Home / Fantasi / Terbangun: Ingatan Yang Hilang / Chapter 4: Kota Cahaya, Sonnenstadt II

Share

Chapter 4: Kota Cahaya, Sonnenstadt II

Author: Falazo
last update Last Updated: 2023-10-13 04:49:18

Di saat terlelap di penghujung tidurku, aku mendengar suara samar yang lama-lama semakin jelas. Suara itu memanggilku, memperingatiku? Apa yang dia katakan? awalnya aku tidak bisa mendengar, namun ketika suara itu semakin jelas itu seperti

“Azzo, Azzo, Azzo- Azzo awas !!!” seseorang berteriak memanggil namaku.

Aku berusaha mencarinya, namun Aku menyadari bahwa saat ini situasiku seperti sedang terjatuh. Terjatuh dalam kegelapan mimpi.

“Siapa itu yang memanggilku?!”

Aku berteriak karena tidak bisa mengingatnya, mengingat suara itu... suaranya seperti asing bagiku aku tidak mengingatnya, namun terasa hangat, terasa akrab. Aku berusaha mencari suaranya lagi dan lagi, namun hanya kegelapan yang terlihat di mataku, padahal aku sudah merasa membuka mataku selebar mungkin, namun aku tidak menemukannya. Tubuhku pun terus terjauh tanpa ujung, dan aku pun terbangun dari mimpi buruk itu.

“Huft... Huft... Huft... Apa itu tadi?”

Aku terbangun dengan bercucuran keringat. Aku merasa bahwa ini merupakan mimpi terjelasku selama ini. Terjelas karena aku bisa mendengar suara seseorang. Biasanya mimpiku hanyalah suatu gambaran satu arah, hening tanpa suara. Hanya seperti kejadian yang sudah pernah kulalui, namun aku seperti tidak merasakan bahwa aku melaluinya.

Aku merasa bahwa ini adalah tidur paling lelap dan nyamanku selama ini, namun kenyamanan itu seperti hilang karena mimpi buruk di penghujung tidurku. Aku mulai fokus pada keadaan di sekitarku.

“Ellard! Dimana kau?!”

Setelah benar-benar terbangun, aku mulai menyadari bahwa Ellard tidak ada di kasur sebelahku, aku berteriak mencarinya. Kasur tempat Ellard tidur tampak rapi seperti tidak pernah ada orang yang tidur di atasnya.

Aku berdiri dari kasurku dan berjalan menuju tempat duduk di ujung kamarku. Lalu sambil duduk pun aku menenangkan pikiranku dengan diam termenung dan bergumam, memikirkan kemungkinan apa yang terjadi pada Ellard.

“Apakah ada seseorang yang sudah menculiknya? Kalau memang benar begitu, kenapa aku tidak menyadarinya dan malah bermimpi buruk? Sial, aku harus mencarinya”.

Aku langsung membasuh mukaku dan memakai pakaianku dan tidak lupa membawa tas dan pedangku. Begitu aku menuju ke pintu kamar.

*ceklek* *dug* pintu kamar terbuka sendiri, lalu mengenai kepalaku.

“Wadaw!” kataku

Ternyata itu adalah Ellard yang main masuk ke kamar saja tanpa peringatan.

“Azzo, dah bangun? Heh? Azzo ngapain bro disitu?”

“Aku kejedot pintu tau! Kemana aja sih? Bangun-bangun udah ngilang aja dari kamar.”

“Eh aku? Aku habis kencan hehe... Matamu berubah lagi tuh, habis mimpi buruk lagi kan pasti.”

“Diam kau! kenapa pas kencan harus segala macam peralatan dan tasmu dibawa? Kukira kau diculik!”

“Diculik? Wahahaha... Yang bener aja bro masa aku diculik? Aku udah peringkat emas lho. Ga sembarangan orang bisa menculikku.”

“Justru karena itu aku mengira kau diculik! Kau kan ceroboh.”

“Udah-udah... Ngawur aja, lagian kau udah memakai baju lengkap dan nentengin pedang seperti itu memangnya udah mandi?” sambil menjentikkan jarinya ke telingaku.

“Wadaw! Sakit woy! Ya belumlah aku kan mau mencarimu. Gimana sih?” aku memegangi telingaku yang dijentik oleh Ellard.

“Hey Azzo, kita kan udah lama ga mandi udah sekitar semingguan, untungnya kemarin hujan jadi baumu tidak kemana-mana. Selagi ada kesempatan mandi sana dasar bodoh!” sambil memukul Azzo.

“Wadaw! Iya iya ini mandi.. dasar El sialan.”

“Aku tunggu di ruang makan lantai bawah ya. Jangan kelamaan Azzo”

30 menit kemudian, setelah selesai mandi Azzo berkaca di lemari kamar penginapan sebelum keluar dan terlihat dari kaca bahwa matanya sudah kembali ke warnanya semula. Setelahnya dia segera turun ke lantai bawah, di ruang makan Fazeela Inn. Azzo menghampiri Ellard yang tengah makan menunggunya.

“Wah mandi itu enak ya ternyata, ada air hangatnya juga wow... Dan lagi, setelah melihat kota ini dari kamar kita di atas saat siang hari begini, luar biasa ya rasanya. Benar-benar kota yang indah. Bahkan ruang makannya juga indah. Makan apaan tuh?”

“Sudah mandinya? Ini sate ayam bro, nih makan buat sarapan.”

“Beneran nih? Masih banyak lho ini ada tujuh belas tusuk, gamau makan lagi? Yaudah kumakan.”

“Azzo, dengar aku mendapat info dari beberapa orang di sini. Katanya dalam sepuluh tahun terakhir di Sonnenstadt, lebih tepatnya pemukiman kecil dekat sonnenstadt terjadi bencana ruang.”

“Yum-yum-yum.... bencana ruang? Apa maksudnya itu?”

Aku bertanya sambil menyantap sate ayam yang diberikan Ellard, disebut sate ayam pun rasanya jauh akan sate ayam yang kukenal karena tidak ada sambel kacang di atasnya. Mungkin lebih seperti memakan sate taichan rasanya.

“Entahlah aku juga kurang tau detailnya namun, menurut kabarnya adalah ada beberapa desa yang lenyap rata dengan tanah hanya dalam waktu semalam. Jalan menuju desa-desa tersebut juga seperti terputus di tengah jalan tanpa menuju ke tujuan desa tersebut.”

“Aneh sekali, kau bilang desa-desa? Ada banyak rupanya?”

“Benar sekali. Dan saat ini kabarnya juga salah satu dari Sepuluh Seltsam Pioneer – Legio “The Destroyer” ada di Sonnenstadt. Rumor mengatakan bahwa dia mempunyai tujuan menemui dewa penguasa Sonnenstadt untuk mencari tau tentang bencana ruang yang belakangan ini terjadi.”

“Siapa tuh? Yum-yum-yum... Ga kenal deh.. lagian kenapa namanya serem bener emangnya sekuat itu sampe dikasih nama “The Destroyer”?”

“Dia itu salah seorang petinggi pasukan Seltsam dari Negeri Althalj kabarnya dia seorang diri sudah pernah menghilangkan sebuah negeri dari peta hanya dalam waktu semalam.”

“Wapa-wapaan itu kuat sekali, apa dia sudah peringkat legenda? Terus, Althalj itu dimana El?” Sambil makan sate tidak terasa sudah tusukan sate terakhir yang akan dimakan.

“Uwah... nyantai dikit dong makannya, masa udah habis aja si? Ceritanya belum selesai nih.”

“Aku lapar tau... Tubuh ini butuh banyak asupan gizi... dan sayangnya cepat lapar.”

“Iya tau... tubuh bocah itu memang merepotkan ya...”

Ellard mulai menyadari tiba-tiba satenya tinggal satu tusuk saja. Dia seperti memandangku dengan hinaan “dasar rakus” terlihat dari matanya, tapi aku sih cuek aja.

“Sst.. lanjutin aja, jangan urusin makanku. Infomu belum beres diceritain, jadi Althalj itu dimana?” Sambil menunjuk memakai sate terakhir yang belum dimakan.

“Hei, tidak sopan tau menunjuk orang pakai sate seperti itu. Althalj Kota Es, sepertinya memerlukan sepuluh tahun perjalanan untuk kesana dari Sonnenstadt ini.”

“Hehe... Maaf-maaf... Yum-yum habis... tapi, sepuluh tahun? Lama banget ya.. Jadi bagaimana caranya orang itu bisa nyampe sini dengan cepat?”

“Entahlah aku juga kurang tau. Kemungkinan memang benar perkiraanmu bahwa kekuatannya sudah sampai ke tingkatan legenda. Jadi jika dia seorang peringkat legenda, tidak akan sulit bagi seseorang dengan kekuatan seperti itu untuk berkelana dengan cepat.”

“Jadi, dia ini pendekar atau penyihir?”

“Hmm... Kalau tentang itu aku masih belum tau, wujudnya seperti apa saja aku tidak tau.”

“Gimana sih nyari info kok tidak tuntas”

“Heh, segini udah hebat banget loh, kita baru aja tiba disini kemarin dan aku bisa tau sebanyak ini. Seharusnya kau lebih memujiku, jangan pelit pujian ke sahabat sepertiku nanti kena karmanya loh”

“Cih.. Waw El kau sangat hebat” dengan ekspresi kesal tiba-tiba berubah menjadi ekspresi senyum memuji yang dipaksakan.

“Dih, gausah deh nggak jadi aja... jijik liat mukamu...”

“Hahhh?! Apa katamu? Mau tarung? Maju sini!”

“Dah ah males, mau pesen makanan lagi aja.” Beranjak dari tempat duduk dan mulai memesan makanan lainnya.

“Heh mau kemana? Mau makan lagi? Ikut..”

Sementara itu, tiba-tiba ada seseorang misterius dengan tas besar serta menggunakan jaket musim dingin aneh berwarna putih dan memakai topi ala koboy. Dia juga membawa semacam tongkat untuk membantunya berjalan. Pemuda tersebut sepertinya memiliki masalah pada kakinya. Dia mulai masuk masuk ke penginapan. Dengan sedikit kebingungan seperti orang yang sedang tersesat, dia mulai memesan sebuah kamar untuk ditinggali. Siapakah orang itu? Dia adalah salah satu dari Kesepuluh Seltsam Pioneer, Legio “The Destroyer”.

..................bersambung..................

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terbangun: Ingatan Yang Hilang   Chapter 38: Kekacauan

    Azzo menggenggam tangan Selene dengan erat, air mata pun mengalir di pipinya. "Kami tidak akan pernah melupakanmu, Selene. Aku juga akan menyelesaikan labirin ini demi dirimu." Kata Ellard dengan suara bergetar. Dia seperti ingin menangin namun ditahannya, karena situasi saat ini yang tidak memungkinkan untuk berhenti dan berduka sejenak.“Selene... Hiks... Hiks...” Azzo menangis tersedu-sedu karena ini pertama kalinya menyaksikan seseorang yang dia kenal dengan sangat dekat pergi dari sisinya.Selene mengangguk pelan, lalu menutup matanya untuk terakhir kalinya. Kepergiannya meninggalkan luka mendalam di hati Azzo dan Ellard. Ellard yang melihat Selene seperti ingin menyerahkan tasnya kepadanya, segera memungut tas itu, dan membukanya.“El... Kenapa kau begitu?! Tidakkah itu kurang terhormat mengambil sesuatu dari mayat seseorang? Apalagi itu teman kita, apa kau sudah gila?!” Teriak Azzo protes terhadap tindakan Ellard.“Aku tau itu, tetapi tadi dia sepertinya berusaha menyerahkan t

  • Terbangun: Ingatan Yang Hilang   Chapter 37: Selene, Cahaya yang Padam Di Labirin

    Azzo meraba dinding labirin dengan tangan gemetar. Udara di dalamnya terasa lembap dan berbau pengap. Cahaya lilin yang mereka bawa hanya menerangi sedikit sekitar mereka. Azzo, yang biasanya penuh semangat, kini tampak lemah dan pucat. Dia masih terguncang oleh peristiwa tadi ketika Selene diculik oleh seseorang dengan kekuatan misterius.“Kita harus cepat menemukan Selene,” ucap Ellard dengan suara rendah. “Dia adalah kunci untuk mengungkap rahasia piramid ini.”Azzo mengangguk. Dia merasa bertanggung jawab atas nasib Selene, karena dahulu dialah yang menguji kekuatan dari Selene langsung saat pertama dia bergabung ke dalam kelompok. Mereka berjalan lebih dalam, mengikuti lorong-lorong gelap yang bercabang-cabang. Suara langkah mereka bergema di dinding-dinding batu. Tiba-tiba saja seiring mereka melangkah, mereka dihadapkan pada persimpangan tiga jalan.“Kita harus memilihnya dengan hati-hati,” kata Azzo. “Satu jalan bisa membawa kita ke Selene, yang lain mungkin mengarah pada sesu

  • Terbangun: Ingatan Yang Hilang   Chapter 36.5 : Bio Karakter Bagian 1

    Ini adalah daftar beberapa karakter yang pertama kali dibuat, sebelum akhirnya cerita dimulai. ------------------------------------------------- Nama : Azzo El-Hassan Alias : Pendekar Abadi, Pendekar Tanpa Suara Ras : Manusia Tidak Sempurna Jenis Kelamin : Laki-laki Umur Tubuh : 13 Tahun Hampir 14 Tahun (Saat Pertama Kali Tiba di Donya) Umur Asli : 24 Tahun (Saat ini) Tinggi Badan : 163cm Pekerjaan : Petualang Pekerjaan Sebelumnya : Pencari Artefak Independen Teknik : Ilmu Pedang Hampa Posisi : Pendekar Pedang Garis Depan Status : Abadi Sihir : - Aura : Abu-abu Tingkat Kekuatan : Perak 2 (Episode 1) Emas 2 (Sekarang, Belum Diukur Lagi) Peralatan : 1 Set Perlengkapan Petualang Warna Hitam Pedang Khas Elendig (Rusak/Diperbaiki) Silver Sword atau Pedang Silver (Sekarang) Kerabat : Ellard Vahran (Sahabat) Selene Aurelia (Sahabat) Seltsam Pioneer Nomor 3 - Iter ‘The Myth’, Larissa, Luna, Lisa (Guru) ------------------------------------------------- Nama : Ellard V

  • Terbangun: Ingatan Yang Hilang   Chapter 36: Kisah Sahabat Lama, Labirin Piramid

    Saat ini kami tengah bersiap untuk menjelajah reruntuhan di dekat perbatasan antara daerah netral pegunungan Elendig dengan wilayah Mili wilayah dari Dewa Samudra Elaine ‘The Octagon’. Kami seringkali bertemu pengelana seperti kami yang memburu artefak dari dalam reruntuhan. Mereka bilang di daerah pegunungan ini terdapat semacam piramid yang menarik perhatian kami. Namun sebelum sampai di sana kami memutuskan untuk berkemah kembali di desa sekitar labirin itu.Malam itu, di bawah langit yang berkilauan, kami berkumpul di sekitar api unggun. Cahaya gemerlap memantul dari wajah-wajah kami yang lelah. Selene, dengan matanya yang tajam dan rambut hitamnya yang terurai, menatapku dengan sedikit kesal. Dia selalu lebih waspada, lebih cerdas dalam membaca tanda-tanda alam. Aku, Azzo, lebih suka bertindak dulu dan berpikir kemudian. Itu sebabnya kami sering berbenturan. Ini adalah kisah sebulan setelah kami bertualang dengan Selene.“Selene, kau bilang apa tadi mengenai daerah ini?” tanyaku.

  • Terbangun: Ingatan Yang Hilang   Chapter 35.5: Kisah Ellard Vahran

    Di sebuah desa yang diberkahi oleh para pemuda yang sangat berbakat untuk menjadi pendekar ataupun kesatria, terdapat seorang pemuda berambut merah yang sama sekali tidak menunjukkan bakatnya akan menjadi pendekar. Fisiknya sangatlah lemah, dia adalah Ellard Vahran. meskipun dia menyandang keturunan rambut merah yang kebanyakan dari mereka menjadi seorang pendekar.Dia hidup dengan rasa penasaran yang tak terpuaskan, kemana kekuatan pendekar dari keturunan rambut merah miliknya? Pertanyaan itu selalu berputar di benaknya. Meskipun fisiknya lemah dan tidak menonjolkan bakat sebagai pendekar, ada sesuatu yang tersembunyi dalam dirinya. Di mata orang lain, dia hanyalah seorang pemuda biasa yang tidak memiliki potensi. Dia tidak dianggap oleh sekelilingnya. Keluarga besarnya bahkan menolaknya, karena dia dianggap tidak berguna karena tidak bisa meneruskan keturunan pendekar rambut merah keluarga mereka. Meskipun Ellard menghadapi penolakan dari keluarga besarnya dan desa, ada dua orang y

  • Terbangun: Ingatan Yang Hilang   Chapter 35: Selene, Kisah Sahabat Lama yang Terlupakan

    Tahun D194, kami masih berada di daerah netral pegunungan Elendig. Pada suatu hari Aku dan Ellard bertemu dengan seorang petualang perempuan ketika kami sedang berkemah di salah satu puncak gunung di pegunungan Elendig di dekat kota kecil Vreven. Saat itu, angin malam membuat tubuhku menggigil ketika aku dan Ellard berkemah di puncak gunung. Api unggun kami berjuang melawan dingin yang menusuk tulang. Di antara gemuruh angin, sebuah bayangan muncul dari kegelapan. Seorang perempuan, langkahnya ringan seperti hembusan angin, mendekati kami.“Azzo, sepertinya kita kedatangan tamu tak diundang.” Ellard waspada“Beruang atau manusia El?” tanyaku.“Dari ukurannya yang kurasakan dengan sihir deteksiku sepertinya manusia. Hei kau keluarlah aku tau kau ada di sana!” teriak Ellard berusaha menghalau musuh.Bayangan orang yang muncul dari kegelapan itu semakin mendekat. Langkahnya ringan, seolah-olah dia menyatu dengan angin malam. Rambut biru langitnya tergerai, dan matanya memancarkan kecerda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status