Setelah aku melihat kunci kamar yang sudah ada di tangan Ellard, langsung saja aku menuju kearah tangga untuk pergi ke kamar penginapan kami. Ellard menyusul di belakangku. Kami menyusuri lantai demi lantai menuju lantai ketiga tempat kamar yang kami sewa.
“Azzo, santai dong jalannya gausah tergesa-gesa aku lagi pengen ngobrol dengan nona cantik itu lohh.. jarang-jarang kan ketemu wanita di perjalanan kita. Siapa tau bisa kunikahi hehe...”“Bodo amat El, aku dah capek mau tidur.”“Bukannya tadi baru aja tidur di goa? Masa udh ngantuk lagi? Cari alesan aja biar aku ga bisa punya cewe ya?”“Ish, tau ah. Tapi El, apa kau ga lapar? Aku kok lapar ya.” Aku memandangnya sinis, dan mengalihkan topik pembicaraan.Sebenarnya aku lumayan iri dengannya, dia kan bisa saja dapat pacar kapanpun, bahkan mungkin saja bisa langsung menikah. Tampangnya pun tidaklah jelek jadi memang mudah saja baginya mendapatkan wanita. Lah aku? Tubuhku seperti bocah begini mana ada yang mau denganku.“Boleh, karena kau membahasnya perutku jadi laper nih. Kita makan dulu yuk, aku mau makan nasi goreng buatanmu Azzo, masih ada kan sisanya yang kita masak di gua tadi?”“Iya masih, namun sepertinya cuman seporsi, barengan ya. Aku juga lumayan laper.”Tidak lama kami mengobrol, Sampailah kami di depan kamar 176. Kami membuka pintu kamarnya dan bersegeralah kami masuk untuk beristirahat.“Wah Azzo, keren ya kamarnya”“Iya El lumayan lah ya, meskipun katanya penginapan termurah di kota ini.”“Tapi aku tidak pernah melihat kamar model begini loh... gimana ya bilangnya bingung aku tidak punya kata yang tepat”“Modern maksudmu?”“Nah iya modern, selama ini penginapan yang kita sewa selalu biasa saja kan.”“Biasa saja lebih ke terkesan kuno dan seperti seadanya ya haha..”“Yah namanya juga tempat penginapan pengelana jadi kebanyakan ya sederhana saja”Setelah kulihat dan kukelilingi kamar ini, memang tidak salah ini seperti kamar penginapan layaknya hotel berbintang di dunia lamaku. Wajar bagiku untuk tidak terlalu terkejut melihatnya, namun Ellard yang sangat senang karena pertama kali melihatnya adalah suatu pemandangan langka bagiku. Kamar ini dilengkapi 2 kasur terpisah, 1 kamar mandi, meja dan kursi untuk menulis. Saat aku melihat ke dinding atas, aku melihat benda yang tidak asing bagiku. Ini kan AC?!“El, lihat itu. Itu benda apa ya?”Aku pura-pura tidak tau. Karena sewaktu aku berkeliling aku tidak menemukan benda yang mirip seperti remote untuk mengendalikan AC itu. Jadi secara teknis aku memang tidak tau itu benda apa.“Hmm... entahlah aku juga kurang tau Azzo, apa kita tanya ke resepsionisnya di bawah? Oh iya aku sudah lapar Azzo, cepat keluarin nasi gorengnya, aku udah lapar nih.”“Iya-iya nih, dibagi dua loh ya, jangan sampai aku tidak kebagian.”“Siap, nih punyamu.”Aku menerima nasi goreng bagianku yang sudah dibagi rata oleh Ellard. Sambil makan, kami mulai membahas rencana yang akan dilakukan untuk kedepannya, selama kami di Kota Sonnenstadt.“Azzo berhubung kita sudah sampai disini, kita harus memulai rencana kita secepatnya.”“Hm, benar. “Aku harus bertemu dengan delapan dewa surgawi, khususnya karena berada disini maka yang menguasai kota ini dahulu yang harus kutemui. Untuk menanyakan mengenai seputar duniaku kenapa terhubung dengan dunia ini, serta caranya untuk kembali. Sambil diam termenung.“Tapi sebelum itu, kita kehabisan uang Azzo. Tiga koin emas yang kita bayar untuk penginapan ini adalah uang terakhir kita. Kita harus menemukan cara supaya dapat uang di kota ini. Sudah tidak mungkin bagi kita untuk mulung artefak yang ada di reruntuhan dan dijual kan?”“Reruntuhan yang kita telusuri terakhir kali sekitar tiga bulan lalu, dan jaraknya sekitar lumayan jauh dari sini. Jika kita kesana dan kembali lagi kesini setidaknya akan membutuhkan waktu enam bulan.”“Yap, sangat melelahkan jika kita kesana dan hanya untuk mendapatkan beberapa keping emas. Dan jika kita kembali menghitung bekal dan perlengkapan lainnya selama perjalanan, hanya akan tersisa 3 koin emas seperti uang kita semula”“Bagaimana kalau kita mendaftar di guild petualang? Sepertinya kita bisa mendapatkan penghasilan juga dari sana. Mungkin lebih baik daripada kita menjadi pedagang artefak reruntuhan seperti biasa.”“Memang sih pedagang artefak uangnya sangat banyak, tapi untuk menelusuri reruntuhan biayanya juga tinggi. Tekanan sihir dan jiwa kita juga masih di tingkat emas dan perak, sungguh berat rasanya membayangkan beberapa tahun terakhir ini yang sudah kita lewati.”“Yah sebaiknya memang kita bekerja di guild petualang saja.” Sambil merebahkan diri ke kasur setelah makan nasi goreng.Kasurnya sangat nyaman, sungguh tidak terbayang kapan terakhir kali aku merasakan kasur seempuk ini. Aku sudah tidak ingat, mungkin saat terakhir kali adalah saat di duniaku dulu. Aku pun memejamkan mata menikmati kasur empuk ini.Ellard yang sudah selesai makan dan duduk di tempat duduk meja kerja disaat melihatku merebahkan diri ke kasur langsung ikutan rebahan di kasur kedua dekat pintu masuk.“Wah gila kasurnya enak sekali, baru pertama kali aku merasakan kasur seempuk ini, kira-kira terbuat dari bahan apa ya? Apakah memakai kapas seperti biasanya? Azzo woy, kasur ini enak banget kan buat rebahan?” Ellard mengajak bicara dan langsung melirikku yang tertidur di kasur sebelah karena tidak merespon pertanyaanya“Loh kok sudah tidur? Kan baru aja menyusun rencana ulang kita. Haduh dasar bocah.. Bahkan tas dan perlengkapan tidak dilepas dulu. Huft, merepotkan sekali bocah ini”Ellard langsung melepas tas dan pedang yang masih terpasang di tubuh Azzo, lalu menaruhnya ke atas meja. Setelah itu, tak lupa memasangkan selimut padanya. Supaya bisa tidur dengan nyenyak. Setelah melepas perlengkapannya juga Ellard juga langsung tertidur. Mereka tertidur dengan lelapnya, bahkan mereka sudah lupa mengenai benda mirip seperti AC yang ada di atas kamar mereka.............bersambung.............Azzo menggenggam tangan Selene dengan erat, air mata pun mengalir di pipinya. "Kami tidak akan pernah melupakanmu, Selene. Aku juga akan menyelesaikan labirin ini demi dirimu." Kata Ellard dengan suara bergetar. Dia seperti ingin menangin namun ditahannya, karena situasi saat ini yang tidak memungkinkan untuk berhenti dan berduka sejenak.“Selene... Hiks... Hiks...” Azzo menangis tersedu-sedu karena ini pertama kalinya menyaksikan seseorang yang dia kenal dengan sangat dekat pergi dari sisinya.Selene mengangguk pelan, lalu menutup matanya untuk terakhir kalinya. Kepergiannya meninggalkan luka mendalam di hati Azzo dan Ellard. Ellard yang melihat Selene seperti ingin menyerahkan tasnya kepadanya, segera memungut tas itu, dan membukanya.“El... Kenapa kau begitu?! Tidakkah itu kurang terhormat mengambil sesuatu dari mayat seseorang? Apalagi itu teman kita, apa kau sudah gila?!” Teriak Azzo protes terhadap tindakan Ellard.“Aku tau itu, tetapi tadi dia sepertinya berusaha menyerahkan t
Azzo meraba dinding labirin dengan tangan gemetar. Udara di dalamnya terasa lembap dan berbau pengap. Cahaya lilin yang mereka bawa hanya menerangi sedikit sekitar mereka. Azzo, yang biasanya penuh semangat, kini tampak lemah dan pucat. Dia masih terguncang oleh peristiwa tadi ketika Selene diculik oleh seseorang dengan kekuatan misterius.“Kita harus cepat menemukan Selene,” ucap Ellard dengan suara rendah. “Dia adalah kunci untuk mengungkap rahasia piramid ini.”Azzo mengangguk. Dia merasa bertanggung jawab atas nasib Selene, karena dahulu dialah yang menguji kekuatan dari Selene langsung saat pertama dia bergabung ke dalam kelompok. Mereka berjalan lebih dalam, mengikuti lorong-lorong gelap yang bercabang-cabang. Suara langkah mereka bergema di dinding-dinding batu. Tiba-tiba saja seiring mereka melangkah, mereka dihadapkan pada persimpangan tiga jalan.“Kita harus memilihnya dengan hati-hati,” kata Azzo. “Satu jalan bisa membawa kita ke Selene, yang lain mungkin mengarah pada sesu
Ini adalah daftar beberapa karakter yang pertama kali dibuat, sebelum akhirnya cerita dimulai. ------------------------------------------------- Nama : Azzo El-Hassan Alias : Pendekar Abadi, Pendekar Tanpa Suara Ras : Manusia Tidak Sempurna Jenis Kelamin : Laki-laki Umur Tubuh : 13 Tahun Hampir 14 Tahun (Saat Pertama Kali Tiba di Donya) Umur Asli : 24 Tahun (Saat ini) Tinggi Badan : 163cm Pekerjaan : Petualang Pekerjaan Sebelumnya : Pencari Artefak Independen Teknik : Ilmu Pedang Hampa Posisi : Pendekar Pedang Garis Depan Status : Abadi Sihir : - Aura : Abu-abu Tingkat Kekuatan : Perak 2 (Episode 1) Emas 2 (Sekarang, Belum Diukur Lagi) Peralatan : 1 Set Perlengkapan Petualang Warna Hitam Pedang Khas Elendig (Rusak/Diperbaiki) Silver Sword atau Pedang Silver (Sekarang) Kerabat : Ellard Vahran (Sahabat) Selene Aurelia (Sahabat) Seltsam Pioneer Nomor 3 - Iter ‘The Myth’, Larissa, Luna, Lisa (Guru) ------------------------------------------------- Nama : Ellard V
Saat ini kami tengah bersiap untuk menjelajah reruntuhan di dekat perbatasan antara daerah netral pegunungan Elendig dengan wilayah Mili wilayah dari Dewa Samudra Elaine ‘The Octagon’. Kami seringkali bertemu pengelana seperti kami yang memburu artefak dari dalam reruntuhan. Mereka bilang di daerah pegunungan ini terdapat semacam piramid yang menarik perhatian kami. Namun sebelum sampai di sana kami memutuskan untuk berkemah kembali di desa sekitar labirin itu.Malam itu, di bawah langit yang berkilauan, kami berkumpul di sekitar api unggun. Cahaya gemerlap memantul dari wajah-wajah kami yang lelah. Selene, dengan matanya yang tajam dan rambut hitamnya yang terurai, menatapku dengan sedikit kesal. Dia selalu lebih waspada, lebih cerdas dalam membaca tanda-tanda alam. Aku, Azzo, lebih suka bertindak dulu dan berpikir kemudian. Itu sebabnya kami sering berbenturan. Ini adalah kisah sebulan setelah kami bertualang dengan Selene.“Selene, kau bilang apa tadi mengenai daerah ini?” tanyaku.
Di sebuah desa yang diberkahi oleh para pemuda yang sangat berbakat untuk menjadi pendekar ataupun kesatria, terdapat seorang pemuda berambut merah yang sama sekali tidak menunjukkan bakatnya akan menjadi pendekar. Fisiknya sangatlah lemah, dia adalah Ellard Vahran. meskipun dia menyandang keturunan rambut merah yang kebanyakan dari mereka menjadi seorang pendekar.Dia hidup dengan rasa penasaran yang tak terpuaskan, kemana kekuatan pendekar dari keturunan rambut merah miliknya? Pertanyaan itu selalu berputar di benaknya. Meskipun fisiknya lemah dan tidak menonjolkan bakat sebagai pendekar, ada sesuatu yang tersembunyi dalam dirinya. Di mata orang lain, dia hanyalah seorang pemuda biasa yang tidak memiliki potensi. Dia tidak dianggap oleh sekelilingnya. Keluarga besarnya bahkan menolaknya, karena dia dianggap tidak berguna karena tidak bisa meneruskan keturunan pendekar rambut merah keluarga mereka. Meskipun Ellard menghadapi penolakan dari keluarga besarnya dan desa, ada dua orang y
Tahun D194, kami masih berada di daerah netral pegunungan Elendig. Pada suatu hari Aku dan Ellard bertemu dengan seorang petualang perempuan ketika kami sedang berkemah di salah satu puncak gunung di pegunungan Elendig di dekat kota kecil Vreven. Saat itu, angin malam membuat tubuhku menggigil ketika aku dan Ellard berkemah di puncak gunung. Api unggun kami berjuang melawan dingin yang menusuk tulang. Di antara gemuruh angin, sebuah bayangan muncul dari kegelapan. Seorang perempuan, langkahnya ringan seperti hembusan angin, mendekati kami.“Azzo, sepertinya kita kedatangan tamu tak diundang.” Ellard waspada“Beruang atau manusia El?” tanyaku.“Dari ukurannya yang kurasakan dengan sihir deteksiku sepertinya manusia. Hei kau keluarlah aku tau kau ada di sana!” teriak Ellard berusaha menghalau musuh.Bayangan orang yang muncul dari kegelapan itu semakin mendekat. Langkahnya ringan, seolah-olah dia menyatu dengan angin malam. Rambut biru langitnya tergerai, dan matanya memancarkan kecerda
Di tengah hutan yang lebat, dua pemuda Azzo dan Ellard memutuskan untuk beristirahat. Mereka sudah berjalan selama seharian dan rasanya hari mulai gelap. Cahaya matahari tembus melalui dedaunan sore hari, memberikan sentuhan hangat pada kulit mereka. Mereka melepas beban ransel dan duduk di atas akar yang menjulang. Ellard mengeluarkan peralatan makan mereka.“Azzo,” ujar Ellard.“Kita sudah lama berpetualang bersama, tapi ada satu hal yang belum pernah kita coba. Bagaimana kalau kita membuat sate di sini? Aku ingin kau mengajariku bagaimana cara membuatnya, apalagi bumbu yang kau gunakan itu... Apa namanya, saus sambal kacang ya? Itu benar-benar lezat.”Azzo tersenyum pada Ellard, mengangguk setuju. “Baiklah, Ellard,” katanya dengan semangat. “Kita akan membuat sate di tengah hutan ini. Tapi ingat, kita harus berhati-hati agar api tidak merembet ke sekitar dan mengganggu alam.”Mereka berdua mencari kayu-kayu kering untuk membuat api unggun. Azzo mengajari Ellard cara menyusun kayu s
Tiga tahun telah berlalu, tepatnya tahun D193. Kami tengah berada di Daratan Netral di pegunungan Elendig, wilayah yang tidak termasuk teritori dari Delapan Dewa Surgawi. Aku telah memutuskan untuk melakukan perjalanan bersama dengan temanku yang sekarang menjadi sahabatku Ellard. Dia adalah orang pertama yang kutemui dan dia mengajariku semuanya yang ada di dunia ini atau tempat yang disebut sebagai Donya. Dia bahkan mengajariku berbicara menggunakan bahasa di sini juga dengan membaca maupun menulis. Dia benar-benar orang baik yang sudah menyelamatkan hidupku.Aku dan Ellard terus melanjutkan perjalanan kami meskipun aku belum mengingat apapun yang terjadi dengan diriku yang sampai terlempar ke Donya, namun kami menyadari sesuatu hal baru. Seiring berjalannya waktu, tubuhku sama sekali tidak berubah meskipun sudah 3 tahun berjalan. Hal ini sering membuatku menjadi pusat perhatian dan menimbulkan banyak pertanyaan dari orang-orang yang kami temui, mengingat kami sempat sing
Sepuluh tahun yang lalu pada tahun D190, adalah kisah saat pertama kali aku tiba di Donya. Saat itu, aku hanyalah seorang anak biasa yang tidak tahu apa-apa tentang dunia luar. Aku membuka mataku perlahan, dan cahaya matahari yang menyilaukan membuatku menyipitkan mata. Aku merasakan tanah yang lembut di bawah tubuhku dan mendengar suara burung-burung berkicau di kejauhan. Aroma segar dedaunan dan tanah basah memenuhi hidungku, memberikan rasa tenang yang aneh. Aku mengedipkan mata beberapa kali, mencoba memahami di mana aku berada. Ini bukanlah tempat yang kukenal. Pepohonan tinggi menjulang di sekelilingku, disertai dengan langit biru cerah membentang tanpa awan. Aku merasa seperti berada jauh dari rumah.Aku bangkit dengan bersusah payah, merasakan tubuhku yang lemah dan kepala yang berdenyut. Di sekelilingku, pepohonan tinggi menjulang dengan dedaunan yang berwarna-warni, sesuatu yang belum pernah kulihat sebelumnya. Aku mencoba mengingat apa yang terjadi, tetapi ingata