Akad nikah Mas Byan dan Karin berjalan dengan lancar. Syukurlah tadi aku benar-benar bisa membujuk Aira agar tidak membatalkan pernikahan itu dengan alasan keduanya sudah terlanjur saling mencintai. Jadi kalaupun pernikahan itu dibatalkan, tetap masih ada kemungkinan Mas Byan dan Karin kembali menjalin cinta di belakangku dan itu jauh lebih menyakitkan.Para tamu undangan bergantian menyalami keduanya untuk mengucapkan selamat. Ada juga yang pamitan denganku. Sebagian di antara mereka menatapku dengan iba, entah iba yang mereka tampilkan di wajah itu jujur atau kemunafikan semata. Sebagiannya lagi tetap saja menggunjing dan mengeluarkan kalimat yang melukai perasaan. Berbisik tapi dengan suara yang sedikit keras mengatakan aku mandul atau bahkan tidak bisa memuaskan Mas Byan dari segi keseharian dan ranjang. Sungguh ironis sekali, padahal mereka yang julid itu semuanya berasal dari jenis wanita. Para tamu yang laki-laki cenderung diam saja tanpa ekspresi yang sirat kentara."Lihat Sal
Perseturuan tadi sudah berakhir dengan ibu yang menjadi penengah. Ibu menyuruh Mas Byan mengantarkan Karin ke rumah sakit untuk membuktikan apakah istri kedua suamiku itu benar-benar sedang hamil atau tidak.Namun mengingat hari sudah malam, jadilah ke rumah sakitnya ditunda besok pagi. Malam ini Mas Byan justru kembali tidur di kamar bersamaku. Itupun karena aku memang mengizinkannya.Aku yakin saat ini Mas Byan sedang merasa jijik dan tertipu dengan Karin. Malam pertama yang seharusnya mereka nikmati dengan memadu kasih sampai menjelang pagi justru berakhir dengan perseteruan hebat. Miris sekali.Meski aku dan Mas Byan tidur di atas ranjang yang sama, nyatanya kami berselimut kebekuan yang tak akan mencair. Aku sengaja meletakkan guling di tengah-tengah kami dan mengambil posisi berbaring di tepian ranjang. Aku tak ingin berdekatan dengan Mas Byan, apalagi disentuh. Aku mengizinkannya tidur di kamar ini bersamaku hanya semata-mata untuk memberi pelajaran pada Karin, si perebut laki
Baru kali ini aku memasuki kawasan hutan siluman saat benar-benar malam. Rasanya menguji nyali sekali. Untungnya aku sudah tahu mantra khusus yang harus dibaca saat baru memasuki kawasan ini agar para siluman mengenali bahwa manusia yang lewat saat ini adalah sekutu Mbah Gendis yang otomatis menjadi sekutu mereka juga. Jadi mereka tak mau benar-benar mengganggu. Meski sesekali mereka iseng mengetuk jendela mobil atau bermain di atas, tapi itu semua tak jadi masalah.Menurut penuturan Mbah Gendis, hanya beberapa manusia terpilih yang ditakdirkan untuk bisa melihat wujud mereka. Salah satunya adalah Mbak Iren. Namun aku tak bisa masuk ke dalam golongan itu karena suatu alasan yang aku sendiri tak mengetahui secara pasti apa alasannya. Bisa jadi karena aku masih sedikit penakut dan tidak memiliki mental yang kuat.Sesampainya di pekarangan Mbah Gendis, aku melihat ada beberapa orang. Apakah itu manusia?Aku pernah mendengar jika hantu dan sejenisnya menampakkan wujud, maka hanya hantu sa
Nyatanya, ucapan Lasmi dan Fredy terus membayangiku. Hari ini adalah hari yang dimaksud oleh Lasmi agar aku mau menemuinya. Namun aku masih ragu untuk melangkah. Aku banyak dibayangi oleh ketakutan yang tak berujung. Bagaimana jika Lasmi malah semakin mempersulit jalan hidupku?Waktu yang dijanjikan hanya tinggal beberapa jam lagi. Namun pagi ini aku memilih kembali ke kantor hukum untuk mengambil berkas pemindah tanganan seluruh aset Mas Byan ke tanganku. Semuanya harus diurus secepatnya sampai beres karena jujur aku sudah tidak tahan lagi untuk melampiaskan semuanya dan mengusir mereka "Ini surat-suratnya sudah selesai, Ibu Salma. Kalau berkas itu hilang dicuri dan sebagainya, Ibu tinggal membuat laporan kehilangan dan datang ke sini untuk mengambil salinannnya," ucap pegawai kantor hukum yang membantuku mewujudkan salah satu rencana indah pembalasan untuk perselingkuhan suamiku."Surat ini terjamin kekuatannya, kan, Pak?" tanyaku memastikan."Kami berani menjaminnya, Ibu. Tidak sa
"Aku takut membebani pikiran Bude Mar dengan masalahku yang dimadu. Jadi aku memutuskan untuk menginap di rumah teman aja."Mas Byan menatapku dengan pandangan ragu. Sementara aku sendiri memasang mimik dan gestur senatural mungkin agar suamiku itu tak curiga."Kenapa tak izin lagi sama Mas?""Aku tak ingin mengganggu pengantin baru. Apalagi malam itu kalian berseteru hebat, jadi aku tak ingin terlibat juga," jawabku sembari menundukkan kepala. Takut Mas Byan bisa menangkap kebohongan lewat mataku karena yang kutahu selama ini, tatapan mata tak bisa berbohong."Di rumah siapa kamu menginap? Anya atau Nadin?" tanya Mas Byan kembali mengintrogasi. Mas Byan memang sedikit banyak tahu tentang kedua temanku semasa kerja itu."Siapa aja asal itu membuatku nyaman," celutukku mulai kesal. Aku merasa seperti maling di sini."Kamu istri Mas, Salma. Sudah seharusnya Mas tahu kamu ke mana." tampaknya, Mas Byan juga mulai kesal."Kenapa sih, Mas? Atau Mas punya ancang-ancang untuk menikahi Anya at
"Dari mana aja kamu, Salma?" tanya Mas Byan ketika aku baru menganjakkan kaki di rumah. Kenapa, sih, hari ini aku harus diintrogasi oleh beberapa orang? Tadi pagi Karin, terus Pak Prasetyo itu, baru sekarang Mas Byan. "Ada urusan di luar, Mas," jawabku apa adanya. "Urusan apa yang membuatmu lupa pada rumah dan suami? Akhir-akhir ini kamu sering keluar rumah tanpa izin lagi." "Biasanya juga kalau aku keluar nggak perlu laporan terus sama Mas. Toh, Mas udah kasih izin aku usaha online, 'kan? Aku punya customer cash on delivery yang harus dilayanin juga. Lagian sekarang aku harus berusaha ekstra keras. Jaga-jaga kalau Mas benar-benar mencampakkanku, aku sudah siap." "Maksudmu apa?" "Mas sudah punya istri lain yang lebih sempurna. Ada kemungkinan 'kan kalau nggak lama lagi istri sah yang menemani dari nol ini terbuang. Miris sekali hidup," ucapku mencebik. "Jaga ucapanmu, Salma. Aku bukan laki-laki yang tak bertanggung jawab seperti itu. Lagian kamu sebagai istri juga terlalu semau s
Sesuai perjanjian, aku kembali ke Apartemen Nuri untuk bertemu dengan Lasmi. Ternyata saat aku datang, perempuan itu sudah menungguku di basemen."Apa kabar?" sapanya ramah. Berbeda sekali dengan malam itu."Aku baik."Kami sama-sama terdiam. Suasana jadi kaku karena aku sendiri pun tak tahu harus mengucapkan apa."Kenapa memilih datang ke sini?" tanyanya setelah keheningan menyelimuti kami selama beberapa saat."Aku hanya penasaran apa yang mau Kak Lasmi katakan padaku," ucapku jujur, meski belum sepenuhnya. Nyatanya, aku sedang mencari petunjuk bagaimana cara menyelamatkan anak dalam perutku ini dari belenggu Mbah Gendis."Katakan semuanya," balas Lasmi dengan nada bicara yang mulai dingin, begitupun dengan mimik wajahnya.Menurut analisa cepatku dan mengingat yang terjadi sebelum-sebelumnya, aku semakin yakin kalau sosok Lasmi ini bukan orang sembarangan. Dia dan suaminya itu terlalu misterius."Hanya itu," ucapku pada akhirnya. Aku takut terjebak lagi jika harus mengatakan semuany
Rumah yang menjadi saksi hari-hariku bersama Mas Byan sudah resmi beralih tangan. Beberapa hari lalu saat kujumpai calon pembelinya, orang itu hanya meminta video di beberapa sudut rumah. Ternyata prosesnya tak sesulit yang kubayangkan sebelumnya.Urusan peralihan nama di kantor hukum juga begitu mudah. Semua lancar jaya tanpa kendala. Mungkin itu yang dikatakan sebagai rezeki seorang istri yang tersakiti sepertiku."Kuat, Salma. Kamu sudah melakukan yang terbaik. Sekarang kamu menjadi Salma Nafisa yang begitu hebat," bisikku untuk menyemangati diri sendiri.Sejak pagi menjelang siang aku berada di kamar dengan pintu terkunci untuk memberskan semua barang-barangku tanpa terkecuali. Aku juga sudah mengundang jasa angkut untuk memindahkannya ke tempat tinggal yang baru. Sebentar lagi pickup-nya akan sampai.Aku memang mempersiapkan segalanya dengan matang. Untuk ruko aku memilih menyewa saja terlebih dahulu. Ruko dua lantai yang lokasinya begitu strategis. Aku memilih untuk pindah dari