Ayah dan mama Rio pergi meninggalkan rumah Inara dengan sedikit lega karena papa Inara yang mulai membuka hatinya untuk permohonan maafnya. Mereka pulang membawa harapan bahwa putranya akan bisa keluar dari balik jeruji besi dan keluarga Inara menerima pertanggung jawaban putranya untuk menikahi Inara.
Papa dan mama Inara hanya terdiam berdua ditengah malam, mereka yang tak dapat memejamkan matanya mencoba berdiskusi tentang tawaran keluarga Rio."Gimana menurut mama, apa kita harus memutus hubungan Inara dan Arga, dan menerima Rio serta mengampuninnya?""Mama gak tau pa, mama jadi kepikiran apa yang dikatakan ayah Rio, gimana kalo Arga tau dan malah meninggalkan Inara, atau dia tahu tapi terpaksa menerima Inara yang sudah ternoda dan malah nantinya menyia nyiakan Inara setelah mereka nikah, atau kemungkinan buruknya adalah Inara hamil tanpa suami." mama Inara menarik nafas panjang setelah menyampaikan itu semua."Gimana kalo menurut papa sendiri pa?""Sama ma, papa ingin Rio dihukum seberat beratnya, tapi papa juga mengkhawatirkan masa depan Inara." Suasana kembali hening, papa dan mama Inara sedang merenungi jalan keluar yang harus mereka pilih.Keesokan harinya, mereka yang telah memiliki pilihan apa yang harus mereka putuskan Mereka memilih menerima tawaran ayah Rio. Mereka memutuskan untuk mengajak Inara bicara."Inara Inara mama dan papa boleh masuk nak?""Masuk pa ma pintunya gak Inara kunci."Setelah itu mereka masuk ke kamar Inara yang dari kemarin tidak dia buka."Nak Inara papa dan mama telah memutuskan menerima ajakan damai Rio," Inara yang mendengar itu langsung terkejut."Apa? Inara gak salah denger? maksud mama papa apa ?""Maksud mama dan papa akan berdamai dan menyelesaikan secara kekeluargaan. Inara kamu tidak mungkin lagi menikah dengan Arga dengan keadaanmu sekarang, sedangkan Rio telah mau mengakui kesalahannya, dia berani bertanggung jawab datang menyerahkan diri. Rio bermaksud bertanggung jawab menikahimu Nara."Papa Inara yang mencoba dengan perlahan membujuk putrinya untuk menerima tawaran keluarga Rio.Namun Inara masih tidak mau mengubah keputusannya dia tetap ingin Rio dihukum."Gak pa, Inara gak bisa apalagi kalo sampai Inara menikah dengan orang yang telah menodai Inara pah, gak bisa pa, kalupun Inara tidak diterima Arga itu gak masalah buat Inara kalaupun Inara harus tidak menikah sekalipun Inara gak masalah, lupakan rencana itu pa!""Kamu coba berpikir bagaimana papa dan mama ini nanti mrnghadapi ini semua, tolong Inara pikirkan nama papa dan mama mu ini nak, jika sampai kamu hamil bagaimana? apa yang harus papa katakan?"Inara hanya terdiam, dia tidak menjawab sepatah katapun. Lalu dia meminta papa dan mamanya meninggalkan sendiri."Tolong tinggalkan Inara pa ma, Inara mau sendiri dulu, biarkan Inara berpikir.""Baiklah mama dan papa akan membiarkan kamu sendiri, tapi coba kamu pikirkan masa depanmu dan juga nama papa mama Nara, papa tau ini berat buat mu."Papa dan mama Inarapun pergi meninggalkannya sendiri. Disaat mereka turun, di depan telah datang orang tua Rio mereka datamg untuk mendapat jawaban atas tawaran mereka."Selamat pagi pak maaf kami mengganggu pagi pagi," Ayah Rio mencoba memberanikan diri membuka obrolan dengan papa Inara."Selamat pagi, silahkan duduk.""Bagaiman bapak dan ibu apa telah memikirkan tawaran kami untul menikahkan Rio dan Inara?""Kami sudah bicara berdua semalam, kami sebagai orang tua mencoba memahami niatan bapak ibu dan kami memutuskan menerima tawaran itu, tapi Inara masih belum membuka hatinya untuk memberi maaf kepada Rio dan belum membuka hatinya untuk mencabut laporannya, kami masih menunggu keputusan Inara untuk soal hukum Rio."Mendengar itu semua perasaan orang tua Rio sedikit lega secercah harapan untuk membebaskan anak mereka telah terbuka. Mama Rio yang bahagia menerima kabar itu tak henti hentinya mengucapkan terima kasih kepada orang tua Inara."Terima kasih terima kasih terima kasih bapak ibu telah memaafkan kesalahn besar putra saya, terima kasih sekali lagi, saya hanya pasrah dengan keputusan Inara sekarang namun saya lega putra kami mendapatkan maaf bapak dan Ibu."Orang tua Inara meminta mereka bersabar menunggu keputusan Inara, dan mereka juga mengatakan akan mencoba meminta Inara untuk mencabut laporannya.Dengan perasaan lega orang tua Rio kembali pulang dan menunggu keputusan Inada dapat membebaskan Rio. Mereka memutuskan untuk mampir menjenguk Rio yang masih ditahan karena Inara belum mencabut laporannya dan berdamai dengan mereka."Yah mampir dulu belikan makanan buat Rio, bagaimanapun dia anak kita, meskipun salah mama tetap gak tega, pasti dia belum makan, sekalian kita bawakan baju buat dia."Lalu mereka melanjutkan kembali perjalanan menemui Rio dan juga membeli makan dan perlengkapan untuk Rio. Sesampainya disana, dia bertemu petugas dan meminta ijin menemui Rio. Riopun keluar dengan didampingi petugas untuk menemui orang tuanya."Ya Alloh Rio, anakku," mama Rio langsung memeluk anaknya yang semalaman harus menghabiskan waktu di balik jeruji besi."Ayah mama, maafkan Rio telah membuat malu kalian, Rio pantas disini ma.""Kamu belum makan nak, kamu belum mandi Rio, ini mama bawakan makanan kesukaanmu, dan juga baju ganti nak, mama juga bawakan perlengkapan lainnya buat kamu, kamu makan ya," segera mama Rio menyiapkan makanan yang mereka bawa.Melihat Rio yang makan dengan lahap berama orang tuanya mereka tersenyum sambil meneteskan air mata, karena mereka makan siang bersama putra mereka di penjara. Setelah selesai makan, ayah Rio menyampaikan kesepakatan dengan orang tua Inara."Rio kamu berdoa saja ya Inara mau memaafkan dan mencabut laporannya, karena orang tua Inara telah memaafkan mu namun mereka ha ya menunggu keputusan Inara untuk bisa membebaskanmu dari sini, kamu berdoa saja agar hati Inara terbuka untuk memaafkanmu.""Alhamdulillah ya Alloh, semoga Inara membuka hatinya dan membeskanku dari tuntutannya, aku akan bertanggung jawab menikahinya, karna memang dia perempuan yang sangat aku cintai pada pandangan pertama walaupun aku tau dia sudah memiliki calon suami.""Sudahlah yang penting kamu berdoa saja ya!""Terima kasih ayah mama kalian masih membela Rio dan berusaha yang terbaik buat Rio, maafkan Rio ma ayah."Waktu kunjungan yang telah habis mengharuskan mereka meninggalkan Rio. Mama Rio memeluk Rio sambil menangis tak tega melihat putra tersayangnya.Inara yang mencoba memahami dan menerima permintaan orang tuanya pada akhirnya luluh memutuskan mencabut tuntutannya kepada Rio. Tanpa berbicara apapun kepada orang tuanya Inara yang beberapa hari ini mengurung dirinya di kamar memutuskan untuk pergi mencabut laporannya."Ma, Inara pergi keluar sebentar untuk mencabut laporanku ke Rio." Inara berpamitan ke mamanya, namun mamanya tidak mengijinkan dia pergi sendiri, dan memutuskan untuk mendampinginnya. Inara yang biasa pergi seorang diri tanpa pengawalan, kini kemanapun dia pergi tidak dibiarkan sendiri."Sudah yakin mau mencabut laporanmu?" "Sudah Pa, aku tidak mau mengorbankan nama baik papa, bukan karena aku menerima maaf dan memberi ampunan pada laki laki itu." "Papa dan mama akan menemanimu mulai hari ini dan seterusnya papa dan mama tidak akan mengijinkanmu pergi sendi tanpa ada yang mendampingi."Mereka pergi untuk mencabut laporan, dalam perjalanan papa Inara menghubungi orang tua Rio dan mengabarkan bahwa Inara bersedia mencabut laporan dan tuntutannya kepada Rio. Hesti mencoba menghubungi Inara berkali kali dia mengkhawatirkan keadaan Inara yang pergi tanpa pamit saat di villa dan tanpa kabar, namun Inara hanya melihat ponsel nya yang berdering dan mengabaikannya. Inara masih trauma dengan kejadian malam itu, dia hanya diam dan tidak mau merespon semua panggilan dan pesan yang masuk bahkan dari Arga tunangannya. "Nara handphone mu dari tadi bunyi, kamu tidak mau jawab telponnya, siapa tau itu penting dari tempat kerjamu." "Biarkan saja ma, Nara masih belum siap untuk be
"Tentu saja saya simpati bu, sangat simpati bahkan, apa yang terjadi kepada Inara semua karena anak saya, saya uang semestinya tidak pantas meminta pengampunan apalagi sampai meminta membebaskan anak saya." "Jangan seperti itu bu, saya tau perasaan ibu kita sama sebagai orang tua tidak ingin melihat anaknya menderita, begitu juga dengan ibu, sudahlah apa yang terjadi tidak usah dibahas lagi, kita pikirkan saja apa yang harus kita lakukan selanjutnya yang tentunya terbaik untuk anak anak kita." Dalam hati mama Rio dia merasakan kekaguman kepada sikap bijaksana mama Inara yang menyikapi permasalahan sebesar ini dengan hati yang dingin. Ini membuat mama Rio menyadari mengapa anaknya bisa jatuh hati kepada Inara, mungkin bukan saja karena kecantikannya namun juga karena sifat baiknya yang diwariskan oleh mamanya. Tak berapa lama terdengar panggilan petugas untuk keluarga Rio dan Inara. Orang tua Rio dan Inara masuk ke dalam ruangan dan menandatangani surat pernyataan bahwa kedua belah
Tak terasa dua jam Rio tertidur, namun dia dibangunkan oleh suara dering telpon. Dalam keadaan masih mengantuk dan sedikit belum sadar sepenuhnya dia lihat handphonenya. Lagi lagi Hesti yang menelpon, dia yang sedang menghindari Hesti akhirnya dia menjawab juga panggilannya yang dulang ulang berkali kali. "Halo Hes, ada apa?" "Ya ampun Rio akhirnya kamu angkat juga telpon aku, pesan pesanku juga tidak ada satupun yang kamu balas hanya kamu baca saja, kamu kenapa sich?" "Maaf Hes aku lagi sibuk banget, o ya maaf aku gak sempat berpamitan waktu pulang dari Villa aku buru buru ada urusan." "Sesibuk itu ya sampai balas pesan pribadi aku dan jawab telponku aja kamu gak sempat." Mendengar kata kata keluhan yang keluar dari Hesti membuat Rio risih. "Wajib banget ya aku lapor semua aktifitasku ke kamu Hes, memang hubungan kita itu apa? dah ya Hes aku mandi dulu aku harus siap siap ke rumah sakit." Rio yang nampak kesal dengan sikap Hesti langsung mematikan telponnya. "Nyebelin banget
Sesampainya ditempat psikolog mereka harus menunggu karena ada beberapa klien, sampai tibalah saat panggilan untuk Rio. Rio yang ditemani Nasrul bertemu dengan psikolog itu dan segera menceritakan apa yang terjadi pada Inara. Dengan geram psikolog itu mendangar cerita Rio, namun dibalik itu dia juga bersimpati kepada Rio yang berani bertanggung jawab. Hampir satu jam mereka berdiskusi Rio membuat kesepakatan dengan psikolog itu apabila nantinya dia akan dipertemukan dengan Inara dengan membawanya kerumah Inara secara privat untuk proses pemulihannya. "Nas makasih banget ya kamu dah bantui aku, kamu emang temen aku yang baik dari dulu, kamu selalu ada buat ngebantu aku." "Ah bisa aja kamu, sama sama sekarang mumpung kamu masih libur kamu pakai kesempatan libur yang gak panjang ini buat fokua ke Inara, aku doakan semoga baik baik saja." "Ok Nas, kamu aku antar dulu balik ke rumah sakit buat ambil mobilmu habus itu aku mau langsung ke rumah Inara ketemu sama orang tuanya." "Gak usah
"Alhamdulillah akhirnya papa melihat senyummu kembali lagi nak." Rio yang belum berani menatap wajah Inara hanya tertunduk. Waktu telah menunjukkan pukul 22:00 Rio dan psikolog itu berpamitan pulang. Mama dan papa Inara mengucapkan terima kasih dan menunjukkan perasaan bahagianya setelah melihat perubahan Inara. Sebelum beranjak pergi psikolog yang bernama Rosyi itu mengatakan besok pagi dia akan datang lagi untuk melanjutkan terapinya, dia juga tidak lupa meberi pesan kepada Inara untuk tetap semangat. Mendengar pesan itu Inara hanya mengangguk dan tersenyum. Sesekali Rio memberanikan diri melirik ke arah Inara untuk menatapnya, dia lega kini wajah Inara yang muram sudah kembali seperti semula. Rio dan psikolog itu berjalan keluar untuk pulang, namun disaat langkah kaki Rio beranjak pergi dari rumah Inara, terdengar Inara memanggilnya. "Rio, terima kasih." kata singkat dan dengan senyuman itu membuat hati Rio berdetak kencang lagi. Dia hanya membalas kata singkat Inara dengan angg
"Rio? ada dirumah Inara, ada apa ini? kenapa dia juga tidak menyapaku padahal dia jelas melihatku, bahkan senyum pun tidak." Hesti berjalan menuju pintu rumah Inara sambil terus berpikir dan penasaran kenapa Rio ada disini. Setelah memencet bel tampak dari dalam pelayan membukakan pintu dan menanyakan Hesti mau menemui siapa. Pelayan menyuruhnya masuk dan menunggu. Tak berapa lama Inara keluar dan menemui Hesti. "Nara, apa kabar kamu sayang? aku telpon kamu tapi nomer kamu gak aktif." Sapa Hesti sambil memeluk sahabatnya. "Maaf Hes aku baru hari ini nyalakan hand phone, dari kemarin aku gak enak badan pengen istirahat aja gak mau diganggu siapa siapa, kamu apa kabar maaf ya aku gak sempat pamit waktu itu." "Gak papa, gak masalah kok." Hesti penasaran dengan keberadaan Rio yang keluar dari rumah Inara , lalu dia bertanya kepada Inara. "Ra aku tadi di gerbang ketemu sama Rio, dia dari sini Ra?" Mendengar pertanyaan itu, Inara tampak kebingungan akan jawab apa, dia sempat terdiam s
Beberapa minggu setelah kejadian itu, Inara memutuskan untuk mulai kembali ke aktivitasnya dia mulai masuk mengajar sebagai dosen setelah cuti lumayan lama. Papa dan mama Inara sempat tidak mengijinkan putrinya itu beraktivitas kembali namun setelah Inara menjelaskan alasannya yang sudah mulai jenuh dan juga mungkin dengan mengajar dia bisa lebih terhibur maka orang tua Inara akhirnya mengijinkannya. Inara sempat ragu, karena dia takut disaat dia masuk Inara mendapat hinaan atas kejadian yang menimpannya, namun ketakutan Inara itu tidak terjadi, keadaan di kampus Inara nampak tenang saja ketika Inara datang, rupanya berita soal kejadian itu cepat di take down oleh papa Inara sehingga tidak sampai terdengar di kampus Inara. Beberapa dosen menanyakan kesehatan Inara yang cuti karena sakit hampir tiga minggu. Jam mengajar telah selesai, kegiatan hari ini membuat Inara kembali bersemangat kembali, dia mulai melupakan kejadian yang dia alami. Keluar dari kelas Inara menuju taman untuk be
"Aku akan tanggung jawab, kamu tenang ya kita berdoa saja dugaan kita salah." "Bukan masalah tanggung jawab saja ini Rio." Panggilan perawat menghentikan ucapan Inara. Mereka memasuki ruang periksa dan bertemu dengan dokter. Setelah mendengar cerita Inara dokter memintanya berbaring untuk melakukan pemeriksaan USG. Dalam keadaan takut tanpa disadarinnya tangannya menggenggam erat tangan Rio selama dokter memeriksanya. Alat USG ditempelkan pada perut Inara, Inara yang merasa ketakutan tidak melepaskan genggaman tangan Rio, melihat Ini Rio hanya tersenyum dia merasa seperti seorang suami yang tengah menemani istrinya periksa kehamilan Dokter memulai memeriksa perut Inara, dan benar yang seperti mereka duga dokter melihat ada setitik benih yang sedang tumbuh di rahim Inara. Dokter terus menjelaskan sambil menempelkan alat USG, dokter menjelaskan bahwa janin itu baru berumur dua minggu. Air mata Inara jatuh dia merasakan hancur untuk kedua kalinya setelah mengetahui kehamilannya. Dokter