Masih dengan gaya berbusana yang sama, pria muda bermata hazel itu memasuki gedung Richmond untuk kedua kalinya. Kunjungannya kali ini tampak berbeda, karena seisi kantor tampak hormat kepadanya.
Sepertinya, apa yang terjadi pada Laura dan dua petugas keamanan kemarin cukup memberikan pelajaran bagi mereka. Kini para karyawan menghentikan kegiatan mereka dan berdiri serta menunduk hormat pada Nicko. Tentu saja mereka melakukan ini karena tak ingin kehilangan pekerjaan mereka. Atau mempermalukan diri dan membuat mereka kehilangan pamor, seperti sekretaris Laura. Sebenarnya Nicko ingin memecat Laura kemarin, tapi melihat dedikasi dan pengabdian yang diberikan pada Richmond selama ini, maka pantaslah untuk ia mendapat kesempatan kedua. Ditambah lagi, belum ada kandidat pengganti yang mampu menandingi kemampuan Laura.Melihat sikap para karyawan yang berlebihan, membuat Nicko sedikit risih. Ya ia memang ingin dihargaiJosephine duduk menghadap meja bundar bersama keluarga besarnya. Rapat yang diadakan klan Windsor kali ini dinilai mendadak, sampai-sampai Jo harus meninggalkan pekerjaannya mengurus gaji para karyawan."Sebenarnya ada apa kita harus berkumpul di sini?" pikir Josephine bertanya-tanya.Kembali Nyonya Besar Windsor menurunkan kacamatanya. Memandang anggota keluarganya satu per satu."Kalian pasti bertanya kenapa aku mengumpulkan kalian di sini?" tanya Elizabeth membuka percakapan.Tak seorangpun berani menyela saat Nyonya Besar berbicara. Sebagai anak maupun cucu, tentu saja mereka hanya bisa mendengarkan perkataan sang Nenek."Kalian tahu, kalau perusahaan kita saat ini mulai membaik. Apa yang diberikan Tuan Muda Richmond memberi pengaruh baik untuk perusahaan kita," Nenek mengawali."Betul sekali, kita patut berbangga karena perusahaan sekelas Richmond bersedia untuk bekerjasama dengan ki
Perempuan pirang itu tampak tak bersemangat dengan pekerjaannya. Meskipun begitu, ia tetap berusaha untuk bersikap profesional.Perasaan dongkol terus berkecamuk dalam batinnya, setiap ia melihat Damian berbincang dengan Nenek. Semakin sering melihat mereka, semakin kuat dugaannya kalau jabatan Damian memang sudah direncanakan sebelumnya."Menyebalkan," pikir Josephine.Ia masih ingat percakapan dengan suaminya semalam. Bagaimana laki-laki yang ia sayangi mengatakan kalau ia tidak akan membutuhkan jabatan general manager lagi.Kali ini dia merasa kecewa dengan Nicko. Ia merasa sang suami tidak lagi mendukungnya. Padahal Nicko sangat tahu kalau Josephine sangat mendambakan jabatan ini dan telah berusaha keras untuk itu.Josephine berbeda dengan Damian. Ia selalu mengerjakan seauatunya sendiri, tanpa ada dukungan dari Nenek ataupun orang tua. Sedangkan Damian selalu mendapatkan dukungan penuh, bahkan tunj
"Kau ini sombong sekali Jo, diajak bertukar pikiran saja tidak mau!" runtuk Damian.Dalam hati Josephine ingin tertawa, bagaimana mungkin sepupunya ini tidak tahu dan memanfaanfaatkan pool view untuk dinner mereka. Menyulap dan mendekor sedemikian rupa agar bisa terlihat lebih privat, atau menjadikan malam BBQ.Kedua anggota keluarga Windsor yang lain melirik Josephine menghakimi. Mereka jelas tak suka dengan ucapan yang baru saja terlontar dari perempuan bermata aqua ini."Kau ini kenapa? Apa kau sakit hati karena tidak jadi General Manager. Bukankah sudah Nenek jelaskan kalau keputusan ini dibuat karena Damian dinilai lebih mampu darimu!"Josephine mengembangkan senyum kemenangan dan menatap Nyonya besar. Dengan sopan ia pun berkata,"Nenek, bukan aku tak mau membantu Damian, tapi dia yang mampu saja tak sanggup memikirkan solusi untuk masalah ini. Apalagi aku yang kurang berpengalaman d
Nicko mendongak begitu perempuan itu menyebut kata sampah. Ia sangat tahu kalau kata itu ditujukan untuknya.Jika ia perhatikan, perempuan di hadapannya pastilah seorang sugarbaby, yang menggantungkan hidup mewah dengan melayani birahi pria hidung belang. Kuat dugaan Nicko kalau sebenarnya wanita ini yang menyembabkan Tuan Simon Will berada di ambang kebangkrutan."Sayang, dia siapa? Kenapa dibiarkan masuk ke hotel ini, nanti kalau hotel kita turun pamor bagaimana?" tanyanya manja.Simon Will sepertinya setuju dengan ungkapan perempuan peliharaannya, tapi melihat keberadaan Raymond, ia pun hanya diam. Mencoba menahan rasa risihnya terhadap pria berpakaian lusuh di sampingnya.Pria bertubuh seperti kentang ini pun mengangguk dan berbisik pada kekasihnya, tapi terdengar cukup jelas di telinga Nicko dan Raymond."Ssst, aku juga jijik melihatnya, tapi berhubung dia pengawal tamuku, jadi mau tak mau aku biarkan saj
Senyuman sinis terkembang di wajah Nicko saat mendengar pernyataan Raymond. Sepertinya wakilnya lebih tak terima akan hinaan yang ditujukan padanya.Perempuan itu bergeming begitu mendengar ucapan Tuan Evans. Ia tak bisa mengelak kebenaran yang diucapkan oleh calon klien dari Sugardaddynya.Simon Will yang baru saja datang tampak sedikit terkejut dengan apa yang dilihatnya. Tak terima akan penghakiman untuk Deborah kekasihnya. Terlebih saat melihat kekasihnya tertunduk lesu.Ingin sekali ia menegur pria berambut cokelat terang di sampingnya ini, tapi ia tak punya nyali. Lebih tepatnya sangat takut untuk kehilangan kesepakatan dengan klien prospektifnya.Ada tagihan 28 miliar dolar yang harus ia lunasi segera. Jika kliennya menawar empat puluh miliar tentu hotel ini akan dilepaskan olehnya.Simon Will sudah merencanakan untuk membayar semua hutangnya dan sisanya akan dipakai untuk hidup bersama Deborah dan meng
"Hmm, ternyata gembel sepertimu cerdas juga ya! Iya memang aku mengharapkan dirinya. Aku sudah tahu kalau Tuan Evans lebih bisa menjanjikan kemewahan padaku dibanding si gendut itu," kata Deborah dan disambut senyuman sinis oleh Nicko."Sekarang cepat ceritakan tentangnya padaku, agar aku bisa mendapatkan Tuan Evans. Nih untukmu!" kata Deborah melemparkan selembar lima dolar ke hadapan Nicko.Keangkuhan perempuan ini sepertinya tak berarti apa-apa bagi Nicko. Pemuda dengan celana jeans robek ini pun mengacuhkan uang yang baru saja dilemparkan oleh Deborah."Kenapa? Ayo ambil! Uang ini kan bisa kau pakai untuk membeli roti lapis. Harusnya kau berterima kasih karena aku sudah bersedia beramal padamu," ejek Deborah menunjuk lembaran uang yang kini jatuh di depan kakinya."Atau mungkin kurang ya! Hmm baiklah, aku akan menambah sepuluh dolar lagi, tapi kau harus bersujud di kakiku dan menjadi perantaraku untuk Tuan Evans," tambahnya kem
Sementara di Hotel Windsor ...Damian tampak bolak balik memeriksa dapur. Ia memerintahkan Chef untuk menyajikan hidangan terbaik untuk tamu istimewa mereka."Pastikan semua tersaji dengan baik, gunakan bahan yang fresh dan mewah. Kalian tahu kalau pihak Richmond akan datang pada perusahaan kita sore ini!" perintah Damian."Tapi Tuan, untuk persediaan ikan, baru ada besok pagi, untuk yang kali ini sudah dipesan oleh tamu dari Jepang," jawab Chef Kendrick pada Damian.Malam ini hotel mereka memang akan kedatangan tamu dari negeri matahari terbit. Mereka akan mengadakan jamuan makan malam dengan menu utama sushi dan sashimi."Kalau begitu kau ganti saja menu mereka dengan ikan beku, tak ada bedanya kan?"Chef Kendrick yang sudah berpengalaman dalam mengolah masakan ala Jepang itu pun menggeleng tak setuju. Ia sangat tahu kalau untuk membuat sushi ataupun
Tanpa sengaja Josephine menabrak seorang pria di koridor karyawan. Pria itu mengenakan celana panjang hitam dan kaos polo abu-abu, sambil menenteng tas ransel di punggungnya, seperti hendak pulang kerja."Chef Kendrick?" tegur Jo menatap pria di hadapannya."Nona Windsor, saya mohon maaf atas kesalahan yang saya perbuat semasa bergabung dengan perusahaan ini," katanya sambil membungkukkan badan.Perempuan berias tipis itu terhenyak dengan pernyataan juru masaknya. Mempertanyakan apa yang dimaksud dari permintaan maafnya."Maksud Anda bagaimana Chef? Tunggu, apa itu artinya Anda tidak lagi bekerja di sini?"Chef bertubuh kekar itu mengangguk, dan membenarkan ucapan dari manager keuangan di hotel."Tapi kenapa?" tanya Jo.Tentu saja pernyataan pamit dari Chef Kendrick benar-benar mengejutkan untuknya. Selama ini juru masaknya dikenal sangat tekun dan hebat. Beliau tidak hanya piawai dalam menyaj