Praanggg ... vas bunga yang semula berada di meja hias pelengkap set sofa kini melayang dan berhamburan di lantai. Salah satu pecahan mengenai kaki Saga yang mengenakan sandal santai dan celana pendek berwarna coklat tua.
Saga terkejut, seumur hidupnya yang terbiasa bersikap was was. Ini pertama kalinya ia merasa terancam dengan keberadaan seseorang ketika menginjakkan kaki di rumahnya sendiri. Beruntung si pelempar bukanlah pembunuh bayaran dengan bakat mumpuni yang dibayar sangat mahal atas kepalanya.
Darah merembes sepanjang goresan pecahan vas yang merobek kulit kaki kanannya. Dua pengawal yang berjaga di depan pintu sudah bergerak sigap mencekal kedua tangan Sesil. Sambutan selamat datang yang mengejutkan ini tentu ada alasannya, bukan?
“Berengsek sialan!” desis Sesil dengan rontaannya yang sia-sia. Bibirnya menipis di antara rahangnya yang mengeras. Mata dan wajahnya merah terbakar amarah yang begitu besar. Sungguh, ia ingin menangis tersedu oleh amarah yang menggulung hati dan menenggelamkannya dalam endapan bara api. Namun, itu hanya akan membuat Saga terpuaskan karena berhasil mencekoki dirinya dengan semua pembalasan dendam ini.
“Jadi, ingatanmu sudah kembali, istriku?” Saga melepas kaca mata hitamnya dan menyangkutkannya di saku depan kaos pendeknya dengan gerakan sangat tenang. Seakan kemurkaan seorang Sesil hanyalah lalat yang hinggap dibahu. Seringai jahat yang selama ini ia sembunyikan dari Sesil, tak perlu lagi ia tahan-tahan. Topeng kehangatan yang ia kenakan di depan Sesil, kini tak perlu menutupi semua kebusukannya.
“Apa sekarang karir kriminalmu meningkat, heh? Sehingga sekarang kau mencuri tunangan orang lain?” sinis Sesil.
Saga berjalan mendekat dan berhenti tepat di hadapan Sesil. Mencengkeram wajah Sesil dan memaksa wanita itu lebih mendongak lagi untuk menatap matanya. “Seingatku, kita menikah atas kesadaran masing-masing. Kuharap kau tidak melupakan fakta terpenting di hidup kita ini, sayang.”
Sesil meludahi wajah Saga. “Cih, aku tidak sudi menjadi istrimu!”
Kedua pengawal yang mencekal kedua tangan Sesil memucat dan segera menjauhkan tubuh mungil Sesil dari bosnya.
Selama lima detik penuh, Saga tidak bergerak sama sekali. Terlalu terkejut dan belum siap untuk kejutan kedua yang diberikan wanita sialan itu. Seumur hidupnya, belum ada siapa pun yang berani melemparinya dengan air ludah. Seketika, harga dirinya serasa terkoyak. Dan ini kedua kalinya Sesil berhasil menghina reputasi yang sudah puluhan tahun ia bangun dengan darahnya.
Tangan kanan Saga terangkat, menginstruksikan dalam diam pada kedua pengawalnya agar melepaskan Sesil. Masih dengan penuh ketenangan yang menekan dalam-dalam amarah dalam dirinya, Saga mengeluarkan sapu tangan di sakunya. Dengan kesabaran yang tak pernah ia miliki, ia membersihkan wajahnya.
“Pernikahan ini adalah penipuan. Semua ingatan yang kau berikan adalah palsu. Kau benar-benar pengecut arrgghhh ...” Sesil belum sempat menyelesaikan umpatannya ketika Saga melangkah ke depan dan menenggelamkan jemarinya yang kasar di rambut Sesil.
“Kau perlu sedikit belajar bersikap untuk menghormati suamimu, Sesil.”
“Aku bukan istrimu!” Leher Sesil terasa sakit karena Saga mendongakkan wajahnya dengan kasar. Ia terkesiap meskipun berusaha menahan pekikannya. Dan ia tak akan mengaduh meskipun kulit rambutnya tertarik dengan keras.
Saga menyeretnya menuju tangga, menaiki anak tangga, membuka pintu kamar, dan terakhir membanting tubuh Sesil di atas ranjang. Teriakannya sama sekali tak memberinya manfaat kecuali rasa sakit di tenggorokan. Semua orang di rumah ini bersikap tuli, buta, dan bisu. Ya, mereka dibayar mahal untuk mengabaikan nurani.
Tubuh Sesil terpental, ia berusaha turun dari ranjang tapi Saga kembali mendorongnya. Kali ini tubuh Saga ikut terjun dan menindih tubuh Sesil dengan setengah terduduk.
“Apa yang akan kau lakukan, Saga?” Wajah Sesil memucat oleh ketakutan. Kengerian menggantung di atas kepala ketika Saga merobek dress dan menampakkan pakaian dalamnya. Rasa sesak menggumpal di dada dan matanya berkaca. Inilah tujuan Saga memanfaatkan ingatannya yang telah hilang. Pria itu ingin menghancurkan dirinya hingga tak tersisa apa pun yang bisa dihancurkan lagi. Seperti janji yang pria itu sumpahkan hari itu.
Sesil terengah. Tangannya yang kecil tentu kesakitan ketika mendarat di pipi Saga yang keras dengan pertahanan diri seorang pria bertubuh besar dan tinggi. Bahkan kepala pria itu sama sekali tak bergerak dengan tamparan sekuat tenaga yang ia kerahkan.
Dengan tenang, Saga mengelus pipinya. Melihat darah menodai jemarinya. Tentu saja gigitan dan tamparan Sesil bukanlah hal yang ia duga akan ia dapatkan dari seorang wanita murahan seperti ini. Ia tak akan sudi melirik wanita kumal ini jika bukan karena Dirga yang menganggapnya seperti emas.
“Darah ini.” Saga menunjukkan jemari tangannya ke wajah Sesil. “Kau akan membayarnya dengan darah. Aku akan menghancurkanmu. Hingga kau memohon dan memohon padaku dengan merendahkan dirimu.”
“Apa kau masih ingat? Bagaimana kita bersenang-senang di ranjang ini, Sayang? Bagaimana kau mengerang manja ketika aku menyentuh dan ...”
“Hentikan, Saga!” desis Sesil berusaha terlalu keras menutupi bagian tubuhnya yang terekspos dengan kedua tangan. Namun, dengan kasar Saga menepis tangannya ke atas dan memakunya di kasur. Rontaannya berakhir memilukan.
Saga mendekatkan bibirnya di telinga Sesil. Kali ini benar-benar menindih tubuh Sesil. “Memohonlah padaku,” bisiknya dengan suara serak yang dalam. Penolakan Sesil malah membuat darahnya memanas dan berpacu oleh gairah.
“Dalam mimpimu!” Sesil tak peduli meskipun hanya mulutnya yang mampu meneriakkan penolakan. Tangisan, rontaan, dan cakaran Sesil tak menghentikan niat Saga sedikit pun.
“Maka inilah cerita baru untukmu, Sesil. Semua kisah hidupmu tertulis hanya untuk melayaniku.” Saga menarik satu-satunya penutup di kulit telanjang Sesil. “Di ranjang.”
***
Sesil masih terisak. Meringkuk di kasur yang berantakan dengan air mata membanjiri bantal serta selimut yang ia gunakan untuk meredam tangisan dan luka hatinya.‘Kekasihmu yang lebih dulu mengusikku. Kau tahu hatiku tak semulia itu, Sesil. Apa yang dilakukan Dirga dan penghinaanmu. Setidaknya aku akan merasa puas dengan bayaran ini.’Masih terngiang kata-kata Saga sebelum pria itu meninggalkanya sendirian dalam kepekatan derita yang ditorehkan ke seluruh tubuhnya.Dirga merusak kartel bisnis Saga hingga pria busuk itu merugi beberapa milliar. Alasan yang baru diketahuinya kenapa Saga tertarik mencari tahu dirinya dan membuat pertengkaran hebat antara dirinya dan Dirga untuk terakhir kalinya. Memang tak seberapa bagi pria dengan kerajaan bisnis gelap yang menguasai pasar negeri ini dan beberapa negara tetangga. Perdagangan senjata, klub-klub malam yang menawarkan kemewahan, bisnis prostisusi, dan entah pekerjaan kriminal apa lagi yang digelut
Ingatan terakhirnya hanyalah mobil yang melaju tak terkendali, bunyi klakson yang memekakakkan telinga, kepalanya yang terdorong ke jendela mobil karena ia tak mengenakan sabuk pengaman, dan mobil yang berguling-guling menuruni jurang. Sungguh keajaiban ia bisa selamat dari kecelakaan menggenaskan itu.Lalu, seakan ingatan di kepalanya direset dan diganti ingatan baru yang dijejalkan Saga di kepalanya. Bukan hanya itu, Saga sengaja membuatnya terombang-ambing dengan kegelisahan akan jati dirinya yang sebenarnya. Ia tidak berselingkuh dengan Dirga, melainkan Sagalah yang membuat Dirga berpikiran bahwa ia berselingkuh dengan Saga.Suara pintu yang diketuk, sesaat menghentikan tangisan Sesil. Ia tak ingin terlihat menyedihkan di hadapan pengurus rumah tangga, karena tak mungkin Saga mengetuk pintu untuk masuk ke kamar pria itu sendiri. Segera Sesil bangkit terduduk, berusaha menutupi tubuh polosnya dengan selimut ketika pintu terbuka. Seorang pelayan masuk dengan
“Sial!!!” umpatan Saga sejenak membuyarkan konsentrasi sopir dari jalanan yang lengang. Saga membanting ponselnya ke jok dan memberi perintah, “Kembali ke rumah.”Belum ada sepuluh menit ia meninggalkan rumah, Sesil sudah membuat masalah. Berani-beraninya wanita itu melarikan diri dari rumahnya. Tentu tak akan pernah semudah itu. Wanita itu hanya bisa pergi dari rumahnya dengan ijinnya atau dengan tanpa nyawa. Dan ia benci jika rencananya tak berjalan sesuai dengan keinginannya. Urusannya masih belum selesai dengan Sesil.Sesampai di halaman rumah, ia melihat raut pucat dua penjaga yang berjaga di depan pintu kamar. Jon, pemimpin pengawal-pengawalnya berjalan mendekat ketika ia keluar dari mobil. “Maafkan kami, Tuan.”“Aku tak membutuhkan kata maaf, Jon. Bagaimana dia bisa kabur dengan menuruni balkon setinggi itu?” Saga tak membutuhkan jawaban Jon ketika melihat sprei kasurnya yang berkibar tertiup angin. Lalu ter
Saat matanya bergerak, rasa pusing yang menyerang kepala membuat Sesil mengernyit dalam-dalam dan mengerang pelan. Gorden kamar yang menutupi jendela dan lampu yang menyala terang meyakinkan Sesil bahwa hari sudah gelap. Kemudian, seketika ingatan terakhirnya sebelum ia pingsan kembali menerjang otaknya. Tangisannya kembali pecah menyadari di mana ia tengah berbaring saat ini. Ruangan yang sama tempat Saga membunuh.“Kau sudah sadar?”Sesil tak memedulikan keberadaan Saga, tangisannya tak terhenti.“Aku benci wanita yang cengeng, Sesil. Hentikan tangisanmu!” gertak Saga untuk kedua kalinya. Kali ini pria itu berdiri di pinggir ranjang dan menyentak bahu Sesil hingga wanita itu berbaring telentang dan wajahnya bisa menatap keberadaan dirinya.Sesil menepis tangan Saga. Namun, pria kejam itu memang tak pernah segan-segan bersikap kasar pada wanita. Dan malah menarik tubuh Sesil bangkit terduduk.“Pembunuh!” raung S
Jeritan nyaring memecah keheningan malam yang dingin.Saga tersentak. Matanya terbuka sempurna dan menerobos keremangan kamar. Menemukan Sesil berdiri di tengah ruangan dengan tubuh bergetar. “Ada apa?”“Aa ... aaku... aku melihat mayat.” Satu tangan Sesil menunjuk lantai di samping sofa dan satu tangannya menutup matanya yang terpejam.Saga mengikuti arah yang ditunjuk Sesil. “Tidak ada apa pun di sana, Sesil,” ketus Saga kesal.“Aku melihat mayat!” Sesil hampir berteriak pada Saga.“Apa kau masih bermimpi?”Sesil membuka mata dengan perlahan. Menatap Saga lalu menoleh ke tempat yang ia tunjuk. Tidak ada apa pun di sana. Matanya mengerjap beberapa kali, memastikan indera penglihatannya. Sungguh, ia melihat sesosok tubuh tergeletak di lantai dengan kepala penuh darah dan mata melotot menatapnya. Pria yang tadi dibunuh oleh Saga.“Apa kau berjalan sambil tidur?”
Saga merasa marah dengan kepanikan yang tak bisa ia kuasai. Napasnya tak berhenti mendesah dengan keras, seperti orang tolol berjalan mondar-mandir di lorong yang sepi. Hanya bisa menunggu pintu ruang operasi terbuka, dan sialan ia benar-benar bukan orang penyabar. Semua ketololan ini berakar dari seorang wanita murahan, licik, dan bodoh bernama Sesilia Nada.“Tuan.” Jon muncul dengan kantong pakaian berwarna hitam pada Saga. meskipun kemeja Saga berwarna gelap, noda darah yang mengotori bagian perut dan lengan tuannya tampak begitu jelas.“Aku tidak membutuhkannya, Jon.” Saga menepis kantong pakaian itu hingga jatuh ke lantai. Saat itu ia bersumpah akan membunuh Sesil. Ia mengabaikan tampilan sempurna hanya karena terlalu sibuk memikirkan keadaan wanita sialan itu. Namun, sebelum membunuh Sesil, ia akan memastikan mengambil segala manfaat yang bisa ia dapatkan dari tubuh mungil itu. Wanita itu tidak boleh mati sebelum ia merasa cukup dan terpua
“Aku bisa berjalan sendiri,” tolak Sesil saat Saga membungkuk untuk menggendongnya.“Aku tak bertanya atau meminta ijinmu.” Saga menyelipkan tangannya di kaki dan punggung Sesil. Mengangkatnya keluar dari mobil.Sesil terpaksa melingkarkan lengannya di leher Saga. Menundukkan wajah menghindari bertatapan dengan manik tajam pria itu. Apalagi dengan wajah mereka yang begitu dekat. Getaran dan desiran aneh merayapi dadanya. Membuatnya semakin mengkerut jika saja getaran itu sampai terdengar Saga.Saga tersenyum samar dengan kekikukan Sesil. Ia bisa melihat wanita itu berusaha tak bergerak dan tubuhnya kaku. Bahkan ia bisa melihat semburat rona mulai merekah di pipi wanita itu. “Selama ini, aku bertanya-tanya,” gumam Saga agak lirih. Bahkan pria itu sedikit membungkuk dan berbisik di telinga Sesil dengan nada menggoda.Desiran yang muncul karena napas panas Saga di telinganya membuat Sesil memejamkan mata. Lalu, merambat tu
Langkah Sesil terhenti melihat seorang wanita yang menghambur dalam pelukan Saga ketika kedua kakinya sudah menginjak lantai satu. Dan menyadari pasangan yang sepertinya tengah melepas rindu itu, Sesil hendak kembali ke kamar di lantai satu, tapi ancaman Saga yang akan mengurungnya di kamar jika ia terlambat turun, membuatnya berdiri seperti orang bodoh di belakang mereka.Sesil tak tahu siapa wanita itu, tapi tiba-tiba merasa sangat kesal dengan gerakan tak tahu malu ketika wanita itu dengan sengaja menempelkan dada pada lengan Saga. Dan merasa sangat panas karena Saga membiarkan perlakuan murahan itu. Penampilan wanita itu amat sangat memenuhi selera Saga. Dari model rambut, pakaian, bentuk tubuh. Semua berharga sangat mahal. Begitupun dua buah dada yang tampak tumpah di belahan kemeja dan rok pensil dengan belahan yang terlalu tinggi itu. Sesil merasa sangat geram tanpa alasan.“Apa yang kaulihat?!” bentak wanita itu galak ketika Sesil ketahuan mencuri p