Hari ini Adhikari lewati dengan penuh suka cita. Semua pekerjaan kantornya ia lakukan dengan sangat baik dan cepat agar ia bisa pulang tepat waktu karena ia harus mengantarkan dompet ke rumah Kinanti. Efek Kinanti sangat dahsyat dalam hidupnya, Kinanti sekarang ini telah menjadi tujuan dalam hidupnya. Bahkan seharian ini Kinanti juga telah menguasai pikirannya.
Adhikari tersenyum seraya memasuki mobilnya dan segera melajukan mobilnya. Ia harus cepat sampai di rumah Kinanti. Mungkin saja saat ini gadis manis itu sudah menunggunya.
Setelah tiga puluh menit, Adhikari menghentikan mobilnya di depan pagar rumah Kinanti. Sebelum turun dari mobil ia terlebih dulu merapikan penampilannya. Setelah dirasa cukup, barulah ia turun dari mobil dan tak lupa ia juga membawa dompet milik Kinanti.
Adhikari memencet bel rumah Kinanti. Tak lama kemudian pintu terbuka. Ia langsung tersenyum kala yang pertama ia lihat di balik pintu adalah orang yang hari ini telah berhasil men
Sampai dalam rumah Adhikari dikejutkan oleh keberadaan Rosaline di rumahnya. Bukannya senang tapi tiba-tiba ia malah menjadi gugup. Ia bahkan lupa bahwa dari kemarin ia belum satu kali pun menghubungi atau mengirim pesan pada Rosaline.“Rose,” gumam Adhikari.“Adhi, kamu baru pulang? Aku nunggu kamu dari tadi.” Rosaline langsung berdiri dan berjalan menghampiri Adhikari yang saat ini berdiri mematung.“Rose, aku ... tadi aku—““Aku cemas mikirin kamu. Aku kira kamu marah sama aku soal kemarin.” Rosaline mendesah lega seraya menyugar rambutnya ke belakang. “Maafin aku karena udah berpikir buruk soal kamu. Ternyata kamu sibuk kerja di kantor sampai pulang selarut ini makanya kamu nggak sempat hubungin aku.”“I—iya,” sahut Adhikari gugup.“Adhi, kamu baru pulang? Kasihan loh Rosaline nunggu kamu p
Ivana berjalan menuju dapur untuk mengambil botol susu Marsya yang sudah dicuci mumpung putri kecilnya itu sudah tidur. Namun saat sampai dapur, ia terheran dengan mama mertuanya yang kini sedang tenggelam dalam lamunannya. Ia melempar pandangannya ke arah Laksmi yang saat ini sedang memotong sayuran untuk masak makan siang. Namun Laksmi malah mengendikkan bahunya pertanda jika ia pun juga tak tahu menahu soal mamanya yang sibuk melamun.“Mama ada masalah?” bisik Ivana di telinga Laksmi.“Nggak tahu. Dari tadi pagi udah kayak gitu, melamun terus,” bisik Laksmi.“Kamu coba tanya gih. Siapa tahu aja Mama mau cerita. Kasihan kan kalau Mama pendam sendiri masalahnya,” bisik Ivana.Laksmi menganggukan kepalanya dan menghentikan gerakan tangannya memotong sayuran. Ia lalu berjalan menghampiri mamanya sedangkan Ivana mengikutinya berjalan di belakang.“Mama.” Laksmi duduk di sebelah Ruwina namun mamany
Kini sudah sepekan setelah Adhikari mengatakan bahwa ia meminta kedua orangtuanya untuk melamarkan seorang gadis untuknya.Kemarin Ruwina dan Panji terkejut saat Adhikari memperlihatkan sebuah cincin yang akan Adhikari gunakan untuk melamar gadis yang saat ini sedang digilainya itu. Dengan terpaksa hari ini Ruwina mempersiapkan barang bawaan yang akan dibawa menuju rumah sang gadis yang sudah ia ketahui bernama Kinanti. Ini sudah menjadi keputusan putranya, jadi mau bagaimana ia menolak, tak akan bisa bila putranya sendiri juga masih ngotot. Toh hidup rumah tangga putranyalah yang nantinya akan menjalani.“Udah siap semua?” tanya Adhikari antusias.Di sini hanya Adhikari yang antusias, sedangkan anggota keluarga yang lainnya tak begitu antusias karena mereka masih terselimuti rasa bersalah kepada Rosaline. Mereka hanya mengikuti keinginan Adhikari saja.Semua keluarga Adhikari mengamati rumah bangunan tua bercat putih milik orangtua Kinanti in
Persiapan perniahan sudah hampir selesai. Bahkan undangan pun juga sudah jadi dua minggu sebelum hari pernikahan terlaksana. Semua serba cepat dan mendadak hingga nantinya acara benar-benar terselenggara dengan sangat sederhana di rumah Kinanti.Kinanti bahkan hanya membeli gaun pengantin sederhana. Meski begitu ia merasa tak sabar ingin segera menjadi seorang pengantin.Saat ini Kinanti sedang duduk di ruang tamu menunggu kedatangan Adhikari yang akan mengajaknya untuk mengambil souvenir pernikahan mereka. Ia harus sudah siap di depan rumah agar tak membuang-buang waktu karena setelah mengambil souvenir calon suaminya itu harus kembali lagi ke kantor.“Hai,” sapa Adhikari saat ia melihat Kinanti yang sudah siap membawa tasnya berdiri di ambang pintu.“Hai,” sapa Kinanti seraya tersenyum.“Udah siap kan?”“Iya, kita langsung berangkat aja,” ajak Kinanti.Adh
Seperti permintaan Rosaline kemarin yang ingin menonton bioskop bersama, kini Adhikari sudah berada di rumah Rosaline untuk terakhir kalinya mengajak Rosaline memenuhi keinginan kekasihnya itu sebelum ia menikah dengan Kinanti. Rosaline sudah siap menunggu kedatangan Adhikari di ruang tamu. Begitu ia melihat mobil Adhikari, ia langsung berjalan ke luar menyusul kekasihnya itu.“Hai,” sapa Rosaline. “Kita langsung pergi?”“Iya.” Rosaline langsung berjalan masuk ke mobil Adhikari.Adhikari pun mulai melajukan mobilnya. Di sepanjang perjalanan Rosaline menyenderkan tubuhnya ke bahu Adhikari hingga membuat Adhikari menyerngit heran karena sepanjang mereka menjalin hubungan sangat jarang Adhikari melihat Rosaline bertingkah manja seperti ini.
Butuh beberapa saat untuk Adhikari berdiri meninggalkan halaman rumah Rosaline padahal pintu rumah sudah tertutup kira-kira seperempat jam yang lalu. Tubuhnya terasa sakit apalagi dibagian wajahnya. Ia merasa bila sekujur tubuhnya remuk dan wajahnya juga terasa perih. Tadi ia tak membalas pukulan Benjamin yang membabi buta karena ia merasa bahwa ia pantas mendapatkan pukulan itu. Bahkan pukulan dan rasa sakit fisik yang saat ini ia rasakan tak ada artinya bila dibandingkan dengan rasa sakit yang sudah ia berikan kepada Rosaline dan keluarganya.Adhikari menjalankan mobilnya dengan perlahan karena ia harus menahan rasa sakit yang kini sedang ia derita. Saat sampai rumah ia berjalan tertatih memasuki rumah setelah memarkirkan mobilnya.“Adhi?!” Seru Ruwina yang melihat wajah Adhikari babak belur. Ia bahkan melihat jika putranya itu berjalan dengan susah payah seraya memegangi perutnya.“Adhi, kamu kenapa?!” Ruwina panik berlari menghampiri
Kondisi tubuh Adhikari yang terluka tak memungkinkan untuk berangkat bekerja. Bangun tidur bukannya semakin membaik tapi tubuhnya malah semakin terasa sakit. Saat melihat pantulan dirinya di depan cermin pun wajahnya terlihat lebam-lebam bahkan dipegang pun rasanya sakit.“Gimana keadaan kamu, Dhi?” tanya Badrika. Saat ini ia berdiri di ambang pintu kamar Adhikari.“Rasanya sakit semua badan aku. Kayaknya aku terpaksa harus bolos hari ini,” ucap Adhikari.“Ya sepertinya kamu memang butuh banyak istirahat hari ini. Semoga saja akhir-akhir ini kamu nggak ketemu sama Pak Benjamin lagi. Kalau enggak, mungkin luka kamu akan tambah banyak lagi. Pasti dia nggak akan melepaskan kamu gitu aja. Nggak lucu kan kalau pas acara pernikahan pengantin prianya babak belur dan pincang.” Ucap Badrika membuat Adhikari mendengus.“Suka banget ledekin orang susah. Tau adeknya lagi ketimpa musibah malah ngeledek,” ucap Adhikari.
Kinanti merasa ada yang janggal dengan sikap mertuanya dan juga saudara suaminya yang kini tentu saja sudah menjadi saudara iparnya juga. Hari ini hari pernikahannya dengan Adhikari tapi menurutnya keluarga Adhikari tak terlalu memperlihatkan kebahagiaan mereka. Rasa was-was mulai hinggap di hatinya, ia takut jika sebenarnya keluarga Adhikari tak menerimanya sebagai menantu.“Kinan.”Kinanti tersadar dari lamunannya saat pria yang ia cintai yang saat ini sudah resmi menjadi suaminya menyentuh bahunya.“Kamu kenapa kok malah melamun?” tanya Adhikari.“Enggak, aku cuma ngrasa capek aja,” sahut Kinanti dengan senyuman di bibirnya.“Bentar lagi kita istirahat kok. Tamunya juga udah pada pulang,” sahut Adhikari.