Share

Chapter 4

"Gue bener-bener minta maaf sama lo semua ya? Gegara gue ketiduran jadi kalian pada ikutan kena hukum. Maaf ya?" Ibell meminta maaf pada Reno.

"Ya udah deh Bell, namanya juga musabah eh musibah. Gue mah kagak ngapa-ngapa. Asal ada Neng Lea yang nemenin Akang Reno berjuang menghadap bendera di mari." Reno yang sepertinya naksir si imut Lea mulai modus-modus busuk omongannya.

"Ish, najis gue deket-deket gembel buluk kayak lo," cibir Lea. Dan Reno pun menanggapinya dengan tawa berderai saja mendengar omelan kesal Lea. Emang ya, kalau udah cinta, diomelin pun berasa di dipuji-puji aja perasaannya.

"Gue juga sebenernya nggak keberatan sih dihukum. Secara 'kan harusnya kita ngerjainnya rame-rame. Tapi kami malah nyuruh lo sendiri yang ngerjain," aku Armita pasrah.

"Masalahnya sekarang, gue semalem baru derma med muka imut gue ini.Tapi tetiba dijemur kayak ikan asin begini pegimane kagak gosong ntar muka cantik gue coba?" Armita tampak meringis-ringis, karena kulit mukanya mulai terasa pedih akibat terpapar sinar terik matahari.

"Ah lo mau di derma med kek, facial kek, masker kek, emang muka lo gitu-gitu aje kagak ada perubahan yang signifikan. Kecuali lo sedot lemak noh, baru langsung keliatan hasilnya."

Galih membalas kata-kata Armita dengan mulut lemesnya. Mereka berdua memang mirip sekali dengan Tom dan Jerry. Armita meradang. Ia seketika mengangkat tangan ingin menonjok wajah Galih. Namun ia mendadak mengurungkan niatnya. Armita sadar kalau mereka semua sedang dihukum.

Sementara itu, suara daging yang saling bertumbukkan, ditambah teriak-teriakan penuh emosi terdengar dari arah lapangan basket. Mereka berdelapan sontak mengalihkan pandangan pada sumber keributan.

Dari jarak sekitar sembilan meter dari tempatnya dihukum, Ibell masih bisa melihat jelas perkelahian Galaksi dan Arjuna. Begitu juga dengan suara makian-makian kasar keduanya.

"Eh kampret, kalo lo emang nggak senang sama gue, lo nggak perlu ya ngehina-hina itu MABA sampe segitunya. Fine dia salah dan lo sah-sah aja ngehukum dia. Tapi lo nggak berhak mengintimidasi dia atas hal-hal yang terjadi di luar kampus. Maksud lo apa bilang-bilang kalo gue baru keluar dari rumahnya jam 11 malam? Apa itu juga termasuk bagian dari tugas lo sebagai panitia, sampai lo nguntit kehidupan MABA  di luar kampus? Dasar bangke lo! Bawa-bawa masalah pribadi dalam tugas lo sebagai panitia. Cuih!" Galaksi menghajar Arjuna seraya memaki-maki. Mereka berdelapan pun makin semangat menonton.

"Kalo emang si Sharena lebih milih gue buat jadi temen ena ena nya daripada lo yang justru mendambakan cintanya, itu sih DL alias Derita Lo!" Galaksi berdecih sambil meludah ke tanah.

"Orang-orang nggak bermoral kayak lo ini emang cocoknya dimusnahkan dari muka bumi. Tiap hari kerja lo cuma ngerusak anak orang. Emangnya lo nggak punya ibu sampe lo tega selalu mainin semua perempuan yang suka sama lo? Nggak merasa kasihan gitu sama gender yang sama dengan Ibu yang udah ngelahirin lo ke dunia?" Kali ini giliran Arjuna yang memaki-maki.

"Memangnya lo bakalan nolak kalo lo diempanin ena ena sama cewek. Nggak usah munafik lo, Bro! Tapi walau gitu, gue juga pilih-pilih Bro. Kalo ceweknya murahan kayak Sinta adek lo sih, gratis juga gue ogah. Pasti udah sepet rasanya karena keseringan dipake orang."

"Muke gile lo! Anjin*! Ta*!" Arjuna mengamuk.

Dan suara-suara pukulan, tendangan dan makian kasar kembali terdengar. Para senior perempuan berupaya menghentikan perkelahian. Namun tidak jua berhasil memisahkan dua banteng yang sedang emosi ini. Perkelahian baru benar-benar bisa terhenti, setelah mereka dipisahkan oleh sesama senior laki-laki.

"Lo emang hebat ya Bell, bisa membuat duo ganteng gagah perkasa saling adu otot. Hebat! Hebat!" Malik dengan tangan kanan masih menghormat bendera, masih sempat-sempatnya menggoda Ibell. Ia menggunakan tangan kirinya menoel-noel lengan Ibell.

"Gue hebat?" Ibell memandang bingung Malik. Ia menyipitkan kedua matanya yang silau oleh teriknya matahari pukul dua belas siang.

"Emangnya gue ngelakuin apaan sampe lo bilang gue hebat? Perasaan dari tadi gue disini berdelapan sama lo lo semua." Ibell memandangi Malik dengan heran. Sementara yang dipandangi memutar bola matanya ke atas.

"Gue bingung Bell. Giliran ngomongin pasal-pasal berikut penjabarannya aja, otak lo langsung connect. Eh giliran ngomongin soal perasaan dan kepekaan, sensor lo langsung mati automatically. Parahhh euy!" Malik menepuk jidatnya sendiri dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya masih tetap setia menghormat bendera.

"Kepekaan itu memiliki dua arti yang homonim. Yaitu kepekaan secara kimia dan kepekaan secara nomina. Kepekaan dalam kimia itu berarti perihal peka ; mudah bergerak seperti neraca, timbangan dan sebagainya. Sedangkan kepekaan dalam ilmu nomina, berarti kesanggupan bereaksi terhadap suatu keadaan. Menurut lo, gue nggak peka dalam bidang ilmu yang mana, Lik?!" Ibell masih keukeuh meminta penjelasan dari Malik.

"Masyaalohhh nyesel gue ngomong masalah beginian sana lo, Bell. Serah lo dah mau ngomong apa juga. Lama-lama Gue ngeri setiap berinteraksi sama lo. Jangan-jangan otak lo itu berasal dari kloningan WIKIPEDIA ya?" Malik rasa-rasanya ingin melambaikan tangan ke kamera.

"WIKIPEDIA adalah-"

"STOPPPP! Lo bikin kepala gue yang udah mumet kepanasan jadi makin keliyengan aja. Ampunnn!Ampunnnn!" Malik membuat gerakan sungkem sekejab, sebelum kembali menghadap bendera.

"Hahahahaha!" Enam jenis tawa berbeda mengiringi Malik yang terlihat putus asa setiap ingin berbicara dengan Ibell. Sementara yang bersangkutan tenang-tenang saja tetap santai menghormat bendera. Seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa.

***

"Aduhhh Emakkkk, kaki gue peugeul poll berdiri hampir dua jam, Bray!" Panca duduk selonjoran di rerumputan setelah masa hukuman mereka habis. Sementara Amita, Lea dan Annisa sampai tidak sanggup berbicara saking pegal dan capeknya. Tiga wanita itu terkapar berbantalkan ransel mereka masing-masing.

"Bell, lo nggak capek kepanasan sampe dua jam? Mana sambil berdiri menghormat bendera lagi. Muka lo sampe merah padam begini. Gosong ntar muka lo kalo nggak cepet-cepet dipakein cream tabir surya. Pake nih punya Gue." Annisa mengangsurkan cream dalam wadah putih pada Ibell sambil tiduran di rerumputan.

"Nggak usah Nisa. Terima kasih atas tawarannya. Gue mah udah biasa kali kalo kena sinar matahari. Setiap jam 5 pagi gue udah jalan nitipin kue ke warung-warung sebelum ke sekolah. Nah terus pulang sekolah biasa gue naik sepeda lagi ngiderin kue-kue di komplek-komplek perumahan sekitar kontrakan gue. Sorenya gue juga masih nitipin macem-macem gorengan ke cafe-cafe tenda langganan gue. Jadi matahari mah udah jadi sahabat sejati gue. Buat apa ditakutin coba?" Tujuh kepala memandanginya ternganga.

"Sumpah lo itu huebuattt! Nyari duitnya all out." Kali ini Lea yang mengomentari.

"Bukan hebat kali Le, tapi harus. Kalau nggak gue sama si Mbok mau makan apa coba?" Ibell mengangkat kedua bahunya.

"Bokap nyokap lo emang nggak bantu nyari nafkah gitu?" Armita mulai kepo karena sifat penasaran akutnya. Wajah Ibell agak berubah mendengarnya. Ini lah hal yang paling ia hindari apabila berinteraksi dengan dengan orang-orang baru. Biasanya mereka pasti akan mulai menanyakan kehidupan pribadinya yang tidak seindah orang-orang lain. Dan itu makin mengiris-iris perasaannya sendiri.

"Mereka udah nggak ada."

"Oh jadi lo itu a-"

"Ibell, yok ikut kakak sebentar. Ada yang kakak mau omongin. Adek-adek kakak pinjem temannya sebentar ya?" Galaksi memberikan senyuman manis sehingga menghadirkan dekik kecil di kedua pipinya. Tujuh kepala mengangguk. Tiga di antaranya nyaris mimisan dan meneteskan air liur.

Galaksi membawa Ibell ke ruang Himpunan dan menyuruhnya duduk di sana. Beberapa mahasiswi wanita senior menatap tidak senang pada Ibell secara terang-terangan. Sementara yang ditatap malah balas menatap heran. Ibell bingung mengapa senior-seniornya itu tampak seolah-olah ingin mencekiknya.

"Kamu nggak diapa-apain 'kan sama Juna?" Galaksi menatap Ibell menyeluruh kesekujur tubuhnya. Seolah-olah meneliti apakah ada bagian yang terluka. Tatapannya agak lama terhenti dibagian dadanya.

Glek! Itu susu seger manggil banget ya minta diemutin. Sabar Gal, belum waktunya. Perempuan itu biasanya butuh dibaperin dulu, baru deh ditidurin. Kalau sudah bosan baru dilepehin. Simple as that!

"Nggak diapa-apain kok, Kak. Kami semua cuma disuruh menghormat bendera saja."

"Syukurlah kakak pikir dia macem-macemin kamu. Next kalau dia bertindak di luar kapasitas dia sebagai seorang senior kepada kamu, laporkan pada kakak. Oke?" Galaksi mengedipkan sebelah matanya dan mengelus pelan puncak kepalanya. Duh dada Ibell rasanya berdesir-desir dan detak jantungnya sepertinya jadi dua kali lebih cepat. Ibell baper untuk pertama kalinya. Ibell juga merasa jantungnya kembali deg-degan saat dipandangi dengan intensif oleh Galaksi.

"Wah... wah... Gal, roman-romannya nggak nyampe sebulan nih gaung kemenangannya? You're the real Badass!" Beberapa senior pria tampak menepuk-nepuk bahu Galaksi. Sebagian menyeringai dan menatap Ibell penuh minat. Galaksi hanya tertawa sumbang. Ia  memandang Ibell yang tampak sama sekali tidak memperdulikan ke empat rekannya yang berwajah adonis itu. Putri ompongnya memang istimewa. Ia tidak pernah memperhatikan apalagi mencari perhatian dari para pria yang biasanya menjadi topik utama pembicaraan gadis-gadis muda seusianya. Ibell memang unik. Parahnya lagi, Ibell tidak pernah sadar kalau dia itu sebenarnya sangat cantik.

"Kalau tidak ada hal lain lagi yang ingin dibicarakan, saya permisi dulu." Ibell menganggukkan kepalanya kepada empat seniornya dan  Galaksi dengan sopan. Masa istrirahat telah habis dan ia harus buru-buru kembali kebarisan. Baru saja Ibell melangkah keluar dari pintu Himpunan, tiba-tiba saja dia teringat bahwa ponselnya tertinggal di meja. Dengan langkah bergegas ia pun mulai mendorong pintu ruang Himpunan.

"Hebat ya lo Gal. Tiap kali kita ngadain taruhan, lo belum pernah kalah kayaknya ya? Etdah bakalan pada bolong nih kantong kami semua harus beliinn lo tu motor gede sebagai hadiah bukti keberhasilan lo ngedapetin Issabelle. Ck... ck... ck... Mata lo emang awas beut ya kalo ngeliat barang bagus? Tapi inget Bray, kalo lo udah bosen make doi, bagi-bagi dong sama kita-kita. Secara udah cakep, bodynya wuihhh napsuin beuttt. Duh Cenat cenut nih junior gue ngebayangin nya?"

"Beres. Gue mah biasanya nggak pernah lebih dari seminggu kalo make cewek. Pasti udah gue lepehin. Bosen! Lo pake deh tuh cewek bekasan gue sampe puas. Asal inget, doi lo bikin baper dulu. Ntar kalo rayuan gombal lo udah masuk ke hatinya, udah gampang. Lo tinggal eksekusi aja." Hehehe...

"Dasar penjahat kelamin kambuhan lo!" Hahahaha..."

Tawa berderai mengiringi kata-kata mesum Galaksi. Dia bahkan sempat ber high five ria dengan teman-temannya.

Ibell berdiri mematung di belakang mereka semua. Akhirnya kejadian lagi 'kan? Baru saja ia mau mencoba membuka hati untuk menerima orang lain dihatinya. Tapi nyatanya apa? Ia cuma dijadikan barang taruhan dan berencana dilepehin dalam kurun waktu seminggu oleh Galaksi. Ternyata memang di dunia ini tidak ada orang yang memang benar-benar tulus menyayanginya! Mommynya menganggapnya sebagai beban! Daddynya menyebutnya sebagai sebuah kesalahan! Kedua orang tua kandungnya saja tidak menyayanginya. Apalagi orang lain bukan? Mimpi saja kamu Ibell!

"Maaf, permisi. Saya mau mengambil ponsel saya yang ketinggalan." Suara canda diselingi oleh kalimat-kalimat cabul khas man talking itu pun terhenti mendadak.

Mereka semua terdiam saat melihat kedatangan tiba-tiba Ibell. Perubahan wajah yang paling signifikan itu adalah Galaksi. Entah kenapa perasaannya menjadi begitu tidak enak mengetahui Ibell pasti telah mendengar sebagian atau mungkin semua kata-kata yang berhamburan keluar dari mulut besarnya. Apalagi saat secara tidak sengaja pandangan Galaksi bersiribok dengan Ibell. Tatap matanya sudah tampak berbeda padanya. Ibell tidak terlihat marah. Tetapi sorot matanya tampak kosong. Galaksi tahu mendapatkan maaf dari orang yang sedang marah itu memang susah. Tetapi sulitnya akan menjadi berkali-kali lipat apabila mereka kecewa.

Arjuna Wigunatra

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status