Share

Unexpected Night

“KAU MERASA GERAH, ABIGAIL?” tanya Victor dengan bibir yang sejengkal lagi menyentuh bibir Abigail.

"Ya, ya, Victor. Rasanya sakit, aku merasa pusing, dan ini sangat panas. Bisakah kau mengantarku pulang? Kurasa, aku butuh istirahat."

"Yang kau perlukan saat ini bukan istirahat, Abigail. Aku bisa membantumu sekarang juga di sini."

Abigail mengernyit, bingung di setiap kata yang dilontarkan Victor. "Apa maksudmu?"

"Bercintalah denganku."

Mata Abigail membola, sontak menghadiahi tamparan keras di pipi Victor. "Kau gila! Lepaskan aku!"

"Tidak malam ini, Abigail. Kau milikku malam ini." Victor dengan kasar menarik gaun Abigail ke atas melewati kepala perempuan itu.

Abigail memberontak, mencakar, bahkan menendang apa pun untuk menghentikan Victor. "Bloody bastard, lepaskan aku! Kau berengsek, Victor! Aku tidak mau menjadi kekasihmu!"

"Kenapa mendadak marah sekali? Aku hanya mencoba membantumu melepas panas." Tatapan mata Victor turun ke dada Abigail.

Abigail memukul dada Victor sambil berteriak, "Kau sialan gila! Kau menjebakku! Lepaskan!"

Sebelum Victor melepas pengait bra Abigail, pintu kamar mandi terbuka dengan keras. Abigail tidak dapat melihat pelakunya karena terhalang dada Victor.

"Don’t touch her!" seru seseorang yang mendobrak pintu dengan suara rendah, tapi tajam di setiap katanya.

Suara itu berat dan seksi. Abigail tidak akan pernah melupakan suara Benjamin Marchetti.

Dengan langkah lebar Benjamin menghampiri Victor, menarik pria itu untuk menjauh dari Abigail. Lalu, satu pukulan mendarat di pelipisnya sebagai awal pertikaian. Pukulan-pukulan lain dari Benjamin terdengar lebih keras setelahnya. Tidak tinggal diam, Victor pun melawan, ia meninju wajah Benjamin hingga sudut bibir pria itu berdarah membuat Benjamin mendesis merasakan perih di sana.

"Kau pikir kau siapa berani menyentuh wajahku?!" Benjamin membentak sambil menyeka darah di sudut bibirnya.

Semakin marah, Benjamin mendaratkan tinjunya yang lain di pelipis Victor dan menendang perut pria itu hingga terkulai lemas di lantai.

“Putain (Fuck),” decak Victor.

"Jangan dekati Abigail lagi."

Benjamin langsung berlari ke arah Abigail yang terduduk lemas di lantai. Ia membantu Abigail memakai pakaiannya, lalu membopong perempuan itu ala bridal style keluar dari kapal pesiar yang mulai sepi.

"Benjamin," panggil Abigail, suaranya rendah, tetapi indah seperti lagu lark saat Benjamin menurunkannya di kursi penumpang Bugatti biru milik pria itu. "Terima kasih."

Benjamin mengangguk samar. Dia menutup pintu di sebelah Abigail, lalu duduk di sebelah Abigail sebelum menghidupkan mesin mobil.

***

Benjamin dengan hati-hati menurunkan Abigail ke ranjang. Perempuan itu masih setengah sadar saat memberikan cardlock pada pria itu, tetapi ia terlihat cukup tertekan karena menahan panas dan sesuatu yang ingin diledakkan dalam tubuhnya.

"Selamat tidur, Abigail-girl." Benjamin mengecup puncak kepala istrinya, menghirup dalam-dalam aroma kayu manis dari sampo perempuan itu. Setelahnya, ia menarik selimut untuk istrinya sampai dagu.

Abigail menahan pergelangan tangan Benjamin sebelum pria itu pergi. Matanya sayu sambil sibuk mengatur napas dan susah payah duduk di kepala ranjang. "Tetaplah tinggal. Kenapa hobi sekali pergi?"

Abigail mulai berbicara ngelantur karena efek kelebihan minuman beralkohol.

Benjamin menautkan alis, lalu duduk di tepi ranjang dan baru menyadari aroma alkohol dari istrinya.

"Kau mabuk." Benjamin mengusap lembut pipi Abigail dengan hati-hati seolah itu sesuatu yang mudah rapuh.

"Kenapa kau tidak pernah menjadi suami yang baik? Apa Monica Jaquetta memuaskanmu?" Abigail mencebikkan bibir, lalu bersandar di dada bidang Benjamin menghirup aroma musky cologne dari tubuh pria itu. "Aku merindukanmu, Ben. Aku selalu menunggumu setiap hari di rumah, bertanya-tanya kapan kau pulang atau kapan aku bisa memarahimu karena tidak pernah menanyakan kabarku. Kenapa kau berengsek? Kenapa aku mau menikahi pria brengsek sepertimu?"

Benjamin tertawa kecil mendengarnya. Dia mengelus rambut Abigail dan berbisik, "Tidurlah. Kau tampak lelah. Aku akan di sini menemanimu sampai kau tidur."

Abigail menurut, ia mulai membaringkan punggung. Melihat tingkah menggemaskan Abigail, Benjamin tidak tahan lagi mengabaikan bibir Abigail yang menawarkan sentuhan sensual di sana. Jadi, ia mengecup bibir istrinya, lalu berubah menjadi ciuman yang menuntut.

"You taste like a strawberry." Bibir Benjamin turun ke leher Abigail.

"Jangan lepaskan aku." Abigail menarik dasi Benjamin untuk semakin rapat padanya. "Miliki aku, Benjamin."

Benjamin menegakkan tulang ekornya, lalu menarik dagu Abigail dan menekannya kuat. "Tell me, bagian mana saja yang bajingan tadi sentuh darimu, Abigail?"

"Dia menciumku." Dengan tatapan sayu, Abigail membalas tatapan mata biru Benjamin yang terlihat seperti amukan badai.

Rahang Benjamin mengeras, mengingat bagaimana ia melihat Abigail setengah telanjang. Lalu, ia kembali mencium bibir Abigail. Sementara itu, Abigail merespons tindakan Benjamin dengan melepaskan tuksedo dan kancing kemeja pria itu.

"Bagian mana lagi, Abigail-girl?" Benjamin menunduk melihat Abigail di bawahnya tanpa melepaskan pandangan saat melepaskan tuksedo dan kemeja di lantai.

"Dia hanya mencium bibir," jawab Abigail, tapi perhatiannya tertuju pada otot-otot di perut Benjamin yang terdiri dari enam kotak. Jujur, Abigail tertarik untuk menjilatinya seperti menikmati gelato.

Benjamin menautkan alis, tatapannya serius, tapi lembut di saat yang bersamaan. Dia menekan bibir Abigail dengan ibu jarinya. Ia ingin berhenti, tetapi bibir itu seolah memanggilnya.

"Kau sudah dewasa, Abigail-girl. Berapa usiamu sekarang?"

"Dua puluh. Dua puluh tahun," jawab Abigail cepat.

Benjamin tersenyum kecil hampir tidak terlihat. "Happy birthday, Abigail-girl. Aku tahu itu terlambat."

"Aku … ingin hadiah. Apa kau bisa memenuhinya?" Abigail menggigit kelembutan bibir bawahnya.

"Katakan, Abigail-girl."

"M-miliki aku seutuhnya. Sentuh aku dibagian mana pun kau suka. I'm yours, aku istrimu, berikan aku hak yang seharusnya aku terima." Abigail mengangkat tangannya yang gemetar, memberanikan diri menyentuh rahang Benjamin.

Beberapa saat Benjamin menatap Abigail dengan rasa tak percaya, lalu termenung beberapa detik mencerna setiap kata yang keluar dari bibir perempuan itu. Kemudian, ia menemukan keinginan yang besar di mata perempuan itu dalam setiap kata yang diucapkan beberapa detik lalu.

Setelah beberapa detik tergelincir dalam kebisuan, Benjamin mulai berpindah posisi ke atas perut Abigail.

"Hadiahmu segera datang, Abigail-girl."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status