Share

Tawanan di Atas Ranjang

Author: Naraya Mahika
last update Last Updated: 2024-02-04 03:51:32

"Tiga hari yang lalu, kamu lihai sekali menggodaku. Sekarang, berpura-pura menjadi pemalu. Apakah kamu memang dua orang yang berbeda?”

Pertanyaan tembakan dari Mada membuat Jenar terhenyak.

"Penggoda yang digoda, bagaimana jika itu menjadi topik rapat lanjutan, hmm?" tawar Mada dengan gerak bibir yang sensual.

"Sepertinya menarik, kamu setuju?" Dia memandang ke arah Jenar yang nampak salah tingkah, terlihat dari telinganya yang memerah.

"Pak Mada, tolong jangan diungkit lagi, Pak," tuturnya sopan mengingat kini kondisi mereka berada di dalam area kantor.

"Oh, kamu lebih suka diangkat daripada ungkit ternyata," kata Mada dengan kesimpulannya sendiri sebelum tertunduk dan memainkan jemarinya di spidol besar.

"Tepatnya diangkat ke ranjang. Bukan begitu?" godanya tak berkesudahan sambil mengeluarkan suara animalistik hingga Jenar terlempar kembali pada memorinya saat terus dihujam oleh Mada.

“Lagipula, bagaimana jika aku memaksa? Kamu sudah berada di atas ranjangku dan kamu harus membayar untuk itu.”

“Membayar bagaimana, Pak?”

Mada memutar posisi duduknya sejenak, mengangkat salah satu kaki hingga tumpang tindih di atas paha sedangkan tangannya bersedekap di depan dada ketika matanya meneliti Jenar dengan saksama.

“Tidak ada yang boleh pergi dari jangkauanku jika sudah berada di atas ranjang,” tukasnya dominan dengan mata tertuju tajam kepada Jenar yang nampak kerdil.

“Tiga hari yang lalu adalah kesalahan, Pak Mada.”

“Kesalahan karena terbangun di ranjang presdir?”

“Pak Mada, tolong lupakan yang kemarin.”

“Kemarin itu hari minggu, memang apa yang kita lakukan di hari minggu? Kita melakukannya di hari jum'at malam. Ingat?”

Mada membenahi posisi duduknya hingga Jenar terdiam seribu bahasa, ingin kembali mendebat tetapi dia tidak berani macam-macam karena status Mada yang cukup tinggi.

“Aku sudah bilang kalau kita akan bertemu lagi. Kamu tidak percaya itu, ya?”

Sejujurnya, tidak.

Jenar tidak percaya dengan ucapan Mada bahwa mereka berdua akan bertemu kembali.

Apalagi, di malam itu Jenar benar-benar hanya ingin menyalurkan rasa frustasinya tanpa melibatkan perasaan sama sekali dan siapa sangka bahwa Mada adalah lelaki beristri?

“Jadi kapan kamu akan mabuk lagi? Racauan kamu saat mabuk benar-benar menjadi hiburan.”

“Tidak dalam waktu dekat.”

“Aku tidak bisa memanggilmu Nona Penggoda dalam beberapa waktu dekat?” tanya Mada penuh harap dengan mata yang menyipit penuh selidik.

“Tidak."

“Namaku Mada Lawana,” kata Mada dengan berdiri dari tempatnya duduk hingga Jenar otomatis memundurkan langkah sebelum dikungkung oleh si lele dumbo.

"Dan menyebut 'Jenar' itu terlalu sulit untukku."

Pria yang baru saja didapuk menjadi presdir menggantikan Oscar Lawana ini mendekati Jenar setelah memastikan bahwa pintu ruangan telah tertutup.

Langkah kakinya terdengar cukup menggema dan dengan perlahan tumitnya bergerak guna mengungkung Jenar.

Dengan tangan besarnya, Mada memaksa punggung karyawannya itu untuk melengkung di atas meja kayu panjang yang dipergunakan untuk rapat.

“Aku lebih mudah mengingat nama pertama yang kamu katakan. Nona Penggoda,” jelasnya diselingi jeda hingga Jenar menundukan pandang.

"Nona Penggoda, terdengar lebih cocok untukmu," sambung Mada sensual sambi bernapas lembut di dekat Jenar.

Dengan sengaja, Mada menyentuhkan tubuhnya dengan lengan Jenar sehingga wangi parfum si wanita tertutup oleh miliknya.

“Kamu sendiri yang memperkenalkan diri padaku berkali-kali. Jadi bukan salahku jika lebih mengenal kamu dengan nama itu, ‘kan?”

“Pak Mada,” panggil Jenar dengan tangan berkeringat dingin karena terbius oleh pesona Mada.

Mada gegas menjauhkan diri dari Jenar, karena dia tidak yakin dapat menahan diri agar tidak menggagahi Jenar di saat ini.

Setelah itu, Mada berdiri menjauh lalu bergumam dan kembali mengetuk spidol di atas meja kayu sedangkan Jenar merapikan diri dengan wajah merona.

“Statusku seorang presdir, jadwal akan sangat padat, kehadiran sekretaris akan sangat membantu."

“Apa terdapat opsi untuk menolak?" tanya Jenar tanpa tedeng aling-aling karena mengerti ucapan Mada.

“Kamu bisa menolak."

"Oh, syukurlah."

“Tapi setelah ini aku tidak yakin akan berhenti memanggilmu dengan nama Nona Penggoda meski di kondisi kantor yang ramai sekalipun.”

“Pak Mada--" gerung Jenar sedangkan Mada mengedikan bahu.

“Itu mungkin akan memercikan skandal yang merugikan karyawan baru sepertimu. Jadi, terima tawaranku dengan baik-baik atau harus dengan cara paksaan hmm?”

***

Hampir seminggu setelah permintaan mustahil dari Mada, Jenar tengah mengantri di cafetaria Lawana Corp.

Dia sedang menunggu giliran untuk mengambil jatah makan siang ketika langkah tegap menyamai langkahnya dengan kedua tangan berada di dalam kantung celana.

“Sudah mau menjadi sekretaris pribadi?” tanya Mada dengan berjalan di sebelah Jenar dengan santai.

“Tidak akan pernah," bisiknya.

“Nona Penggoda memang pemberani," sindir si pria yang gengsi karena terus ditolak oleh Jenar secara terang-terangan.

Jenar masih mengabaikan Mada, dia berjalan cepat tanpa mengindahkan kehadiran Mada yang justru menyamakan langkah dengannya.

“Kamu harusnya menghormati saya dengan berhenti mengambil lauk pauk makan siang dan menatap saya saat berbicara, Jenar," lugasnya.

Mada sengaja mengubah sapaan untuk menunjukan tinggi statusnya pada Jenar, semata-mata agar Jenar mau berbincang dengannya dan terintimidasi.

Jenar berhenti, tangannya yang sudah akan mengambil centong nasi dia kembalikan lagi pada tempatnya.

“Ini sudah hampir seminggu dan Pak Mada selalu bertanya hal yang sama, tolong berhenti, Pak."

"Aku sudah menandaimu sebagai calon sekretaris, termasuk menandai di area leher. Ingat?"

Mada mengatakan dengan santai lalu mengetuk lehernya sebanyak dua kali.

Dia senang melakukan dominasi atas hal-hal yang terjadi di sekitarnya termasuk pada karyawan baru dengan prestasi cemerlang ini.

Kali ini, karena Jenar selalu menolak, Mada tertantang untuk terus mengganggu Jenar di sela-sela pekerjaan yang mereka lakukan sebagai seorang presdir dan karyawan baru.

“Bapak seharusnya mencari kandidat laki-laki untuk menjadi sekretaris supaya tetap profesional,” tolak Jenar.

“Kalau kamu menolak, kamu tidak akan kuat dengan konsekuensinya,” balas Mada dengan santai.

“Apa konsekuensinya?” tantang Jenar dengan memandang Mada kelewat berani.

“Menjadi Nona Penggoda untuk saya," bisiknya sensual. "Dan itu artinya, kamu menjadi tawanan ranjang saya."

“Pak Mada, tolong hentikan," pinta Jenar dengan geregetan atas sikap keras kepala Mada yang terus mengusiknya.

"Mungkin saya sedang kurang sadar ketika memperkenalkan diri dengan nama itu, tetapi untuk sekarang—”

“Sekarang kamu mau menjadi sekretaris pribadiku. Begitu?”

“Tidak,” ketus Jenar.

“Sampai kapan kamu ingin dikejar?”

Jenar berhenti sepenuhnya, dia meninggalkan barisan karyawan yang akan mengambil makan siang lalu melangkah dengan tergesa berusaha meninggalkan Mada.

Melihat tindak tanduk Jenar, Mada menyeringai.

Kali ini, targetnya benar-benar liar dan buas hingga harus ditaklukan dengan cara yang keras.

Setelah Jenar pergi, Mada tidak lagi mengejarnya seperti apa yang telah dia lakukan hampir seminggu ini.

Mada justru membalik tubuh dan berjalan cepat dengan ponsel yang berada di telinga, menunggu beberapa saat ketika nada sambung terdengar lebih dahulu.

“Pecat karyawan bernama Jenar Suksma Arawinda,” lugasnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Satu Buket Bunga Besar

    "Sebenarnya apa yang dicari oleh orang itu?" "Aku tidak tahu," jawab yang lainnya dengan suara lirih sambil melirik jam lalu diam-diam menguap lebar sebelum mengamati Mada melalui sudut mata. "Ini sudah larut, seharusnya kita sudah tutup," bisiknya dengan nada yang sudah tidak sabar. Kakinya bergoyang-goyang dan berulang kali berdecak seraya menyumpah serapah dan terus menggaruk kepala. "Tolong katakan kepada calon pembeli itu bahwa kita sudah close order." Dengan tidak sabar, dia mengatakannya dengan sedikit mendesak yang langsung di sangkal oleh rekan kerjanya. "Hush!" tukas yang lain dengan mata merebak terbuka. "Menolak calon pembeli itu tidak baik, bisa berimbas buruk kepada bisnis," balas teman bicaranya yang nampak kikuk sambil terus memandang ke arah calon pembeli tersebut. "Lama sekali," gerutunya pelan agar tidak terdengar oleh Mada. Lantas, dia menoleh untuk menatap rekannya dan berucap serius, "Maksudku ... jika saja dia meminta saran kepada kita berdua, kita pasti

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Lelaki Berteman Luka

    "Aku seharusnya tidak berada di sini, bukan?" Dia duduk dengan kedua lutut yang tertekuk sambil menyesap cairan berwarna putih kekuningan dari gelas berleher tinggi sebelum menaruhnya kembali kemudian membuka pembungkus sebuah bola cokelat dari brand Godiva. "Ck!" ucapnya seraya mendecak-decakan lidah ketika rasa manis dari cairan tersebut kembali membasahi bibir serta kerongkongan. "Kamu ingin mencobanya? Oh ayolah, percaya padaku. Aku tidak akan membeli alkohol yang memiliki cita rasa buruk," ucapnya memberikan penawaran kemudian menggeleng ketika tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan. "No? Fine, you're lost, not mine," tutur si pria dengan menghabiskan isi dari dalam gelas itu hanya dalam satu teguk sebelum tertunduk. Gelasnya jatuh, kepalanya terasa berdenyut dan tangannya sibuk menepuk-nepuk sisi kiri keningnya. Mada menyipitkan mata, keringat sebesar bulir jagung mulai menuruni kening sampai membuatnya menghela napas berulang kali dan dengan sibuk mendecak-decakan lidah

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Mencium Penuh Nafsu

    "Je, jangan menyelundupkan kekasihmu ke sini, oke?!" "Aku tidak hanya menyelundupkannya melainkan akan tidur dengannya lalu membuat suara-suara animalistik sampai kamu terganggu," balasnya sarkastik dengan memejamkan mata karena tengah pusing dengan beban kerja yang terus berdatangan. "Mungkin kamu akan mendengar aahh dan uhh dan eeehh dan yes," tambah Jenar memanas-manasi Catherine yang tidak memiliki kekasih. "Hei!" Catherine berkacak pinggang lalu berdecak sebal sambil mengetuk jemarinya di daun pintu. "Jadi, jangan membuatku melakukan yang tidak-tidak di rumah ini, mengerti?" tanya si adik yang kakinya sedang terkilir dengan retoris kemudian mendecak-decakan lidah. "Omong-omong, semakin bertambah usiamu, sikapmu menjadi sangat menyebalkan, Cath." "Itu adalah tujuan mengapa seorang Kakak diciptakan. Tidak lain dan tidak bukan untuk membuat adiknya kesal." "You pissed me off, asshole," cebik si adik sambil memijat sisi kepala seraya memutar kembali kursi yang semula di duduki

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Laki-Laki Parlente Mencurigakan

    "Je, ada apa?"Jenar menoleh ke arah sang Kakak yang baru saja kembali dengan semangkuk mie instan berkuah penuh sayur seperti pesanannya beberapa saat yang lalu."Mada menyuruhku agar mengambil jatah cuti untuk dua hari," terangnya setelah mematikan ponsel."And by the way, thank you chef."Diiringi sebuah senyum lebar, Jenar meraih mangkuk yang masih mengepulkan asap itu dan menaruhnya di atas meja yang melintang di atas paha.Catherine mendecakan lidah sebelum menggeleng pelan dan memutuskan untuk duduk di sebelah Jenar yang tengah menyeruput kuah mie instan tersebut."Hati-hati, kamu bisa tersedak."Jenar tidak memberikan jawaban yang pasti kepada Catherine, dia memilih untuk membuat tanda 'oke' dengan jemarinya sedangkan mulutnya tidak henti bergerak seperti sebuah vacuum cleaner."Dua hari?""Yup," angguknya ditengah seruput mie instan sebelum menambahkan. "Kamis dan Jum'at aku akan bekerja di rumah.""Artinya kamu akan berada di rumah sepanjang akhir pekan," lirih Catherine yan

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Will You Be My Wife?

    "Harum," tuturnya setelah menghidu aroma buket bunga.Ada yang tidak biasa dari penampilan lelaki berusia 28 tahun itu. Dia terlihat gugup, rasa percaya dirinya perlahan menguap di udara begitu saja. "Oh Tuhan, apakah ini pertanda bahwa apa yang akan aku jalani ini adalah suatu hal yang benar?" Tubuhnya belum terlihat terlalu kekar, ukuran pakaiannya mungkin saja masih S. Tanda penuaan di sudut mata serta kening yang berkerut-kerut masih belum muncul ke permukaan. Wajahnya terlihat sangat segar berseri-seri, rahangnya sangat tajam seperti bilah pisau yang dipakai oleh juru masak di restoran terkemuka. Hanya seorang pemuda yang tengah jatuh cinta dan memantapkan hati untuk menikahi pujaan hati. Entah kapan mereka akan menikah, dia tidak tahu. karena masa depan adalah sebuah misteri, tetapi satu hal yang dirinya mengerti, secepat mungkin dirinya ingin meminang sang dara. "Bi, will you marry me? Ah, tidak. Terlalu klise, seperti seorang lelaki yang kehabisan kosa kata." Dirinya b

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Hei, Penculik Tampan!

    “Aku sedang tidak ingin pulang. Bisakah kamu menculik diriku?” “Tidak ada penculik yang terang-terangan mengatakan bahwa dirinya akan melakukan penculikan,” balasnya disertai seringai, tidak habis pikir dengan apa yang berada dalam benak Jenar. "Lagipula, apa urgensinya dan kenapa tiba-tiba kamu mengatakan hal tersebut, hum? Apa kamu tengah mabuk?" “Memangnya ada korban penculikan yang minta diculik?” balas Jenar sebelum sibuk menyunggingkan senyuman. "Dan kamu benar, aku mabuk. Dimabuk oleh cintamu." "Dasar," cibir Mada yang telinganya perlahan memerah namun berusaha keras dia tutupi karena disanjung oleh sang dara tercinta. Lengan Jenar senantiasa mengalung dibelakang leher Mada setelah berjam-jam kemudian keduanya memutuskan untuk keluar dari ruang kerja si pria setelah Lawana Corporation berangsur-angsur sepi. “Mada Lawana, ayolah, culik diriku,” rajuk Jenar untuk kali kesekian hingga Mada yang tengah menggendongnya kemudian bersandar di dalam lift hanya tertawa dengan hamba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status