Share

Chapter 1: Hay Keira!

Tahun ajaran baru selalu menjadi hal yang ditunggu-tunggu setiap calon peserta didik baru. Sensasi masuk sekolah baru, dengan teman-teman baru tentu saja sangat dinanti oleh semua siswa, apalagi remaja.

Tapi sepertinya tak begitu dengan Keira, gadis 15 tahun yang tahun ini akan masuk SMA. Entah kenapa ia super malas dan enggan untuk memulai sekolah, terlebih harus masuk ke sekolah asrama untuk pertama kalinya.

Malas!

Satu satunya hal yang dirasakan Keira, bahkan jika diberi satu kesempatan untuk meminta, ia ingin waktu segera berhenti saat itu juga.

Ia enggan bertemu teman baru, lingkurang baru yang mengharuskannya beradaptasi lagi. Apalagi sekolah dengan sistem asrama yang pasti akan sangat disiplin.

Memang, bukan tanpa alasan orang tua Keira memasukan anaknya ke sekolah asrama. Karena sekolah itu seperti sekolah keluarga, dimana dahulu ayah dan ibunya juga bersekolah di sekolah asrama yang sama.

Mereka berpikir bahwa sistem pendidikannya bagus dan berkualitas. Karena bagaimana pun juga pasti orang tua ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya.

"Masih kepikiran soal asrama?" Tanya Wendy, ibu Keira yang sepertinya menyadari gerak gerik anaknya yang tak begitu antusias untuk masuk ke sekolah asrama.

"Ibu serius memasukanku ke Pinewood?" Tanya Keira berulang kali pada ibunya, berharap ia mendapatkan jawaban berbeda.

"Ia Kei!"

Pinewood High School, salah satu sekolah swasta tertua dan terbaik di negeri ini. Mereka menyediakan sistem pendidikan paralel dari jenjang TK sampai Perguruan Tinggi. Namun tetap menerima siswa dari luar Pinewood saat tahun ajaran baru.

Nah, Keira adalah salah satu siswa yang diterima di Pinewood setelah melalui jalur seleksi yang cukup ketat, tak heran karena dia sebenarnya pintar dalam bidang akademis.

Tapi tidak dalam pergaulan, Keira cenderung introvert dan minim emosi. Temannya pun bisa dihitung dalam hitungan jari saja.

Meski Keira secara akademis mudah dan cepat menyesuaikan diri, namun kepribadiannya dan pergaulannya tidak secemerlang itu.

Itulah salah satu alasan ia malas masuk sekolah baru, pergi meninggalkan kota kelahirannya dan harus menempuh ratusan kilometer ke ibukota untuk bersekolah di Pinewood.

Padahal jika dilihat secara fisik, Keira bukanlah anak remaja dengan penampilan nerd. 

Bahkan boleh dibilang ia cukup piawai memadu padankan pakaian, ia juga tidak seperti gadis kutu buku dalam sinetron yang selalu berjalan menunduk di sepanjang koridor kelas untuk menghindar tatapan dengan teman sekolahnya.

Tingginya 159 cm, rambut ikalnya bergelantung di balik punggung, kebiasaannya enggan mengikat rambut dan lebih senang membiarkannya terurai, bahkan ia memiliki poni yang seringkali menutupi matanya.

Seolah tak mampu mengurus diri, Keira yang memiliki kulit putih pucat itu lebih sering tampil dengan sedikit acak-acakan.

Keira hanya menyadari bahwa dirinya memiliki hal yang aneh yang tak dimiliki orang lain, ia merasa berbeda saat berkumpul bersama teman-teman seumurannya.

Ada rasa tak nyaman yang membuatnya memilih berdiam diri atau menarik diri dari pergaulan.

“Kalau cerita pun mereka tak akan paham!” gumam Keira setiap kali menyadari keanehan yang ia miliki.

“Bu! Apakah ibu serius untuk memasukanku ke sekolah itu?” tanya Keira untuk kesekian kali dengan tampang yang sedikit kesal pada ibunya, Wendy Alamery.

Ibu Keira adalah seorang pengacara dengan perawakannya yang tinggi, mungkin itu salah satu yang diturunkannya pada Keira.

Untuk ukuran seorang ibu, Wendy memiliki tubuh langsing layaknya gadis, ini pastinya yang makin membuatnya awet muda dan tak menyangka bahwa wanita itu telah mempunyai anak gadis berumur 15 tahun.

“Ibu sangat serius! Lihat Kei, kita ada dimana sekarang!” Tegas Wendy mencoba menyadarkan anaknya bahwa mereka sudah menempuh perjalanan jauh ke ibu kota dan menempati rumah dinas baru ibunya.

“Setidaknya di sana kamu bisa berusaha untuk hidup lebih baik. Lagipula kamu telah lulus Ujian Masuk Pinewood dengan hasil yang memuaskan,” Sahut Wendy dengan bangga meyakinkan anaknya yang terlihat murung saat mendengar ucapannya itu.

“Maksud ibu?”

“Ya, maksud ibu, di asrama kamu akan belajar untuk hidup bersama dengan teman-temanmu, dan sayang juga kan sudah masuk lima besar, tapi mau disia-siakan.” tegas Wendy berharap tak ada lagi protes dari Keira, sejenak ia menaikkan kacamata berbingkai hitam yang melorot di hidungnya yang mungil.

“Aku benci teman! Mereka hanya bisa menghinaku dan menfitnahku seenaknya!” sungut Keira.

“Dan mengenai nilai ujian, aku pikir aku sudah sangat asal-asalan mengerjakannya!” keluh Keira, matanya yang bulat berkaca-kaca mengingat beberapa kejadian yang dialaminya saat SMP dan mengingat keanehan nilai yang tak disangka-sangka itu.

“Ingat baik-baik! Tak akan ada yang mengejekmu, menghinamu apalagi menfitnahmu seperti dulu di SMP! Kamu akan memulai hidup baru di sana tanpa ada yang mengenal siapa dirimu sebenarnya!”

“Dan percayalah bahwa takdir memang menginginkanmu di sana!” kembali lagi Wendy mencoba meyakinkan Keira yang semakin dibuat bingung dengan ucapan ibunya itu.

“Ibu berangkat dulu! Besok hari pertama ibu bekerja, jadi ibu harus melihat suasana di kantor baru, nanti sepulang dari kantor ibu akan menjemputmu dan kita akan pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli semua keperluan sekolahmu, jadi kamu bisa menunggu ibu di rumah!”

Wanita itu bergegas pergi dari hadapan anaknya yang hanya bisa terdiam lesu, sesaat kemudian suara mobil terdengar keluar dari halaman rumah yang berumput hijau.

Wanita itu benar-benar wanita karir yang sangat mengabdikaan diri pada pekerjaannya, padahal ia baru sampai di Ibu Kota, tapi pekerjaannya sudah lebih dulu menarik perhatiannya daripada anaknya atau rumah dinas barunya yang sepertinya lebih butuh pembenahan dan sentuhan seorang wanita.

Sekeras apapun Keira menolak masuk sekolah asrama itu, tapi ibunya bersikeras memasukan anak semata wayangnya ke sana. 

Berbagai alasan dan pertimbangan telah dilakukan oleh Wendy, bukan karena malas atau benci pada Keira, tapi menurutnya Keira harus bisa memulai hidupnya secara lebih mandiri dan bisa bersosialisasi dengan teman, dan ada satu hal yang menjadi alasan kuat Wendy yang tak pernah Keira ketahui. 

Walaupun begitu Keira tak sependapat dengan ibunya, karena berbagai kejadian yang dialami dalam hidupnya sejak ia masuk SMP, membuatnya malas bergaul dengan orang lain, dan cenderung antisosial.

“Bu! Apa ibu tak akan kesepian kalau aku nanti tinggal di asrama?” tanya Keira pada ibunya yang sedang mengemudikan sedan mungil berwarna merah menyala yang meluncur halus menuju pusat kota.

“Satu minggu sekali kamu akan pulang, dan kita akan menghabiskan akhir pekan bersama-sama! Jadi ibu tak kesepian, lagipula di kantor yang baru tadi sangat banyak kliennya, jadi mungkin ibu akan disibukkan dengan pekerjaan.” sahut Wendy tetap memandang lurus ke depan, tanpa menoleh pada Keira yang terlihat makin kecewa mendengar jawaban ibunya.

“Besok 15 Juli kan?” tanya Wendy dari balik kemudinya. 

“Benar!”

“Berarti besok usiamu genap 15 tahun, Kei!” 

“Sepertinya begitu!” sahut Keira tak bersemangat. 

“Kamu mau hadiah apa?”

“Entahlah! Mungkin tak jadi masuk sekolah asrama itu adalah hadiah terindah buatku!” jawab Keira dengan lemas, menatap wajah ibunya dari samping yang terlihat tersenyum.

“Sepertinya nanti akan ibu pilihkan sendiri hadiah untukmu,” Keira yang sudah yakin tak akan mendapatkan apa yang dia inginkan meski ibunya menanyakan keinginannya.

BMW merah itu segera memasuki halaman parkir sebuah pusat perbelanjaan besar di Ibu Kota. Beberapa menit kemudian dua orang penumpangnya terlihat keluar dari pintu depan di area parkir dan berjalan bersamaan menuju pintu masuk pusat perbelanjaan yang cukup besar.

“Ramai sekali!” gumam Keira saat memasuki pusat perbelanjaan yang baru pertama kali ia datangi, wangi kopi dari sebuah café ternama segera menyambut setiap pengunjung yang datang ke mall yang mayoritas dari mereka adalah anak muda seumuran Keira.

“Keperluan sekolahmu bisa didapatkan di lantai 2!” seru Wendy mengarahkan telunjuknya pada sebuah toko peralatan sekolah yang tampak dari lantai dasar, dan kelihatannya sangat lengkap dan ramai.

“Ibu pernah kesini sebelumnya?” tanya Keira bingung melihat ibunya yang sepertinya sudah hafal betul dengan tempat itu.

“Sebelum menikah dengan ayahmu dan pindah, ibu melanjutkan SMA dan kuliah di Ibu Kota Kei! Apa kamu lupa?” 

“O,iya! Tapi, aku tak akan melupakan kisah cinta ayah dan ibu yang mengharukan itu,” seru Keira datar menyinggung kisah cinta kedua orang tuanya yang bahkan boleh dibilang berantakan.

“Sudahlah! Jangan kamu bicarakan hal itu lagi! Sebaiknya cepat cari apa yang kamu perlukan dan tunggu ibu di sana!” perintah Wendy tak ingin mendengar putrinya melanjutkan pembicaraannya.

“Memangnya ibu mau kemana?”

“Ibu mau mencari sesuatu!” sahut Wendy setengah gugup, ia segera berlalu dari samping Keira yang menatapnya penuh curiga tanpa bisa melakukan apapun.

Keira segera menuruti perintah ibunya dan mengalihkan perhantiannya ke lantai 2. Ia melihat ke sekelilingnya hingga akhirnya berujung pada hembusan nafas yang segera menghembuskan poni di dahinya.

Tempat tinggal Keira bukanlah sebuah kota kecil yang sepi, tapi jika dibandingkan dengan Ibu Kota jelas lebih kecil.

Tatapan mata Keira sejenak tertarik untuk memperhatikan beberapa gerombolan remaja yang sedang berjalan beriringan dengan tawa dan candanya.

Keira kembali menghembuskan nafasnya saat para remaja itu melaluinya tanpa mempedulikannya sama sekali. Memang apa yang diharapkannya, toh mereka tak mengenal Keira.

Dalam suasana ramai seorang diri sebenarnya membuat Keira semakin aneh dan kikuk, ia kembali hanya berdiri di antara orang- orang yang lalu lalang. 

Kelemahan setiap berada di tempat baru, Keira selalu merasa asing dan ia selalu merasa seolah ada dunia baru yang ingin menyambutnya dengan penuh permasalahan.

”Aku tak boleh begini!” tegasnya dalam hati sebelum akhirnya Keira benar-benar berjalan menuju lantai 2.

”Di sini tak ada yang mengenaliku, dan tidak akan ada cerita- cerita aneh tentang kematian atau apa saja yang selalu menghantuiku, ini Ibu Kota yang jaraknya lebih dari 200 KM dari kota asalnya, mereka tak mungkin mengikutiku hingga sejauh ini.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status