Share

Part 8

Praanggg ... vas bunga yang semula berada di meja hias pelengkap set sofa kini melayang dan berhamburan di lantai. Salah satu pecahan mengenai kaki Saga yang mengenakan sandal santai dan celana pendek berwarna coklat tua.

Saga terkejut, seumur hidupnya yang terbiasa bersikap was was. Ini pertama kalinya ia merasa terancam dengan keberadaan seseorang ketika menginjakkan kaki di rumahnya sendiri. Beruntung si pelempar bukanlah pembunuh bayaran dengan bakat mumpuni yang dibayar sangat mahal atas kepalanya.

Darah merembes sepanjang goresan pecahan vas yang merobek kulit kaki kanannya. Dua pengawal yang berjaga di depan pintu sudah bergerak sigap mencekal kedua tangan Sesil. Sambutan selamat datang yang mengejutkan ini tentu ada alasannya, bukan?

“Berengsek sialan!” desis Sesil dengan rontaannya yang sia-sia. Bibirnya menipis di antara rahangnya yang mengeras. Mata dan wajahnya merah terbakar amarah yang begitu besar. Sungguh, ia ingin menangis tersedu oleh amarah yang menggulung hati dan menenggelamkannya dalam endapan bara api. Namun, itu hanya akan membuat Saga terpuaskan karena berhasil mencekoki dirinya dengan semua pembalasan dendam ini.

“Jadi, ingatanmu sudah kembali, istriku?” Saga melepas kaca mata hitamnya dan menyangkutkannya di saku depan kaos pendeknya dengan gerakan sangat tenang. Seakan kemurkaan seorang Sesil hanyalah lalat yang hinggap dibahu. Seringai jahat yang selama ini ia sembunyikan dari Sesil, tak perlu lagi ia tahan-tahan. Topeng kehangatan yang ia kenakan di depan Sesil, kini tak perlu menutupi semua kebusukannya.

“Apa sekarang karir kriminalmu meningkat, heh? Sehingga sekarang kau mencuri tunangan orang lain?” sinis Sesil.

Saga berjalan mendekat dan berhenti tepat  di hadapan Sesil. Mencengkeram wajah Sesil dan memaksa wanita itu lebih mendongak lagi untuk menatap matanya. “Seingatku, kita menikah atas kesadaran masing-masing. Kuharap kau tidak melupakan fakta terpenting di hidup kita ini, sayang.”

Sesil meludahi wajah Saga. “Cih, aku tidak sudi menjadi istrimu!”

Kedua pengawal yang mencekal kedua tangan Sesil memucat dan segera menjauhkan tubuh mungil Sesil dari bosnya.

Selama lima detik penuh, Saga tidak bergerak sama sekali. Terlalu terkejut dan belum siap untuk kejutan kedua yang diberikan wanita sialan itu. Seumur hidupnya, belum ada siapa pun yang berani melemparinya dengan air ludah. Seketika, harga dirinya serasa terkoyak. Dan ini kedua kalinya Sesil berhasil menghina reputasi yang sudah puluhan tahun ia bangun dengan darahnya.

Tangan kanan Saga terangkat, menginstruksikan dalam diam pada kedua pengawalnya agar melepaskan Sesil. Masih dengan penuh ketenangan yang menekan dalam-dalam amarah dalam dirinya, Saga mengeluarkan sapu tangan di sakunya. Dengan kesabaran yang tak pernah ia miliki, ia membersihkan wajahnya.

“Pernikahan ini adalah penipuan. Semua ingatan yang kau berikan adalah palsu. Kau benar-benar pengecut arrgghhh ...” Sesil belum sempat menyelesaikan umpatannya ketika Saga melangkah ke depan dan menenggelamkan jemarinya yang kasar di rambut Sesil.

“Kau perlu sedikit belajar bersikap untuk menghormati suamimu, Sesil.”

“Aku bukan istrimu!” Leher Sesil terasa sakit karena Saga mendongakkan wajahnya dengan kasar. Ia terkesiap meskipun berusaha menahan pekikannya. Dan ia tak akan mengaduh meskipun kulit rambutnya tertarik dengan keras.

Saga menyeretnya menuju tangga, menaiki anak tangga, membuka pintu kamar, dan terakhir membanting tubuh Sesil di atas ranjang. Teriakannya sama sekali tak memberinya manfaat kecuali rasa sakit di tenggorokan. Semua orang di rumah ini bersikap tuli, buta, dan bisu. Ya, mereka dibayar mahal untuk mengabaikan nurani.

Tubuh Sesil terpental, ia berusaha turun dari ranjang tapi Saga kembali mendorongnya. Kali ini tubuh Saga ikut terjun dan menindih tubuh Sesil dengan setengah terduduk.

“Apa yang akan kau lakukan, Saga?” Wajah Sesil memucat oleh ketakutan. Kengerian menggantung di atas kepala ketika Saga merobek dress dan menampakkan pakaian dalamnya. Rasa sesak menggumpal di dada dan matanya berkaca. Inilah tujuan Saga memanfaatkan ingatannya yang telah hilang. Pria itu ingin menghancurkan dirinya hingga tak tersisa apa pun yang bisa dihancurkan lagi. Seperti janji yang pria itu sumpahkan hari itu.

Sesil terengah. Tangannya yang kecil tentu kesakitan ketika mendarat di pipi Saga yang keras dengan pertahanan diri seorang pria bertubuh besar dan tinggi. Bahkan kepala pria itu sama sekali tak bergerak dengan tamparan sekuat tenaga yang ia kerahkan.

Dengan tenang, Saga mengelus pipinya. Melihat darah menodai jemarinya. Tentu saja gigitan dan tamparan Sesil bukanlah hal yang ia duga akan ia dapatkan dari seorang wanita murahan seperti ini. Ia tak akan sudi melirik wanita kumal ini jika bukan karena Dirga yang menganggapnya seperti emas.

“Darah ini.” Saga menunjukkan jemari tangannya ke wajah Sesil. “Kau akan membayarnya dengan darah. Aku akan menghancurkanmu. Hingga kau memohon dan memohon padaku dengan merendahkan dirimu.”

 “Apa kau masih ingat? Bagaimana kita bersenang-senang di ranjang ini, Sayang? Bagaimana kau mengerang manja ketika aku menyentuh dan ...”

“Hentikan, Saga!” desis Sesil berusaha terlalu keras menutupi bagian tubuhnya yang terekspos dengan kedua tangan. Namun, dengan kasar Saga menepis tangannya ke atas dan memakunya di kasur. Rontaannya berakhir memilukan.

Saga mendekatkan bibirnya di telinga Sesil. Kali ini benar-benar menindih tubuh Sesil. “Memohonlah padaku,” bisiknya dengan suara serak yang dalam. Penolakan Sesil malah membuat darahnya memanas dan berpacu oleh gairah.

“Dalam mimpimu!” Sesil tak peduli meskipun hanya mulutnya yang mampu meneriakkan penolakan. Tangisan, rontaan, dan cakaran Sesil tak menghentikan niat Saga sedikit pun.

“Maka inilah cerita baru untukmu, Sesil. Semua kisah hidupmu tertulis hanya untuk melayaniku.” Saga menarik satu-satunya penutup di kulit telanjang Sesil. “Di ranjang.”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status