Home / Romansa / Tawanan Tuan Mafia / 3. Sebuah Tawaran

Share

3. Sebuah Tawaran

Author: Noona R
last update Huling Na-update: 2022-10-24 18:18:50

Bella melebarkan mata saat pria itu menempelkan bibirnya dengan tiba-tiba. Menciumnya cepat sebelum melirik pada Austin yang juga kaget melihat kejadian di depan matanya.

Oh, tidak!  

Bella akan mendapat masalah yang besar jika masih berada di sini.

Ketika sadar dengan apa yang baru saja terjadi, Bella mendorong pria itu sekuat tenaga. Namun, pria itu hanya mendecih saat merasakan dorongan Bella yang tidak jauh dari seekor kucing. Lemah.

'Astaga, ciuman pertamaku direbut paksa oleh pria gila ini,' ucap Bella dalam hati.

"Aku akan membawa dia ikut bersamaku."

Manik hitamnya menatap Austin yang bergetar di tempat duduknya.

"Ja ... jangan, Tuan."

Austin tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Tapi itu pasti bukan hal yang baik.

Sedangkan Bella masih berdiri. Tangannya digenggam erat oleh lelaki yang seenaknya mencuri ciuman pertamanya tadi.

"Lepaskan aku!" teriak Bella, dan pria itu hanya menyeringai menatap Bella yang berusaha melepaskan tangan dari genggamannya. Itu tidak mudah karena perbedaan tenaga mereka yang begitu jauh.

Mata pria itu kembali mengedar, menatap Austin setajam elang dengan aura hitam yang menguar.

"Kau tidak setuju jika aku membawa gadis kecil ini? Hanya. Gadis. Ini. Dan. Hutangmu. Padaku. Lunas." Pria itu menekan setiap kata-katanya.

Gadis? Tentu saja pria itu tahu jika Bella masih gadis dan masih perawan. Dilihat dari gerak-gerik gadis itu, sepertinya Bella belum pernah mendapatkan sentuhan menggairahkan.

Dan ini sangat menyenangkan baginya ketika mengetahui masih ada gadis perawan di tengah kerasnya Los Angeles yang terkenal dengan slogan terbarunya. Kota penuh hiburan. Bahkan, orang-orang dari luar kota saja rela meluangkan waktu demi singgah di kota ini.

"Apa yang kau maksud dengan hutang?"

Pria itu menatap Bella dalam.

"Kau tidak tahu? Bar ini berdiri karena siapa?" tanya pria itu. Tatapannya menusuk hingga ke ulu hati Bella.

Bella tercenung, "Bos ku, bukan?

Dan lelaki itu tersenyum tipis mendengar jawaban polos Bella, "Naif sekali."

Pria itu kembali mendekatkan wajahnya kepada Bella. "Gadis kecil, biar ku beritahu satu hal. Bar ini berdiri karena aku, dengan uangku."

Perkataan pria itu membuat Bella terkesiap. Netranya berganti memandang Austin dengan tatapan bertanya.

"Bos, jangan bilang—"

"Benar Bella, bar tempat kau bekerja ini milik dia, Tuan Stevano," ucap Austin. Dia mendesah pelan sebelum melanjutkan perkataannya.

"Tuan, jangan bawa Bella. Dia sudah seperti anak sendiri untukku. Dan dia adalah bartender terbaik yang kami miliki. Pemasukan terbesar di bar ini karena Bella, tanpa dia bar ini tidak dapat berjalan."

Austin mencoba memohon pada pria itu. Dan Bella tidak bisa untuk tidak menutup mulut tak percaya saat mendengar pernyataan Austin.

Namun, Bella bersyukur, Austin berusaha untuk melindunginya dari pria mengerikan ini.

Sementara pria yang dipanggil Stevano itu menatap Austin datar, tanpa ekspresi.

"Kau sedang membantahku?" Suara Stevano terdengar berat.

Austin lantas melebarkan mata kala melihat Stevano yang kini mengangkat senjata api menghadap dirinya.

"Jangan!"

Bella menghalangi Austin dari kekejaman pria yang kini sedang menodongkan senjata api itu.

Dan Stevano tidak bisa untuk tidak menarik kedua sudut bibirnya ke atas membentuk senyum simpul.

"Kau melindunginya?"

"Ya! Dan kau pria kejam yang hanya berani mengancam orang lain dengan senjata api," tukas Bella cepat.

Stevano terkekeh pelan, "Oh, kau tidak ingin aku mengenakan senjata? Tapi, itu akan lebih menyakitkan jika seseorang menerima pukulan ku secara langsung. Kau mau merasakannya?"

Bella diam. Tidak berniat untuk menjawab pertanyaan tidak masuk akal dari pria itu.

"Ikut denganku, maka aku akan membiarkan Austin hidup dan Eflic tetap berdiri."

"Jika aku tidak mau?" tantang Bella. Dia sengaja mengeraskan suaranya agar pria di depannya itu tidak berani berbuat macam-macam.

"Kau tidak mau? Kalau begitu sesuai keinginanku. Bar ini akan hancur dan Austin akan mati, saat ini juga. Ah, bukan hanya Austin yang akan mati. Tapi semua yang ada di Eflic ini akan ikut mati. Semua. Tanpa terkecuali."

Suara Stevano terdengar mengerikan. Pria itu sepertinya tidak sedang main-main.

Bella menarik napas, sebelum membuangnya dalam hembusan panjang.

"Baiklah, aku akan ikut denganmu."

"Bella!"

Bella menengok ke belakang. Melihat Austin yang sudah seperti ayah sendiri itu menatapnya dengan sedih.

"Aku tidak bisa membiarkan bar ini hancur, Bos," ucap Bella lirih.

"Kau benar-benar yakin? Kenapa kau rela mengorbankan dirimu?" tanya Austin dengan suara yang terdengar parau.

Bella tersenyum pada Austin. Mengatakan jika semua akan baik-baik saja.

"Bar ini sudah menjadi rumah sendiri bagiku. Aku tidak akan membiarkan kenangan yang telah ada di sini hilang begitu saja."

Austin diam. Dia tidak tahu harus berkata apa pada Bella yang rela ikut bersama Stevano untuk membiarkan bar ini tetap berdiri.

"Tapi Bela-"

"Aku akan baik-baik saja. Jangan khawatir."

Tatapan Austin terlihat sendu. Ia berusaha untuk menahan air matanya keluar.

"Terima kasih, Bella. Terima kasih," ucap Austin. Meski dia tidak begitu rela jika gadis itu pergi.

Austin hanya bisa berdoa dalam hati. Sebelum mengajukan sebuah permintaan pada Stevano yang kini berdiri menatap mereka berdua dalam diam.

"Tuan ... bolehkah aku meminta satu hal padamu?"

"Katakan," ucap Stevano singkat. Wajahnya masih saja datar seperti tembok.

"Jangan menyakiti Bella. Meskipun dia terlihat kuat, sebenarnya Bella hanyalah seorang gadis kecil yang lemah."

Bella mengerutkan dahi mendengar perkataan Austin.

Apa yang baru saja bosnya itu bicarakan?

Berbeda dengan Stevano. Dia kemudian tersenyum tipis mendengar permohonan Austin.

"Kau memerintahku?" Pria itu mengangkat dagunya angkuh.

"Ti ... tidak, Tuan."

"Jangan banyak berharap. Kau tidak dalam kapasitas bisa memberikan perintah untukku," ucap pria kejam itu.

Austin menunduk. Tidak berani menatap mata hitam yang terpancar dengan aura mematikan di hadapannya.

"Sesuai janjiku, hutangmu lunas dan bar ini tetap akan berdiri."

Dan dalam hitungan detik, pria itu menarik Bella keluar. Menariknya dengan paksa hingga Bella merasakan pergelangan tangannya memerah dan sakit. 

.

.

.

Para karyawan yang sedang membersihkan kekacauan ini mengalihkan kesibukannya pada Bella yang sedang ditarik oleh pemimpin orang-orang tadi. Beberapa pasang mata menatap tidak percaya pada Bella yang hanya pasrah dibawa entah ke mana.

Tidak ada pilihan bagi Bella untuk lari. Gadis itu benar-benar telah menyerahkan diri masuk ke kandang singa.

"Bella!"

Bella menoleh, menemukan Kylie yang menatapnya dengan sedih.

"Kau mau pergi kemana?"

Bella tidak langsung menjawab, gadis itu tersenyum pada sahabatnya. Ini demi masa depan bar tempat mereka mencari uang, dia harus rela pergi bersama dengan Stevano.

"Jaga dirimu baik-baik."

Itu adalah ucapan terakhir Bella. Dia tidak mengatakan selamat tinggal pada siapapun di sana. Karena Bella yakin, dia masih dapat bertemu dengan mereka semua. Meski ia tak tahu itu kapan.

Dan Bella tidak dapat menolak saat Stevano memasukkannya ke dalam mobil pria itu dengan cepat. Terkesan memaksa hingga Bella mengaduh karena terbentur.

"Ah ..."

Stevano tidak mempedulikan hal itu. Karena yang dia lakukan selanjutnya adalah duduk pada kursi kemudi, dan melajukan mobil yang ditumpanginya dengan kecepatan di atas rata-rata.

Yang membuat Bella memegang dadanya saat dirasa berdetak semakin cepat. Dan berpikir akan mati sebentar lagi bersama pria ini.

'Ya, Tuhan.'

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tawanan Tuan Mafia   64. Basah Bersama

    Bella dengan cepat menjauhkan dirinya dari Stev. Wanita itu memandang pria itu dengan waspada. Kalau-kalau pria ini berani berbuat macam-macam padanya. "Apa-apaan kau," ucap Bella dengan sebal. Wanita itu mengambil gelas yang tadi di hidangkan oleh salah satu pelayan di sini."Kau belum menjawab pertanyaanku," ucap Stev. Membuat Bella yang sedang minum itu menatap Stev dengan tatapan bertanya. "Apa?" tanya wanita itu. Dan Stev hanya mendesah pelan. Ia terlalu malas untuk mengulang perkataannya. Namun kali ini sepertinya ia harus kembali mengatakannya pada Bella. Pikiran wanita itu berjalan seperti siput, lambat sekali. "Kau tidak ingin bertanya mengapa aku membawamu kemari?" tanya Stev. Dan Bella yang menyadari jika Stev tadi juga berkata seperti itu hanya mendesah pelan. "Apakah aku harus bertanya seperti itu?" Wanita itu tidak membalas ucapan Stev dan malah balik bertanya.Stev tidak percaya jika Bella akan berkata seperti itu. Padahal wanita itu selalu ingin ikut campur urusan

  • Tawanan Tuan Mafia   63. Mansion Selatan

    ..."Wow! Ini menakjubkan, kurasa mansion ini lebih indah dari yang saat ini kau tinggali Stev," ucap Bella. Wanita itu menatap bangunan besar yang ada di hadapannya. Di setiap sisi mansion itu terlihat beberapa pohon besar tumbuh dengan taman di depan mansion tersebut, terlihat rindang dan menyejukkan mata.Tampak lebih hidup daripada mansion yang juga digunakan sebagai tempat tinggalnya. "Kau suka?" tanya pria itu masih dengan wajah datarnya yang membuat Bella mendengus pelan. "Tentu saja aku suka. Siapa yang tidak akan suka tinggal di tempat cantik seperti ini? Ini seperti sebuah cerita dalam novel. Hanya saja ini nyata dan bukan fiksi," balas Bella. "Kalau begitu ayo masuk," ucap Stev sembari berjalan. Membiarkan Bella mengikutinya dari belakang. "Apa di sini ada orang?" tanya Bella pada pria yang berjalan di sebelahnya itu. Akhirnya Bella berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Stev. "Ada." Pria itu membalas singkat. "Apa mereka keluargamu?" tanya Bella lagi. Dan pria it

  • Tawanan Tuan Mafia   62. Rencana Ellen

    Stev mendesah pelan saat pria itu melihat Bella masih terbaring di atas ranjang dengan nyamannya. Tanpa tahu jika dirinya sudah memandang penuh ke arah wanita itu lebih dari sepuluh menit. Ia melihat jam yang ada pada pergelangan tangan besarnya. Padahal waktu yang tertera masih setengah lima pagi, dan Stev sudah siap dengan pakaiannya yang rapi. Ia melesak masuk ke dalam kamar Bella tanpa permisi, dan dengan gerakan cepat tangannya menyingkap selimut yang Bella kenakan hingga membuat gadis itu menggigil kedinginan. "Bangun," ucap Stev pada wanita itu. Dan bukannya bangun, Bella malah berbalik memunggungi Stev dengan tangan yang terus menggapai-gapai di mana selimutnya berada. "Bangun atau aku akan memakanmu saat ini juga," ucap Stev sekali lagi. Dan anehnya, Bella langsung membuka kedua matanya. Gadis itu seperti mendengar suara Stev di kamarnya. Bella berpikir jika itu pasti mimpi. Dia tidak mempedulikan hal ini dan kembali menutup mata, tubuhnya begitu lelah karena ia tidur te

  • Tawanan Tuan Mafia   61. Bukan Tipe Penurut

    "Lucy akan kembali besok. Kita akan berangkat pagi-pagi sekali. Menggunakan helikopter," balas Stev. Membiarkan Bella membulatkan bibirnya tak percaya. "Apa? Jangan bilang kau belum pernah naik helikopter," ucap Stev yang ternyata tepat. Gadis itu memang belum pernah menaiki helikopter, namun ia pernah melihat benda terbang itu. "Aku memang belum pernah," ucap Bella sembari terkekeh pelan. Dan Stev hanya mendecih mendengar perkataan wanita itu. "Dasar miskin.""Ck! Kau tidak boleh bicara seperti itu meski pun kau orang kaya, Stev! Akan ada saatnya kau di bawah nanti. Lihat saja," balas Bella."Kau sedang mengancamku atau mendoakan aku?" "Terserah kau mau menganggapnya apa," balas Bella. Wanita itu kini lebih memfokuskan diri untuk memasak daripada berbicara dengan Stev yang tidak terlalu penting itu. "Kau membuat apa?" tanya Stev. Pria itu berdiri tepat di belakang Bella, membuat wanita itu menghela napas pelan. "Jauhkan wajahmu dari sana, sebelum aku menyiram wajahmu denga air

  • Tawanan Tuan Mafia   60. Diam-diam

    Stev menaikkan salah satu alisnya ke atas saat ia melihat Bella menghentikan langkahnya. Wanita itu seperti ragu untuk untuk melangkah masuk ke kamar Ellen. Jadi, yang dilakukannya saat ini hanyalah diam di tempat berdirinya. "Kau tidak mau masuk?" tanya Stev. Pria itu mendekat ke arah Bella dengan langkah kakinya yang lebar-lebar."Apakah dia akan memperbolehkan masuk ke sana?" tanya Bella. Ia tidak yakin jika Ellen akan baik-baik saja dan menerima dirinya. Wanita itu pasti akan langsung mengusir Bella saat Bella hanya baru satu kali melangkah ke dalam kamar wanita itu. Sementara Stev hanya mengendikkan bahunya acuh. "Entahlah. Mungkin iya, mungkin juga tidak. Bukankah kau sendiri yang bilang jika ingin ke kamarnya?" tanya Stev. Dan tidak ada yang Bella lakukan selain hanya menghela napas pelan sembari mengangguk."Baiklah," balas wanita itu dengan yakin. Ya, setidaknya ia harus mencoba terlebih dahulu. Dan jika Ellen mengusirnya Bella hanya bisa menuruti permintaan wanita itu.

  • Tawanan Tuan Mafia   59. Melebihi Ekspektasi

    Bella mengerutkan dahi saat dirinya hanya mendapati Lucy yang sendirian."Di mana dua sahabatmu itu?" tanya Bella sembari berjalan masuk ke dalam. Sementara Lucy hanya mendengus pelan mendengar pertanyaan Bella. "Yang kau maksud itu mereka berdua atau hanya Stev saja?" tanya Lucy. Pria itu sedikit tidak yakin jika Bella benar-benar bertanya di mana Ellen berada. Dan Bella hanya memutar kedua bola matanya dengan malas. "Aku tidak peduli dengan pria arogan itu," balas Bella. Tampaknya wanita itu langsung berubah mood menjadi buruk saat mendengar nama Stev yang Lucy ucapkan."Siapa yang kau sebut pria arogan?" ucap suara baritone di belakang Bella. Membuat Bella melotot seketika. Ia menoleh ke belakang, dan menemukan Stev sedang berdiri di belakangnya dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Pria itu menaikkan sedikit dagunya dengan angkuh. Membuat Bella yang melihat itu mendengus. "Kau tidak perlu tahu siapa pria itu," balas Bella dengan nada suara yang sedikit ketus. Memb

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status