Share

Chap 2. Apa kau menuduhku, Nate?

“Kau menjatuhkan perusahaanku, Emma!” tuduh Nate dari balik ponsel.

“Apa kau menuduhku, Nate?” tanya Emma dengan suara bergetar.

“Sudahlah, Emma. Jangan berlebihan!” sergah Nate. “Tanda tangani saja surat itu, aku akan transfer uang pisah padamu!”

Nate telah menjadi kekasih Emma selama empat tahun dan menikahi Emma dua tahun lalu. Ia selalu lembut dan menyayangi Emma dengan sepenuh hati. Bagi Nate, Emma adalah cinta pada pandangan pertama. Entah mengapa sekarang semua berubah.

Nate sedang dalam perjalanan dinas. Ia seharusnya pulang sejak minggu lalu, tetapi mendadak kepulangannya diundur. Sejak itu, Nate tak dapat lagi dihubungi oleh Emma.

Emma selalu mengira Nate sibuk dengan pekerjaannya. Ia menghubungi berkali-kali bahkan mengiriminya pesan dan tak pernah mendapat balasan. Namun, tak sekali pun berpikiran buruk tentang Nate.

Setelah James menyodorkan surat gugatan cerai, Nate langsung mengangkat panggilan telepon dari Emma. Tanpa menunggu tiga kali nada sambung berbunyi.

Emma menggertakkan gigi. “Berlebihan?” desisnya dengan gigi hampir terkatup.

Pada awalnya, Emma sedih setelah membaca surat gugatan cerai. Sekarang dirinya mendadak geram karena malu setelah mendengar Nate berbicara dengan keras dan mengatakan dirinya berlebihan. Ia tak merasa salah karena tak ada angin dan hujan, surat gugatan cerai tiba di depannya.

Emma mulai berkeringat dan tubuhnya terasa panas. Seolah ada api dalam tubuhnya dan sedang membakar dirinya.

“Aku berlebihan, Nate?” ulangnya lagi.

“Aku tak ingin bicara lagi denganmu, Emma!” Nate menghela napas kasar.

“Apa ini karena aku keluar rumah, hah?” Emma memburu Nate dengan pertanyaan. “Apa ibumu mengadukan aku? Apa kau mengira aku menjelek-jelekkan keluargamu saat keluar rumah? Begitu?”

“Emma!” teriak Nate dari balik ponsel.

Emma mulai mengeluarkan semua perasaan terpendam selama menikah dengan Nate. Dua tahun menikah mereka belum memiliki keturunan, sementara dokter mengatakan keduanya sehat.

“…, aku yakin itu karena aku tertekan tinggal di sini!” Emma balas berteriak di ponselnya.

Ia harus mengikuti semua keinginan orang tua Nate, mengikuti kelas ini dan itu, mempelajari kebudayaan dan kebiasaan mereka, mengikuti gaya bicara mereka, mengenakan pakaian sesuai kemauan mereka dan masih banyak lagi.

“…, semua itu untuk menjaga martabat dan kehormatan keluarga Mordha!” pekik Emma kesal.

Rela tak kembali untuk menjenguk ayahnya yang sakit di Los Angeles meski hatinya sedih. Ikhlas melayani gairah Nate yang luar biasa di atas ranjang meski sedang tak ingin. Sopan dan tulus tersenyum pada semua orang yang menatap dirinya saat di rumah sakit karena memakai nama keluarga Mordha.

“…, semua untukmu dan nama keluargamu! Lalu balasan apa yang aku terima?” geram Emma. “Tuduhan dan gugatan cerai tepat di hari ulang tahun pernikahan kita, Nate!”

“R-Rumah sakit?” tanya Nate tergugup.

Emma tertawa miris. “Apa ibumu hanya bilang aku keluar rumah?” sinisnya. “Apa kau tahu kalau … a-aku tak enak badan, hah?”

Emma teringat janji Nate sebelum berangkat dinas ke luar kota. Ia akan dibawa oleh Nate pulang ke Los Angeles untuk menjenguk Sean, sekaligus merayakan ulang tahun pernikahan. Sekarang semua janji hanya tinggal janji. Jika selama dua tahun menikah Emma tak pernah membantah, tak dengan hari itu.

“Aku terkurung di dalam istana sialan ini seharian, Nate!” Emma tersenyum getir. “Aku hanya keluar rumah untuk ke rumah sakit dan tak pernah mendekati ruang kerjamu atau ayahmu!”

Emma mengambil napas dalam-dalam sampai tubuhnya bergetar. “Jika kau pikir perusahaanmu jatuh karena aku, maka kau salah tuduh, Berengsek!”

Mata Emma terasa panas karena membendung air mata setelah memaki Nate. Ia tak akan mengemis pada Nate yang sama sekali tak membantah dan hanya diam membisu.

James yang duduk berseberangan dengan Emma, hanya bisa tercengang mendengar Emma memaki atasannya. Dia memakluminya karena tahu Emma bukan tipe perempuan yang suka memaki dan hari itu adalah pengecualian.

Emma mendengus kesal. “Baiklah, jika itu maumu!”

Air matanya sudah tak dapat lagi terbendung dan jatuh satu per satu di pipi Emma. Ia mengusap pipinya dengan punggung tangannya, kemudian meletakkan ponsel dan meminta pulpen dari James.

Emma menandatangani dua lembar kertas yang berada di hadapannya dengan kasar agar Nate mendengar setiap goresan tinta yang dirinya bubuhkan di atas kertas. Setelah selesai, Emma kembali mengambil ponselnya.

“Kau senang, Nate?!” sinis Emma.

“Emma …,” panggil Nate lirih.

“Kau mau saranku, Nate? Kalau kau bercerai lagi, datangi sendiri istrimu! Jangan bersembunyi di balik pengacaramu, Dasar Pengecut!” makinya dengan mulut hampir terkatup.

“Dengarkan aku, Emma!” pinta Nate sedikit mendesis.

Emma memutuskan sambungan telepon sebelum Nate sempat berbicara. Ia keluar dari ruang tamu dan meninggalkan James begitu saja. Tak ada alasan baginya untuk berbasa-basi dengan James.

Emma bergegas menuju ruang ganti di kamar tidurnya. Ia hanya mengemas pakaian yang dirinya bawa saat pertama kali tiba. Dengan hanya menjinjing tas koper kecil, Emma menuju kamar tidur orang tua Nate.

Jujur saja, Emma tak ingin melihat wajah Josephine. Perasaan Emma mengatakan bahwa Josephine yang mengadu pada Nate. Namun, Emma masih mempunyai sopan santun.

Josephine berada di kamar, sedangkan Richard—ayah Nate, mungkin sudah berangkat ke kantor. Josephine mendengar ketukan di pintu dan mempersilakan masuk.

Emma melihat Josephine sedang duduk di sofa kamar dengan mata mengarah pada majalah di pangkuannya dan tangan memegang cangkir teh dengan anggun. Tak memperdulikan kehadiran dirinya sama sekali.

Emma berdeham lirih. “Mum, aku akan kembali ke Los Angeles,” pamitnya dengan pelan dan sopan.

Josephine masih melihat ke arah majalah bahkan membalik halaman berikutnya. “Jadi … Nate telah menceraikanmu, Emma?” tanyanya tak peduli.

Emma merasa perasaannya benar bahwa Josephine yang mengadu. Tak heran jika Josephine lebih dulu tahu tentang perceraian daripada dirinya.

Josephine menutup majalah karena Emma tak menjawab pertanyaannya. Dia mendongak untuk menatap Emma yang berdiri di hadapannya.

“Kalau begitu, kau tak perlu lagi memanggilku dengan sebutan … Mum, bukan?” sindir Josephine sembari menyeringai licik.

Emma mengetahui Josephine tak menyukai dirinya dan merasakan sikap dingin Josephine padanya. Ternyata selain itu, Josephine sangat tak punya hati. Ia salah berharap Josephine akan sedikit bersimpati.

Emma sudah tak sanggup menahan emosi. Jantungnya berdetak sangat kencang, napasnya memburu sampai membuat dadanya bergerak naik turun dan tangannya mengepal erat pada pegangan koper. Ia berusaha menahan diri agar tak membalikkan meja yang memisahkan antara dirinya dan Josephine.

Emma menunduk sambil tertawa kecil. “Apa yang bisa aku harapkan darinya?!” ketusnya pelan.

“Apa kau bilang, Emma?” Josephine memelotot tajam padanya.

Emma kembali menatap Josephine. “Baik!” ketusnya. “Jika itu yang kau harapkan!”

Ia merendahkan kaki dan membungkuk seperti pelayan di hadapan Josephine. “Semoga hari Anda menyenangkan, Yang Mulia!” ejeknya.

Emma menutup mulut dengan sebelah tangan. “Oops, sorry. Maksud saya … MRS MORDHA!”

Josephine membelalakkan mata setelah mendengar Emma mengejeknya. Dia hendak memarahi Emma lagi, tetapi Emma lebih dulu keluar kamar. Tak lupa membanting pintu.

Emma yakin pasti sekarang Josephine sedang memaki dirinya dari dalam kamar dengan gaya elegan yang menjadi ciri khas. Sayangnya, Emma tak lagi peduli.

Ia berderap menuju pintu rumah sambil menyeringai sinis. “Masa bodoh dengan ocehanmu sekarang, Josephine!” tegasnya. “Persetan dengan sopan santun!”

Emma meninggalkan kediaman itu ditemani Eleanor—kepala pelayan, dan para pelayan yang selalu baik padanya sejak pertama datang. Ia meninggalkan kediaman keluarga Mordha dengan perasaan bangga setelah memaki Nate dan mengejek Josephine.

“Aku bersumpah tak akan pernah kembali ke istana sialan ini!” geram Emma sembari menatap tajam kediaman Mordha dari dalam mobil menuju bandara. “Apa pun yang terjadi!”

Emma mengira semua akan baik-baik saja setelah semua yang terjadi di kediaman itu. Namun, ternyata takdir tak sebaik itu pada dirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status