“Apa kau menolak anak pimpinan Cheng karena wanita barbar sepertinya? Kau bisa menyimpannya untuk urusan pribadi kita, tapi urusan bisnis akan jauh lebih baik dengan anak pimpinan Cheng.” Arga menunjuk ke arah atas anak tangga menunju lantai dua. Sambil mengambil tempat di sofa ia duduk sebelum menggotong Sesil ke kamar kakaknya. Menatap dengan kening berlipat pada sang kakak yang duduk di sofa tunggal.
“Ada kalanya kesepatakan bisnis bisa berhasil dan gagal, Arga. Apa kau sudah memperhitungkan kerugian yang kita alami jika kesepakatan itu rusak. Aku tak mau direpotkan oleh wanita yang akan menjadi musuh dalam selimut.”
“Lalu, bagaimana dengan dia?” sela Cassie tajam mengarah pada Sesil. Seketika tatapan dingin Saga membalas tatapannya dan udara tegang memenuhi seluruh ruangan. Entah kenapa, emosi Saga selalu mendadak berubah lebih sensitif jika berhubungan dengan wanita sialan itu. Membuat Cassie semakin dirundung rasa panas membela
“Tuan?” panggilan Jon, menghentikan tangan Saga yang hendak menyentuh pegangan pintu kamarnya.“Ada apa?”“Sepertinya Anda perlu memeriksa cctv kamar.”Saga mengerutkan kening. “Apa istriku membuat ulah lagi?”Jon mengangguk pelan.Saga memejamkan mata, bersamaan embusan napas frustasi lolos dari mulut dan hidungnya. Sekilas ia melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Apakah wanita itu memang berniat mendapatkan perhatiannya untuk malam ini? Batin Saga dalam hati.“Aku akan memeriksanya nanti,” tolak Saga. Mungkin ia akan memberikan perhatian yang lain pada Sesil di ranjang.“Saya khawatir ini akan terlambat karena cctv kamar Anda hanya berada di bawah kendali Anda setelah Nyonya masuk.”Ya, semua cctv di rumah ini dikendalikan oleh Jon, kecuali cctv di kamarnya yang akan hidup dan mati sesuai perintahnya. Tentu saja ia ta
“Apa Sesil mulai menghancurkan barang-barangmu?” Tatapan Alec mengikuti tiga pelayan rumah yang keluar dari kamar Saga, lalu pada dua pengawal yang menggotong cermin besar berbentuk elips masuk ke dalam. “Kenapa hari-hari kalian selalu dihiasi dengan keributan? Apa berumah tangga memang sekacau itu?”“Kenapa kau tidak mencobanya sendiri?” Saga mengabaikan rasa penasaran Alec. Berjalan ke arah kiri menuju ruang kerjanya.Alec terkekeh. Memutar tumit dan mengikuti langkah Saga. “Kau tidak bisa terus-menerus menyiksanya, Saga. Wanita hamil tak bagus mendapatkan tekanan yang terlalu besar.”Langkah Saga terhenti, hampir membuat Alec yang berjalan mengekor di belakang menabrak punggungnya. “Wanita hamil?” ulangnya dengan kekakuan di bibir.Mulut Alec yang masih terbuka tak mengeluarkan sepatah kata pun. Mempertanyakan pertanyaan tak masuk akal Saga.“Apa maksudmu wanita hamil? Siapa yang
Sesil tak tahu harus berbuat atau bersikap seperti apa selain mengekor dengan memasang wajah tolol ketika Saga menyeretnya ke sana kemari. Ia belum pernah mendatangi pesta semewah dan semegah ini, kecuali saat ingatannya masih belum kembali dan saat itu ia merasa sudah sering mendatangi pesta semacam ini yang ternyata hanyalah ingatan palsu. Dengan gaun yang menempel seperti kulit kedua di tubuhnya, menampakkan punggungnya hingga di atas pantat, ditambah belahan cukup tinggi di sepanjang pahanya, lalu sepatu berwarna senada dengan tinggi yang tak masuk akal. Sesil hampir tak bisa menahan ringisannya ketika merasakan lecet yang mulai terasa mengganggu. Namun, Saga tak cukup peka untuk mengetahui penderitaan yang ia alami. Seolah membalas semua pembangkangannya dengan sepatu sialan ini. Sungguh pembayaran yang tidak setimpal.“Apa kau baik-baik saja?” Saga bertanya ketika Sesil hampir terjatuh dan membuat tubuhnya terhuyung ke samping menabrak tubuh bagian sampingny
“Dirga mulai mendekati pimpinan Cheng. Di sebelah utara.”Saga sudah memperkirakan hal itu sejak menyadari kemunculan Dirga di pesta ini. Dirga tak pernah mendengarkan peringatannya dengan baik, kebodohoan itu jugalah yang membuat Sesil jatuh dalam cengkeramannya. Skenario terburuk, pria itu tak akan menyerah untuk mendapatkan Sesil dan akan menggunakan segala cara untuk mengusiknya. Membuat Saga semakin tertantang dalam permainan ini. “Apa kau sibuk, Max?”Max menggeleng sekali. Ia punya janji menyapa beberapa teman, tapi malam masih panjang untuk memulai rencananya. Pesta juga sepertinya belum benar-benar dimulai.“Temani Sesil. Kalian bisa mengobrol sedikit sambil mengawasinya untukku. Jangan sungkan memperingatkannya jika dia mulai bertindak tak masuk akal.”Sesil memutar kepala dan melemparkan pelototan mata tersinggung dengan kata-kata Saga.Saga menunduk, mengecup kening Sesil dan berbisik, “Aku tak
Sesil menggerutu karena Jon yang tak kunjung datang setelah sepuluh menit berlalu. Ia berjalan melintasi halaman yang luas menuju jalanan yang sepertinya mengarah ke gerbang. Mencari tempat yang jauh dari pengawal bersetelan hitam putih yang berjaga di depan pintu tunggal. Ia ingin menunggu sambil meratapi kesendiriannya tanpa orang lain mengetahui bagaimana menyedihkan dirinya di antara kemewahan yang membungkus tubuhnya.Sesil mengamati bangunan bertingkat tiga yang tampak megah di hadapannya. Yang mau tak mau mengingkatkannya akan rumah Dirga. Menyadari bahwa tingkat sosialnya dan Dirga memang jauh berbeda meskipun ia mengakui ketulusan cinta Dirga untuknya. Dan sekarang ...Sesil mendongak, menatap balkon yang ada di samping bangunan ketika satu gerakan tertangkap sudut matanya. Maniknya menyipit mengenali salah satu dari dua sosok yang tengah berbincang di atas sana adalah Saga. Dengan seorang wanita mengenakan gaun berwarna perak dan berambut hitam legan da
Beberapa menit yang lalu pria itu menyeretnya agar mereka segera pulang sampai mengeluh hanya karena ia haus dan ingin minum. Dan sekarang, Saga membuatnya menunggu sedangkan pria itu bersenang-senang dengan wanita lain. Bercumbu di sudut balkon yang sepi dan dengan keremangan yang melingkupi keduanya. Membiarkannya sendiri dan menunggu di tengah jalan seperti orang tolol. Pria itu memang pandai mempermainkan emosinya.Rasa dingin yang berasal dari logam di antara jemari tangan mengalihkan perhatian Sesil. Hatinya mendadak semakin mendidih menatap cincin yang disematkan Saga di hari pernikahan mereka. Cincin pernikahan sialan! batin Sesil sambil menarik cincin tersebut dan melemparnya ke arah halaman berumput sangat luas di hadapannya sekuat tenaga. Lalu mengembuskan napas dengan keras merasakan kepuasan yang entah kenapa malah terasa menjengkelkan. Mungkin ia jengkel karena cincin yang ia buang sangat cantik dan indah. Mungkin juga karena ia takut Saga akan menyuruh
“Pergilah!” usir Saga pada perawat yang sedang mengoleskan salep pada tumit Sesil dengan sangat lambat.Perawat itu mematung lalu mendongak dengan ketakutan. Wajah tampan Saga menakjubkan, dengan mata sebiru lautan yang menghanyutkan wanita mana pun. Tetapi, aura berbahaya yang menyelubungi pria itu adalah sesuatu yang dijauhi secepat mungkin.“Tinggalkan semua itu di sini. Aku yang akan melakukannya sendiri,” jelas Saga tak sabaran. Ia sudah biasa terluka dan merawat lukanya sendiri dengan benar tanpa bantuan seorang dokter. Tentu merawat luka seringan lecet karena sepatu berhak tinggi bukanlah masalah.Perawat itu masih tak bergerak. Hendak menjelaskan bagaimana cara merawat luka lecet itu dengan benar. Tetapi, aura mencekam yang memenuhi udara di sekitar mereka membuatnya membeku. Belum lagi dengan pistol nampak jelas bersarung di pinggang Saga, membuatnya semakin menggigil oleh ketakutan.Mata Saga mendelik, siap memakan perawa
“Kau mungkin bisa memaksa kita menjadi pasangan, Saga. Tapi kautahu kita tak akan bisa menjadi orang tua.” Sesil memecah keheningan ketika mobil yang mereka tumpangi mulai keluar dari halaman rumah sakit dan membelah lalu lintas yang padat. Setelah mereka bangun jam delapan pagi, Sesil bersikeras meminta pulang. Ia merasa dirinya sudah kembali bugar setelah tertidur dan tak mendapatkan keluhan apa pun. Ia beralasan merasa pusing mencium bau rumah sakit. Beruntung alasan tak masuk akalnya diterima oleh Saga tanpa perdebatan sekecil apa pun.“Kita sudah menikah.” Saga menjawab dengan enggan masih dengan kepala menghadap ke depan. Entah apa yang dipikirkan pria itu ketika mengurut-urut dagunya yang tak gatal sejak masuk ke mobil. Bahkan pria itu tak banyak mengeluh dan terkesan menutup mulut dengan permintaan atau penolakan Sesil yang biasanya akan menjadi masalah besar.“Ini bukan pernikahan ...”Saga menoleh. “Terima saja