“Ada apa Ress?” tanya Arya.
“Aku tidak tahu sampai kapan ada tanggal libur di kalender. Aku harap kamu bisa mengunjungiku di kota. Aku akan sangat merindukanmu.”
“Bukankah kamu akan bertunangan dua bulan lagi?”
“Lupakan tentang itu, Mas. Tolong hanya bahas kita berdua.”
“Maaf.”
“Jika aku bisa memilih, aku akan memilih pergi jauh bersama kamu tapi kamu yang menolaknya.” Air mata Ressa jatuh begitu saja tanpa bisa terbendung.
Arya yang panik mendekati Ressa dan mengusap air matanya. Ia tak peduli banyak pasang mata yang mengawasinya.
“Ressa sayang maafkan aku.”
Hanya itu kalimat yang keluar dari bibir Arya. Ressa menghambur ke pelukan Arya.“Mas, janji ya kita akan terus berusaha bersama untuk meyakinkan ayah,” ucap Ressa.
“Janji.”
Ressa melepas pelukannya da
Belum selesai Ressa mengelak, Tuan Sanjaya segera memotong, “Turun! Pindah ke depan! Hormati dia sebagai calon tunanganmu!”Ressa tak berani menjawab lagi, dengan kesal ia turun dan berpindah duduk di samping pengemudi.Gilang segera masuk ke mobil dan duduk sebagai pengemudi. Ia menoleh ke Ressa tapi pandangan Ressa ke arah lain. Ressa tidak ingin menatap calon tunangannya itu. Pandangan Gilang kembali ke arah depan. Entah apa yang dia pikirkan. Mobil melaju meninggalkan rumah megah di pinggiran kota.Tuan Sanjaya dan Nyonya Mira kembali masuk ke rumah. Namun baru saja mereka duduk di teras samping, terdengar bel pintu rumah yang berbunyi.Tanpa diperintah, Bi Inah, asisten rumah tangga keluarga Sanjaya, segera membukakan pintu. Ia tidak mengenali sosok yang datang, hanya mempersilakan masuk dan memberi tahu pada tuannya jika ada tamu yang ingin bertemu dengannya. Nyonya Mira mengisyaratkan untuk membuatkan teh pada Bi Inah
“Nah, udah sampe kota nih.” ujar Gilang yang sedari tadi terus berusaha mengajak Ressa mengobrol duluan. “Kita makan di luar dulu yuk, baru setelah itu aku antar kamu ke rumahmu,” ajak Gilang.Ressa menoleh pada Gilang, “rumah? Kontrakan kali.”“Ayahmu tadi bilang ke aku, kalau barang-barangmu sudah dipindahin ke rumah sama bibi dan paman yang jagain rumah ayahmu,” jelas Gilang.Tanpa bertanya ke Gilang, Ressa segera menelepon ayahnya. Bagaimana bisa ayahnya tidak meminta persetujuannya dulu, main pindah-pindah saja. Sangat tidak dibenarkan dalam kamus Ressa.“Halo Ayah, bener Ayah udah mindahin semua barang Ressa ke rumah?”“Kenapa enggak bilang ke Ressa?”“Oh”“Iya, Ayah.”“Iya.”“Oke.”Klik. Telepon ditutup. Air mukanya tidak bisa menyembunyikan kekesalannya. Tapi bagai
Dua bulan sudah berlalu sejak Ressa berangkat ke kota selepas acara pertemuan dua keluarga untuk menjodohkan putra putrinya. Tapi hingga kini masih belum ada acara pertunangan yang digelar. Ressa selalu mengulur-ulur waktu agar diundur pertunangannya.Ia sama sekali merasa belum siap jika harus terikat dengan Gilang. Tapi bagaimanapun juga ia tidak bisa menghindar terus menerus.Hari ini tuan Sanjaya ada pekerjaan di kota, ia dan istrinya bertolak menuju kota di pagi hari. Menjelang siang tuan Sanjaya mengurus pekerjaan hingga petang hari. Sedangkan nyonya Mira hanya menunggu di rumah. Di sana hanya ditemani bi Wati dan paman Toni saja. Karena ini hari aktif kerja, Ressa masih berada di kantor ketika mereka sampai di rumah.Sore hari, Ressa pulang ke rumah. Ia tahu di rumah ada ibunya. Pagi tadi ia sudah menerima pesan singkat dari ibunya jika mereka sudah sampai di rumah.“Ibu...!” seru Ressa dengan wajah yang lelah namu
Sejak obrolan dengan ayahnya sore itu, setiap malam Ressa tidak dapat tidur dengan nyenyak. Setiap detiknya selalu dihantui acara pertunangan yang bahkan tidak pernah ia sangkakan.“tidak bisa begini terus, aku harus bergerak,” gumam Ressa.Ia menelepon Gilang untuk bertemu di luar. Gilang memilih untuk bertemu di kafe. Ressa mengikuti kemauan Gilang sebab ia yang sangat ingin bertemu. Bukan kangen, tapi hendak berdiskusi dengan Gilang tentang pertunangan itu.Hari ini ia bertekad untuk menemui Gilang. Sepulang kerja, ia langsung menuju kafe, tempat di mana ia dan Gilang janjian akan bertemu.Ressa memarkirkan mobil dengan terburu-buru. Takut jika ia yang terlambat sebab di kantor tadi ada sedikit pekerjaan yang harus direvisi.Sesampainya di dalam kafe, tidak nampak batang hidung calon tunangannya itu.Di mana Gilang? Batin Ressa.Ia segera membuka ponselnya dan mengirim pesan jika
Seusai acara pertunangan, Ressa mengurung diri di kamar. Ia tak memedulikan kerabat yang datang ke rumah. Rasanya tidak kuat jika harus berpura-pura haha hihi tertawa bahagia di depan semua orang sementara hatinya merasakan kepedihan yang luar biasa.Ressa terduduk lesu di pinggir ranjang. Air matanya dibiarkan meleleh begitu saja. Ia sangat merasa bersalah pada Arya.Bagaimana bisa ia tadi mengangguk dan menjawab iya? Apakah tidak ada barang sedikit saja power untuk menggelengkan kepalanya?Ia menyambar ponsel di atas nakas yang sedari tadi tak tersentuh karena padatnya acara. Ada banyak notifikasi yang masuk. Ia mulai membaca satu per satu. Semua notifikasi datang dari teman-temannya dan teman-teman Gilang. Mereka mengucapkan selamat atas pertunangan Ressa dan Gilang.Gilang sialan! Untuk apa posting-posting foto pertunangan? Dia pikir aku bahagia dengan ini? Apa dia sengaja mau menyakitiku? Batin Ressa.Dari sekian banyak
Ressa menggeleng, “aku berharap kita bisa bersama.”“Aku tidak sanggup jika harus memutuskanmu. Tapi jujur saja aku terlalu sakit jika harus melihatmu bersama Gilang,” ujar Arya masih dengan nada datarnya.“Mas....”Ressa tidak tahu harus mengatakan apa. Posisinya juga memang salah. Ia mencintai Arya tapi malah bertunangan dengan Gilang.“Ress, sejujurnya aku tidak bisa memutuskanmu, faktanya aku masih sangat mencintaimu.”Ressa masih terdiam.Arya menarik nafas panjang, “tapi aku mengikhlaskan kamu dengan Gilang. Aku harap kamu bisa menemukan kebahagiaanmu dengannya. Jika kamu perlu seseorang untuk mendengarkan ceritamu, aku selalu ada untukmu.”Arya tidak tegas memutuskan Ressa. Tapi ia membebaskan Ressa bersama Gilang.“Mas Arya, maafkan Ressa.”“Kamu tidak bersalah. Aku harus tahu juga posisiku. Aku akan jalani yang sudah
Ressa pulang ke rumah dengan langkah gontai, sama sekali tak ada semangat dalam dirinya. Ia masuk ke rumah melewati banyak kerabat yang sedang berbincang di ruang tamu. Tapi tak satu pun yang ia sapa. Ia bahkan tak memperhatikan ada siapa saja di dalam rumah.“Yang baru dilamar, lesu amat,” ujar Kak Nawa ketika melihat adiknya masuk ke rumah dengan raut muka yang ditekuk.“Diem deh Kak Nawa! Pertunangan ini terjadi karena ulah Kakak dan Bang Ali. Kalian berdua ikut turut andil menghancurkan hidupku!”“Menghancurkan? Kamu tuh harusnya bersyukur Kakak kenalin sama Gilang, dia anak baik, keturunan baik, good looking, good attitude, dan good rekening.”“Tapi Ressa enggak cinta. Kenapa Kak Nawa ikut campur urusan kehidupan Ressa sih?” tanya Ressa memasang muka kesal dengan kakaknya ini, “Sangat merepotkan!”“Apa maksud kamu bilang kakak merepotkan?” tanya Kak Nawa tak ka
“Ini permintaan ayah Ressa, mana bisa aku menolak.”“Kamu bisa menolaknya jika kamu punya hati.”Kalimatnya sengaja ditekan di frasa punya hati. Berharap Gilang akan menyadarinya.Memang Gilang sadar, tapi ia malah dengan sengaja mempermainkan emosi Arya, “ah, iya, hahaha, kamu ingin aku menolak gadis secantik Ressa? Oh, sepertinya aku berhadapan dengan orang yang picik!”Arya hanya bergeming.Sabar Ar, sabar, jangan terpancing emosi. Sabar Ar. Batin Arya.“Arya Permana! Aku tegaskan sekali lagi ya, Ressa itu sudah resmi dalam ikatan pertunangan denganku. Tahun depan kami akan menikah. Jangan pernah mencoba menggagalkan rencana pernikahanku dan Ressa. Mengerti?” ujar Gilang penuh dengan penekanan.“Aku mengerti,” jawab Arya, “silakan keluar dari kafeku ini jika tidak ada yang akan disampaikan lagi.”“Tidak perlu kamu usir pun a