Share

08. Hari pernikahan

Karakteristik kampung yang mana gosip akan cepat menyebar luas memang benar adanya. Satu orang berbicara dengan satu orang lainnya. Kemudian satu orang lainnya kembali berbicara dengan geng ibu-ibu gosip dan kemudian menyebar luas lagi hingga seluruh kampung tau. Sehingga yang sedang dibicarakan itu menjadi hot news dan viral.

Dan Sarah seminggu yang lalu dari acara pertunangan hingga sekarang acara pernikahan akan digelar menjadi headline mulut ke mulut orang-orang di kampungnya.

“Anak bungsunya Pak Zaelani dijodohkan lagi, apa nggak memaksa kehendak anak kalau begitu?”

“Eh Bu Tiya nggak tau aja sih, calon lakinya itu kaya loh, kayak Hanum waktu dulu, suaminya kan kaya raya, sekarang pasti hidupnya tentram dan betah-betah aja, nggak kayak awal sampai menghebohkan kampung nolak perjodohan.”

“Maksudnya kok dijodoh-jodohkan segala, kalo memang berjodoh kan ketemu juga.”

“Duh Bu, aku kalo dijodohkan sama laki-laki kaya pasti mau-mau aja kok, nggak masalah awalnya di jodohkan.”

“Ngarep Wi Wi, harus sarjana dulu biar dapat laki kaya.”

Sarah sendiri tau dan sadar bahwa ia menjadi bahan gosipan tetangga-tetangga di kampungnya. Semenjak pertunangan berlangsung ia jarang keluar rumah. Segala persiapan pernikahan sudah diatur, ia hanya duduk manis dan memilih dari dua pilihan Umi, Mama dan Rafi. Seperti tentang kebaya, make up, undangan hingga dekorasi pelaminan. Sarah hanya ikut andil memilih dua pilihan yang sudah dipilih baik dari Umi, Mama dan calon suaminya sendiri.

Selebihnya Sarah hanya duduk, menerima teman-temannya yang datang ke rumah. Karena semenjak berita ia akan menikah, beberapa teman menghubunginya hanya untuk mempertanyakan bahwa berita itu benar atau tidak.

Seperti halnya Dilla, sahabat baiknya yang sedang bekerja di Jakarta itu langsung menghubungi Sarah begitu ia tau Sarah akan menikah.

“Gila sih Sar, mau nikah nggak bilang-bilang,” suara Dilla beberapa waktu lalu langsung memprotes lewat telepon.

“Aku tau dari Ibu, coba kalo Ibu ku nggak bilang, paling sampe sekarang aku nggak tau, parah bener.”

“Iya maaf Dil, ini juga mendadak.”

“Ya ngapain mendadak mendadak sih, kan aku jadi nggak bisa dateng.”

Sarah tidak bilang bahwa ia dijodohkan. Pasti Dilla sudah tau dari Ibunya yang merupakan tetangga kampung juga. Sarah hanya meminta do’a agar acaranya lancar.

Namun di lubuk hatinya, Sarah sangat gugup, hari demi hari berlalu untuk menuju hari acara berlangsung. Dan kegugupan itu tidak pernah hilang bahkan malah semakin menjadi. Seperti saat ini, ketika Sarah memperhatikan sosok dirinya di depan cermin, degupan jantungnya semakin menggila.

“Masyaallah.. Mbak Sarah semakin cantik nih,” ucap salah satu perias yang tadi bertugas memakaikan hijab untuk Sarah.

Sarah sendiri masih tertegun dengan penampilannya. Ia sekali lagi memperhatikan dengan seksama. Seorang gadis muda yang tak lain adalah dirinya memakai dress kebaya berwarna putih sedikit keabuan. Hijabnya juga berwarna putih menutupi dada, memakai riasan make up tidak begitu tebal sesuai keinginan Sarah sendiri. Ia juga memakai hiasan di kepalanya menjuntai hingga dahi. Cantik, puji Sarah sendiri.

“Sudah siap?”

Pertanyan yang terlontar dari arah belakang membuat Sarah menoleh. Kak Hanum dan Bang Rizam masuk dibarengi dengan tiga orang perias yang izin untuk keluar sebentar.

“Cantik banget adek aku,” ucap Kak Hanum menghampiri adik bungsunya itu. Bang Rizam merangkul pundak adiknya. Ia telah tiba tiga hari yang lalu sedangkan Kak Hanum baru kemarin ia sampai, bersama kedua anaknya dan suaminya.

“Dek, ikhlas kan?” tanya Rizam. Ia sudah khatam dengan karakter adiknya yang kepala batu, jadi ia agak kaget saat Sarah tidak melawan untuk di jodohkan.

“Ikhlas.. karena insyaallah Rafi lah jodoh kamu, walaupun cara pertemuan kalian seperti ini tapi Allah Maha tau segalanya, karena jalan yang bukan kamu mau bisa jadi yang terbaik untuk kamu Sar,” kata Hanum menasihati. Ia mengusap puncak kepala adik bungsunya sembari tersenyum menenangkan.

“Sekarang kita foto bertiga ya?” ucapnya sembari mengeluarkan ponsel. “Kakak sama Bang Rizam akan dampingi kamu sampai acara akad selesai,  kamu tenang ya Sar.” Kak Hanum kembali menenangkan.

Sedangkan Bang Rizam mencium puncak kepala adik bungsunya sembari berkata. “Adek Abang sekarang sudah dewasa, mau jadi istri orang.”

“Adudu jadi terharu.. hayuk foto dulu.”

Kak Hanum sudah siap dengan ponselnya. Mereka bertiga akhirnya foto bersama. Sarah sangat menyayangi kedua saudara kandungnya itu. Bang Rizam dan Kak Hanum tidak akan terganti dengan siapapun.

Dan setelah berfoto ria, Kak Hanum dan Bang Rizam mengajak Sarah untuk keluar karena mempelai pria dan keluarganya sudah datang. Mereka mengapit adik bungsunya menuju tempat terkumpulnya saksi dan calon suami yang sudah menunggu.

“Masyaallah, cantiknya..”

“Cantik.”

“Cantik sekali..”

Sarah berusaha menulikan bisik-bisik yang terdengar. Berusaha mengenyahkan malu karena menjadi pusat perhatian. Ia juga berusaha untuk tenang walaupun jantungnya keras berdetak.

“Sampai.”

Ucapan Hanum seketika menyadarkan Sarah yang sedari tadi fokus dengan usahanya. Hanum kemudian menuntun adiknya itu untuk duduk di sebuah bangku, tepat di samping laki-laki yang sedari tadi tidak melepaskan pandangan ke arah Sarah.

Rafi terpesona. Cantik, pikirnya.

“Kakak, Bang Rizam sama Umi ada di belakang, coba tarik nafas hembuskan, yang tenang jangan khawatir.”

Hanum berkata pada Sarah kemudian undur diri untuk duduk di sebelah suaminya. Sedangkan Rizam sebelum ikut undur diri, ia mengusap sayang kepala adiknya dan menepuk bahu calon iparnya memberikan semangat.

Telapak tangan Sarah berkeringat dingin, ia meremasnya dan semakin gugup saat merasakan ada yang memasangkan kain diatas kepalanya.

“Bismillah, Sarah.”

Ternyata Umi. Sarah pun mengikuti intruksi dan mengucapkan bismillah didalam hatinya. Ia berhadapan dengan Pak Samin yang mana merupakan penghulu di kampung. Sedangkan Rafi berhadapan dengan Abi. Sarah tidak menoleh ke samping, ia tidak menoleh pada calon suaminya. Bahkan ketika kata SAH berkumandang, Sarah tetap tidak menoleh pada Rafi. Ia menumpahkan segala rasa dengan meremas jarinya, haru, sedih, lega, bingung, khawatir semua menjadi satu di hari pernikahannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status