dirga yang luas. Untuk pertama dan akan menjadi terakhir kalinya ia menginjakkan kaki di lantai rumah ini.

Esoknya, ia tak bisa harus terus-terusan bersedih dengan kehancuran hubungannya dan Dirga. Sakit hatinya bisa menunggu, tapi pekerjaan sebagai pelayan cafe tak ingin tahu urusan hatinya yang tengah tergoncang. Ia merasa lega akhirnya bisa menyesaikan pekerjaan pada hari itu. Hingga saat ia berpamit pulang, ia melihat mobil mewah Dirga terparkir di halaman cafe. Sesil lebih memilih lewat pintu belakang, terpaksa mencegat taxi karena lebih cepat menghindari Dirga ketimbang dia harus berjalan kaki. Ditambah hujan yang tiba-tiba turun dan sial, kecelakaan itu terjadi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status