"Dasar lelaki payah, lelaki mesum," cibirnya tidak habisnpikir seraya memegangi dada."IInikah kualitas dari anak Oscar Lawana?" sembur Jenar yang sudah tidak bisa menahan rasa kesalnya sama sekali ketika mendengar suara terpingkal-pingkal dari Mada. "Hei, aku ini presdir di Lawana." "Oh, itu kalau di hari kerja. Sekarang 'kan, tidak," balas Jenar dengan melepaskan kaitan topengnya lalu menaruh benda yang pada bagian dalamnya terkena bercak riasan itu di atas dasbor mobil. "Jadi, sekarang kamu berani melawanku, hmm?" Mada gemar menggoda dan menggoda Jenar sekarang menjadi hobinya. Dia menaruh pistol mainan dari bahan plastik yang bisa menyemburkan air itu kembali pada tempatnya sembari menikmati raut kesal Jenar. "Ya. Aku harus melawanmu setelah apa yang terjadi," tunjuknya bersungut-sungut pada pistol yang dibawa oleh Mada."Kamu ini spesialisasi membuatku jengkel, tahu!"Lelaki itu tersenyum dengan begitu lebar, memamerkan lesung pipi yang terdapat di sebelah kiri wajah kemudia
"Apa kamu pernah bercinta dengan calon suami yang namanya tidak boleh disebut itu?" Jenar menoleh ke arah Mada yang berdiri di sebelahnya setelah melakukan tapping menggunakan kartu akses apartemen ke arah sensor lift. "Bercinta bukan hal baru bagiku," tuturnya dengan pipi bersemu merah jambu. "Oh ya?" tanya Mada dengan terperangah. Jenar mencebik, keringat membanjiri tengkuk dan kakinya yang menjejak terus saja berubah posisi. Membahas tentang calon suaminya membuat si perempuan benar-benar jengah tetapi nampaknya Mada tidak menyadari hal tersebut. "Begitulah," kilahnya sederhana. Jenar menggaruk hidung ketika mengatakannya lalu berdecak sebal. "Dia menyebalkan. Aku membencinya." "Karena?" timpal Mada, otomatis. "Dia tidak pernah membiarkan aku puas. Kamu tahu, membuat mie instan saja durasinya lebih lama dari gerilya ular miliknya di dalamku," seloroh Jenar dengan nada yang keki. "Cukup denganku," kata Jenar dengan mengangkat kedua tangannya untuk bersilang di depan dada.
"Ah, kamu memakai g-string," kata Mada dengan mata berkilat-kilat penuh bumbungan hasrat."Kamu tahu ... aku adalah penggemar g-string," lanjtunya seraya membayangkan menenggelamkan dirinya di dalam tubuh Jenar setelah menyibak g-string tersebut."Apa kamu memiliki pelindung?" balas Jenar penuh harap kepada Mada dengan tatapan menggoda.Mada belum menyentuhnya, dia sibuk membuka vest dengan penuh gaya sambil mengamati Jenar yang sibuk menyentuh dirinya sendiri menggunakan jemari."Pelindung apa? Aku benci menggunakan benda itu, terserah ingin menyebutnya pengaman atau pelindung."Berbeda dengan Mada yang masih berdiri dengan tatap menggelap penuh nafsu, Jenar meletakan kedua kakinya bersandar pada meja kaca dengan tubuh di atas sofa.Belum apa-apa, baru sekadar ciuman saja, Jenar sudah basah luar biasa dan berkdeut di bawah sana."Apa kamu pikir aku ini superhero yang bisa menyelamatkan dunia?" balas Mada keheranan dengan pertanyaan Jenar, karena perempuan itu langsung merapatkan kaki
"Mada, please," rengek Jenar dengan mata terpejam dan mulut yang sedikit terbuka ketika sepasang tungkainya dipegang dan dihentak secara kencang oleh si pria dari arah belakang."Damn, Jenar," racau Mada dengan kepala yang mengadah serta bulir keringat menuruni tengkuk ketika dirinya sibuk menghentak seolah tidak ada hari esok."C--cukup, Mada," balas si perempuan tersegal-segal dengan merasa tubuhnya melumer dan kehilangan kemampuannya untuk menopang diri sendiri.Rambutnya basah kuyup dan tubuhnya dibanjiri oleh keringat seiring dengan hawa di kamar tidur si pria yang meningkat pesat sejak beberapa saat lalu hingga pendingin ruangan tidak lagi terasa.Di sepanjang jalan menuju kamar tidur di griya tawang tersebut, tersebar pakaian-pakaian milik keduanya termasuk g-string Jenar yang malah robek dan putus tali pengaitnya karena Mada ogah melepaskannya dengan cara baik-baik.Sepasang payudaranya bergerak-gerak bebas menentang gravitasi sebelum Mada langsung menangkup dua bukit tersebut
Bemula dari g-string, berakhir dengan hubungan yang penuh aliran listrik.Mada masih terlelap dengan begitu pulas sambil mengigau mengenai makaroni raksasa yang terbang mengitari angkasa lalu menembakan saus keju.Mulanya, hal itu membuat Jenar yang tidak bisa tertidur setelah sesi bercinta mereka keheranan serta panik berupaya membangunkan Mada sebelum terdiam dan justru tergelak sejadi-jadinya.Dia pikir, orang seperti Mada mustahil mengigau, nyatanya yang terjadi sekarang justru sebaliknya."Mada! Ayolah," kekeh Jenar sambil memperhatikan Mada di antara keremangan kamar si pria yang masih terus meracau mengenai serangan saus keju."Hei, jika ingin mengigau, setidaknya kamu bisa mengigau mengenai pekerjaan," balas Jenar seakan-akan Mada dapat mendengarkannya."Mengapa harus meracau mengenai alien serta saus keju?"Jenar dibuat terpingkal-pingkal tidak karuan ketika Mada dengan mata terpejam serta mulut yang terbuka serta tertutup terus saja mengatakan bahwa di luar griya tawang ini a
[Pak Mada : Jenar, di mana kamu?][Pak Mada : Kenapa pergi begitu saja dari griya tawang?][Pak Mada : Angkat teleponmu atau balas pesanku, Jenar.]Jenar menatap gaun pengantin yang harusnya dia kenakan dengan tatapan nelangsa.Gaun berwarna putih itu terlipat dengan rapi di atas ranjangnya seakan-akan menunggu Jenar untuk memakainya.Suatu kemustahilan karena dia sendiri yang mengambil keputusan untuk membatalkan pernikahan dengan sang mantan.[Pak Mada : Apakah semalam aku melakukan kesalahan? Ayolah, jika itu benar, mari kita bicarakan dengan baik-baik. Aku tunggu di kafe yang berada di seberang apartemen. Atau, aku yang akan menyesuaikan tempat denganmu.]Dia melirik ke arah ponsel yang berkedip beberapa kali dan menampilkan nama Mada yang tertera di sana sebelum mendesah pelan lalu menunduk.Setelah sejak semalam terus memikirkan Mada yang mengigau dengan menyebut nama Bianca, Jenar merasa dia tidak bisa bertahan lebih lama lagi di griya tawang.Kendati sampai detik ini dirinya in
"Bagaimana rasanya datang ke acara lelang bersama Mada, Jenar?" tembak Oscar sambil mengaduk minuman yang berada di dalam cangkir.Keluar dari kandang macan, masuk ke dalam kandang harimau.Ini seperti mengantarkan nyawa begitu saja."B—bukan saya, Pak Oscar," jawabnya setelah tertegun untuk beberapa detik kemudian tersenyum canggung.Dia tidak ingin mengakui yang sebenarnya karena Mada menyuruhnya yang demikian."Saya tidak tahu tentang acara charity. Semalam saya tidur di rumah. Saya tidak tahu apa-apa yang terjadi," balasnya disertai gelengan kepala hingga Oscar menipiskan bibir lalu mengembuskan napas panjang."Gaun merah dengan topeng yang warnanya senada itu harus aku katakan cocok denganmu.""Tapi saya—""Tidak apa-apa jika tidak ingin mengaku," potongnya cepat.Oscar mendentingkan sendok kecil dipinggir cangkir kemudian melirik ke arah Jenar sambil menyunggingkan senyum kecil."Mari berpura-pura bahwa saya tidak menghapal tabiat Mada," kekeh Oscar kepada Jenar yang bersemu mera
"Mada?" Mada terlalu sibuk untuk menatap pria yang menjemput Rula, rasanya tidak terlalu asing. "Aku ada urusan genting, jangan matikan teleponnya dan dengarkan saja secara saksama," perintahnya. "Iya tapi ada apa? Hei, aku hanya membahas mengenai Tash sejak awal. Tidak perlu untuk bersikap seperti ini. Kamu tahu, ini seperti kamu sedang memata-matai seseorang." Sejurus dengan jawaban yang diberi, Mada kemudian benar-benar mengabaikan panggilan yang masuk tersebut. Mada terus memicingkan mata dan perlahan bergerak menjauh dari pintu utama kafe untuk mendekat ke arah Rula.Rula sendiri nampak terbahak ketika mendengar si pria yang sepertinya habis menyampaikan kelakar padanya. Keduanya berdiri bersisian, nampak tidak peduli dengan kehadiran Mada.Padahal, Mada sedang serius memantau mereka dari jarak dekat seperti ini. "Kamu tahu, saat aku bertemu dengan Jenar, dia memberiku gaun pernikahannya begitu saja," tukas Rula dengan nada malas."Apakah dia selalu lemah seperti itu?" cibi