Share

5. Memohon

Author: Noona R
last update Last Updated: 2022-10-24 18:24:06

Bella menguap sebentar. Merasa setengah jiwanya masih tertinggal dalam mimpi. Gadis itu menggerutu pada sosok Stevano yang hilang di balik pintu. Pria itu mengganggu sekali, padahal Bella masih ingin bergelung membagi kehangatan dengan kasur.  

Tidak ada yang dapat Bella lakukan selain menuruti sang tuan rumah. Dia hanyalah seekor kucing kecil yang beruntung dipungut oleh Stevano. Tidak ada alasan bagi Bella untuk membantah pada pria yang sudah memberinya kenyamanan tidur dalam kamar yang besar, mewah, juga indah.

Bella menyibak selimut lembut yang menemaninya tidur. Lalu melipat selimut itu agar terlihat rapi sebelum turun dari ranjang. Dan masuk ke kamar mandi untuk melaksanakan rutinitasnya setiap hari.

Bella sungguh terkesiap dengan kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Dia kira kamar mandi ini kecil, karena memang begitu jika dilihat dari luar. Ternyata tidak, ini terlalu luas jika hanya digunakan untuk seorang diri.

Terdapat shower berbahan bagus di kamar mandi itu. Tidak lupa dengan toilet duduk dan bathtub berukuran besar yang dilengkapi dengan aircon water heater. Bella tertawa dalam hati. Dengan ini, dia tidak akan merasa kedinginan jika mandi tengah malam. Bella rasa kehidupannya akan berubah mulai sekarang. Menjadi lebih baik, mungkin.

Sebenarnya, seberapa kaya pria itu hingga semua barang kecil pun terlihat sangat mewah?

Tidak ingin pusing memikirkan apa yang dimiliki Stevano. Bella lekas melepas baju helai demi helai. Kemudian menghidupkan shower dan merasakan sensasi air yang berlarian turun melewati badan.

Setelah mandi, Bella baru sadar jika ia tidak mempunyai baju ganti untuk dia pakai.

Wanita itu mendadak panik sendiri.

Bagaimana ini? Terlambat baginya untuk memakai baju yang sebelumnya karena telah ia cuci.

Dan tidak mungkin ia tidak akan memakai baju. Kalau begitu, Bella akan lebih memilih untuk mengurung dirinya di kamar.

Bella mendesah lelah. Dia mencoba berpikir logis saat matanya menangkap lemari besar yang berada di dalam kamarnya.

Dengan sehelai handuk yang membungkus tubuh, Bella mulai mendekat, dan berharap lemari tersebut ada isinya.

Dan benar saja! Terdapat banyak sekali baju bagus dengan merk mahal yang menggantung di sana.

"Kapan baju-baju ini ada di sini?" gumam Bella pelan.

Tanpa berpikir panjang lagi, Bella segera memilih salah satu baju yang tergantung dengan indah di dalam lemari itu. Memakainya cepat sebelum pria arogan itu datang dan kembali memberinya ucapan pedas karena tidak lekas turun.

Bella terlihat berkali-kali lipat lebih cantik setelah dia memakai dress hijau muda tanpa lengan dan bawahan yang hanya lima belas senti meter di atas lutut.

Sangat seksi.

Bella mendengkus, dia tidak menemukan baju yang lebih panjang dari ini. Semuanya sama, rok dan celana tidak ada yang panjangnya melebihi lutut. Dan itu membuat Bella merasa tidak nyaman.

Apa seperti ini selera pria jahat itu? Wanita berpakaian seksi yang menggoda?

Cih.

Bella tidak punya niat sedikit pun untuk menggoda Stevano. Pria itu bengis dan Bella tidak menyukainya. Itu sangat menakutkan jika sewatu-waktu pria itu memukul Bella entah pada bagian mana. Bella yakin pria itu dapat membuatnya memar, atau bahkan patah tulang.

Membayangkannya saja sudah membuat Bella merinding.

Setelah menyisir rambutnya yang terurai kemana-mana. Bella lekas menuju pintu dan bersiap untuk turun.

Dan benar saja. Setelah Bella turun dan menuju ruang makan untuk ikut sarapan, Stevano sudah duduk pada salah satu kursi yang berada di sana. Tidak mengalihkan pandangannya pada Bella saat gadis itu mendekat.

"Kau tidak punya kaki? Lama sekali hanya untuk sekadar turun. Kau merangkak dari atas sampai sini?" ucap Stev.

Membuat Bella yang akan menarik kursi itu meringis. Mulut pria ini benar-benar menyakitkan.

"Maaf, Tuan." Bella menunduk, mengurungkan niatnya untuk duduk dan ikut bergabung makan dengan pria itu. Padahal perutnya sejak tadi malam terus meronta minta diisi.

Ya, Tuhan.

"Sudah kubilang panggil aku Stev! Kau pikir aku setua itu, hah?!"

Bella semakin takut. Yang bisa dia lakukan saat ini hanyalah menuruti keinginan dari pria itu agar tidak bertambah marah.

"Baik, Stev." Bella tidak berani menatap mata pria itu yang setajam elang dan siap menguliti orang hidup-hidup. Terlalu mengerikan hingga Bella hanya bisa menunduk dalam diam. Tidak berani bersuara.

Sementara Stevano menaikkan salah satu alisnya tinggi saat gadis di depannya itu tidak segera mengambil duduk dan hanya berdiri dalam kebisuan.

Lagi-lagi pria itu berdecak.

"Kau mau menjadi patung?" Stev berucap sarkas. Dan Bella hanya dapat bersabar dalam hati menghadapi segala ucapan pria itu yang menyakitkan.

Bella segera menarik kursi dan mendudukinya. Dia merasa canggung hanya makan berdua bersama Stevano. Mansion sebesar ini, apakah hanya dihuni oleh pria itu saja? Bella tidak lupa jika ada Lucy juga semalam. Tapi, Bella tidak tahu kemana Lucy pergi. Bella pikir Lucy juga tinggal di sini.

Sayang sekali mansion sebesar dan semewah ini sangat sepi.

Wanita itu tidak ingin begitu memikirkan hal lain yang tidak penting. Prioritasnya saat ini adalah makan, perutnya terus berbunyi saat melihat banyak makanan lezat yang tersaji di atas meja.

Bella benar-benar kelaparan sekarang. Dan Stev yang melihat itu hanya diam, tidak memberi komentar apapun pada gadis yang kini sedang makan seperti kucing kelaparan.

Stev tersenyum tipis. Bella memang kucing kecil yang menyedihkan.

Pria itu tidak lagi melanjutkan makannya kala dia melihat Bella yang sedang makan dengan lahap.

Menuangkan anggur pada gelas, lalu meminumnya perlahan. Merasakan sensasi dingin yang mengalir melewati tenggorokannya. Stev menjilat bibir bawahnya pelan kala merasa ada setitik anggur yang terlewat di sana.

Matanya tidak lepas dari Bella. Terus memperhatikannya seperti singa yang sedang membidik mangsa kecil seperti kelinci.

Dan kemudian pria itu tersenyum tipis. Bella bukanlah kelinci. Dia adalah kucing kecil yang masuk kedalam perangkap hidupnya.

Alis Stev saling bertautan saat Bella meletakkan alat makannya dengan pelan. Tidak melanjutkan kembali makan yang masih tersisa setengah. Tentu saja Stev bingung dengan ekspresi gadis itu yang tiba-tiba berubah. Menjadi lebih sedih.

"Kenapa? Makanannya tidak enak?" tanya Stev pada gadis itu.

Bella mengangkat wajah menghadap Stev dengan tatapan memohon.

"Stev ..." Bella memanggil pria itu dengan pelan, gadis itu terlihat seperti ingin menangis saat ini juga. Dan Stev tidak mengerti apa yang ada pada pikiran gadis itu.

"Hn?"

"Bolehkah aku ..." Bella menghela napas pendek sebelum melanjutkan, " ... melihat keadaan Sean?"

Tak.

Stev meletakkan gelas anggurnya pada meja, menimbulkan suara keras yang sangat kontras dengan keadaan ruang makan yang hening.

"Tidak boleh," desis pria itu.

Bella mendesah pendek, dia sudah menduga hal ini sebelumnya. Stev tidak akan dengan mudah membiarkan dirinya keluar untuk melihat keadaan Sean. Padahal, ia benar-benar khawatir dengan Sean sejak tadi malam.

Bagaimana kondisi Sean sekarang? Apakah sudah membaik atau belum?

Beberapa detik berlanjut, wanita itu kemudian mengambil napas banyak sebelum kembali berucap untuk memohon.

"Ijinkan aku keluar, Stev. Aku tidak akan kabur."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tawanan Tuan Mafia   64. Basah Bersama

    Bella dengan cepat menjauhkan dirinya dari Stev. Wanita itu memandang pria itu dengan waspada. Kalau-kalau pria ini berani berbuat macam-macam padanya. "Apa-apaan kau," ucap Bella dengan sebal. Wanita itu mengambil gelas yang tadi di hidangkan oleh salah satu pelayan di sini."Kau belum menjawab pertanyaanku," ucap Stev. Membuat Bella yang sedang minum itu menatap Stev dengan tatapan bertanya. "Apa?" tanya wanita itu. Dan Stev hanya mendesah pelan. Ia terlalu malas untuk mengulang perkataannya. Namun kali ini sepertinya ia harus kembali mengatakannya pada Bella. Pikiran wanita itu berjalan seperti siput, lambat sekali. "Kau tidak ingin bertanya mengapa aku membawamu kemari?" tanya Stev. Dan Bella yang menyadari jika Stev tadi juga berkata seperti itu hanya mendesah pelan. "Apakah aku harus bertanya seperti itu?" Wanita itu tidak membalas ucapan Stev dan malah balik bertanya.Stev tidak percaya jika Bella akan berkata seperti itu. Padahal wanita itu selalu ingin ikut campur urusan

  • Tawanan Tuan Mafia   63. Mansion Selatan

    ..."Wow! Ini menakjubkan, kurasa mansion ini lebih indah dari yang saat ini kau tinggali Stev," ucap Bella. Wanita itu menatap bangunan besar yang ada di hadapannya. Di setiap sisi mansion itu terlihat beberapa pohon besar tumbuh dengan taman di depan mansion tersebut, terlihat rindang dan menyejukkan mata.Tampak lebih hidup daripada mansion yang juga digunakan sebagai tempat tinggalnya. "Kau suka?" tanya pria itu masih dengan wajah datarnya yang membuat Bella mendengus pelan. "Tentu saja aku suka. Siapa yang tidak akan suka tinggal di tempat cantik seperti ini? Ini seperti sebuah cerita dalam novel. Hanya saja ini nyata dan bukan fiksi," balas Bella. "Kalau begitu ayo masuk," ucap Stev sembari berjalan. Membiarkan Bella mengikutinya dari belakang. "Apa di sini ada orang?" tanya Bella pada pria yang berjalan di sebelahnya itu. Akhirnya Bella berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Stev. "Ada." Pria itu membalas singkat. "Apa mereka keluargamu?" tanya Bella lagi. Dan pria it

  • Tawanan Tuan Mafia   62. Rencana Ellen

    Stev mendesah pelan saat pria itu melihat Bella masih terbaring di atas ranjang dengan nyamannya. Tanpa tahu jika dirinya sudah memandang penuh ke arah wanita itu lebih dari sepuluh menit. Ia melihat jam yang ada pada pergelangan tangan besarnya. Padahal waktu yang tertera masih setengah lima pagi, dan Stev sudah siap dengan pakaiannya yang rapi. Ia melesak masuk ke dalam kamar Bella tanpa permisi, dan dengan gerakan cepat tangannya menyingkap selimut yang Bella kenakan hingga membuat gadis itu menggigil kedinginan. "Bangun," ucap Stev pada wanita itu. Dan bukannya bangun, Bella malah berbalik memunggungi Stev dengan tangan yang terus menggapai-gapai di mana selimutnya berada. "Bangun atau aku akan memakanmu saat ini juga," ucap Stev sekali lagi. Dan anehnya, Bella langsung membuka kedua matanya. Gadis itu seperti mendengar suara Stev di kamarnya. Bella berpikir jika itu pasti mimpi. Dia tidak mempedulikan hal ini dan kembali menutup mata, tubuhnya begitu lelah karena ia tidur te

  • Tawanan Tuan Mafia   61. Bukan Tipe Penurut

    "Lucy akan kembali besok. Kita akan berangkat pagi-pagi sekali. Menggunakan helikopter," balas Stev. Membiarkan Bella membulatkan bibirnya tak percaya. "Apa? Jangan bilang kau belum pernah naik helikopter," ucap Stev yang ternyata tepat. Gadis itu memang belum pernah menaiki helikopter, namun ia pernah melihat benda terbang itu. "Aku memang belum pernah," ucap Bella sembari terkekeh pelan. Dan Stev hanya mendecih mendengar perkataan wanita itu. "Dasar miskin.""Ck! Kau tidak boleh bicara seperti itu meski pun kau orang kaya, Stev! Akan ada saatnya kau di bawah nanti. Lihat saja," balas Bella."Kau sedang mengancamku atau mendoakan aku?" "Terserah kau mau menganggapnya apa," balas Bella. Wanita itu kini lebih memfokuskan diri untuk memasak daripada berbicara dengan Stev yang tidak terlalu penting itu. "Kau membuat apa?" tanya Stev. Pria itu berdiri tepat di belakang Bella, membuat wanita itu menghela napas pelan. "Jauhkan wajahmu dari sana, sebelum aku menyiram wajahmu denga air

  • Tawanan Tuan Mafia   60. Diam-diam

    Stev menaikkan salah satu alisnya ke atas saat ia melihat Bella menghentikan langkahnya. Wanita itu seperti ragu untuk untuk melangkah masuk ke kamar Ellen. Jadi, yang dilakukannya saat ini hanyalah diam di tempat berdirinya. "Kau tidak mau masuk?" tanya Stev. Pria itu mendekat ke arah Bella dengan langkah kakinya yang lebar-lebar."Apakah dia akan memperbolehkan masuk ke sana?" tanya Bella. Ia tidak yakin jika Ellen akan baik-baik saja dan menerima dirinya. Wanita itu pasti akan langsung mengusir Bella saat Bella hanya baru satu kali melangkah ke dalam kamar wanita itu. Sementara Stev hanya mengendikkan bahunya acuh. "Entahlah. Mungkin iya, mungkin juga tidak. Bukankah kau sendiri yang bilang jika ingin ke kamarnya?" tanya Stev. Dan tidak ada yang Bella lakukan selain hanya menghela napas pelan sembari mengangguk."Baiklah," balas wanita itu dengan yakin. Ya, setidaknya ia harus mencoba terlebih dahulu. Dan jika Ellen mengusirnya Bella hanya bisa menuruti permintaan wanita itu.

  • Tawanan Tuan Mafia   59. Melebihi Ekspektasi

    Bella mengerutkan dahi saat dirinya hanya mendapati Lucy yang sendirian."Di mana dua sahabatmu itu?" tanya Bella sembari berjalan masuk ke dalam. Sementara Lucy hanya mendengus pelan mendengar pertanyaan Bella. "Yang kau maksud itu mereka berdua atau hanya Stev saja?" tanya Lucy. Pria itu sedikit tidak yakin jika Bella benar-benar bertanya di mana Ellen berada. Dan Bella hanya memutar kedua bola matanya dengan malas. "Aku tidak peduli dengan pria arogan itu," balas Bella. Tampaknya wanita itu langsung berubah mood menjadi buruk saat mendengar nama Stev yang Lucy ucapkan."Siapa yang kau sebut pria arogan?" ucap suara baritone di belakang Bella. Membuat Bella melotot seketika. Ia menoleh ke belakang, dan menemukan Stev sedang berdiri di belakangnya dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Pria itu menaikkan sedikit dagunya dengan angkuh. Membuat Bella yang melihat itu mendengus. "Kau tidak perlu tahu siapa pria itu," balas Bella dengan nada suara yang sedikit ketus. Memb

  • Tawanan Tuan Mafia   58. Gadis Lily

    "Hati-hati di jalan, Bella!" ucap Freya. Wanita itu melambai ke arah Bella dengan senyum manis yang tersemat di bibir.Sementara Bella hanya mengangguk singkat pada wanita itu. Ia lalu keluar dari Jenjay dengan langit yang sudah mulai berganti warna.Saat dirinya berjalan hendak pulang, tiba-tiba saja seorang anak kecil berwajah manis menghampirinya dengan keranjang bunga yang menggantung di lengan anak kecil itu. "Kakak. Belilah bunga ini, ini sangat cocok dengan kakak yang cantik," ucap gadis kecil itu sembari menyodorkan setangkai bunga lily pada Bella disertai senyum yang menggemaskan.Bella terpaku di tempat. Ia tidak menyangka jika gadis kecil itu menjual bunga sendirian di sini. Tanpa seseorang yang mendampinginya. Apa anak kecil itu tidak takut tersesat? "Bunga yang cantik, aku akan membelinya beberapa tangkai," balas Bella. Ia pun berjongkok, menyetarakan tinggi badannya dengan tinggi badan gadis kecil tersebut. Sementara gadis kecil itu tiba-tiba mengerjap senang. "Benar

  • Tawanan Tuan Mafia   57. Segalanya di Masa Lalu

    "Dia benar-benar hebat, Bos. Kemampuannya dalam meretas keamanan dan membuat strategi tidak main-main. Aku pernah sekali menghadapinya. Saat itu aku yakin jika aku bisa mengalahkan wanita itu karena dia yang terdesak sendirian tanpa Stev dan Lucy di sana. Namun, dia berhasil membalikkan keadaan dan balas menyerangku dengan beberapa orang yang aku bawa. Aku beruntung, aku tidak mati saat itu juga karena dia yang membiarkanku pergi," ucap pria itu. Sementara bosnya itu hanya mengangguk-angukkan kepala sembari mendesis pelan. "Wanita itu ... aku ingin mendapatkannya," ucapnya dingin.Membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu membelalakkan mata. "Tapi, Bos. Itu sepertinya tidak mungkin, dia adalah musuh kita." Satu-satunya wanita yang ada di sana menolak keras keinginan bosnya itu. "Apa kau takut jika dia akan mengalahkanmu, Vivie?" tanya pria itu sembari menatap datar pada wanita di hadapannya. Ia tahu dengan persis apa yang sedang di pikirkan wanita itu. Vivie menggeleng pe

  • Tawanan Tuan Mafia   56. Harapan Kecil

    "Terima kasih, Stev."Stev tidak menjawab. Melainkan hanya mengangguk pelan pada gadis itu tanpa berniat membuka mulut untuk mengeluarkan suara. Sementara Bella yang sudah hafal dengan persis kebiasaan Stev itu hanya bisa tersenyum masam. Ia maklum dengan pria yang menurutnya sangat irit bicara itu. Namun, jika sekali saja Stev berucap. Suara pria itu akan terdengar sangat seksi hingga membuat orang yang mendengarnya merasa tergoda untuk mendekat.Mobil pria itu kembali berjalan. Meninggalkan Bella di depan gedung tempat kerja gadis itu. Bella hanya mendesah pelan sembari menatap kepergian mobil Stev yang semakin lama semakin menjauh. Gadis itu kemudian membalikkan badannya dan memasuki tempat kerjanya dengan langkah senang. Tanpa tahu, jika orang yang sedari tadi berdiri di dalam Jenjay mengamati Bella yang sedang berbicara dengan Stev. Ia dapat melihat Bella yang tersenyum dengan manis pada seseorang yang ada di dalam mobil tersebut. "Ada apa, Ketua?" tanya seseorang yang kini

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status