"Sudah yakin mau mencabut laporanmu?"
"Sudah Pa, aku tidak mau mengorbankan nama baik papa, bukan karena aku menerima maaf dan memberi ampunan pada laki laki itu.""Papa dan mama akan menemanimu mulai hari ini dan seterusnya papa dan mama tidak akan mengijinkanmu pergi sendi tanpa ada yang mendampingi."Mereka pergi untuk mencabut laporan, dalam perjalanan papa Inara menghubungi orang tua Rio dan mengabarkan bahwa Inara bersedia mencabut laporan dan tuntutannya kepada Rio.Hesti mencoba menghubungi Inara berkali kali dia mengkhawatirkan keadaan Inara yang pergi tanpa pamit saat di villa dan tanpa kabar, namun Inara hanya melihat ponsel nya yang berdering dan mengabaikannya. Inara masih trauma dengan kejadian malam itu, dia hanya diam dan tidak mau merespon semua panggilan dan pesan yang masuk bahkan dari Arga tunangannya."Nara handphone mu dari tadi bunyi, kamu tidak mau jawab telponnya, siapa tau itu penting dari tempat kerjamu.""Biarkan saja ma, Nara masih belum siap untuk berbicara dengan siapun." Inara hanya menjawab singkat peryanyaan mamanya dan kembali diam tanpa berkata sepatah katapun."Sini boleh mama yang bawa handphonemu dan menjawab telpon dan pesan pesan itu?""Gak usah ma, Nara sudah tidak peduli itu pesan dan telpon dari siapa."Karena kesibukkannya Hesti hingga saat itu belum mendengar kabar bahwa Inara yang mengalami kejadian buruk di villanya. Hesti mencoba menelpon mama Inara."Halo tante, Inara ada tante? dari hari minggu saya coba menghubunginnya tapi dia gak angkat telponku, dia gak papa kan tante?""Inara baik baik aja kok Hesti, dia lagi kurang enak badan saja mangkanya berhari hari dia gak mau jawab telpon dan juga libur kerja.""Oh Inara sakit tante, tapi dia gak papa kan?""Gak papa kok kamu tenang aja ya, Hesti maaf ini tante lagi di jalan tante matikan dulu ya telponnya.""Ok tante, salam buat Inara ya, mungkin besok atau lusa aku main kesana tante."Tidak lama setelah Hesti menelpon, Arga yang juga mengkhawatirkan keadaan Inara menghubungi mama Inara."Halo Ma, Inara kenapa ma kok dari kemarin aku telpon dia tapi gak mau jawab.""Inara gak papa Arga, dia cuma lagi gak enak badan saja mangkanya dia gak jawab telpon.""Beneran kan ma Inara gak papa?" gak biasanya aja dia kayak gitu soalnya.""Iya gak papa beneran, udah ya kamu tenang aja, mama tutup dulu ya Ga lagi dijalan sama papa soalnya.""Baik lah ma, titip Inara ya ma, mama hati hati ya!"Mama Inara langsung terdiam memikirkan Arga yang belum tau keadaan Inara saat ini."Pa apa yang harus kita katakan kepada Arga dan keluarganya soal kejadian Inara, apa keluarga mereka akan menerima dan mau mengerti?"Inara langsung menjawab pertanyaan mamanya sebelum papanya sempat menjawabnya."Mama gak usah bingung, dan juga menjelaskan apa apa ke Arga dan keluarganya, mereka mau mengerti atau tidak Inara sudah tidak peduli ma, biar kalau Inara sudah siap Inara akan bicara ke Arga."Inara yang ceria kini berubah menjadi Inara yang diam dan pemurung. Bahkan semangatnya juga hilang Inara seakan kehilangan tujuan hidupnya. Melihat keadaan Inara orang tuanya mencoba dengan sabar menenangkan dan mengembalikan keadaannya.Setelah sampai mereka langsung menuju ke dalam dan bertemu petugas. Namun orang tua Rio telah menunggu disana setelah dihubungi papa Inara. Inara langsung memalingkan mukanya, tanpa mau menatap sedikitpun ke arah orang tua Rio."Terima kasih Inara kamu mau memaafkan anak saya, dan mencabut laporan dan tuntutan kepada anak saya, entah apa yang harus aki berikan untuk membalas kebaikanmu, dan juga untuk menebus kesalahan besar yang telah diperbuat padamu."Namun Inara tak sepatah katapun menjawab semua yang diucapkan mama Rio. Inara bergegas menemui petugas untuk memproses pencabutan laporannya."Selamat siang pak, saya mau mencabut laporan dan tuntutan saya kepada saudara Rio.""Baik, kami proses terlebih dulu, silahkan tunggu!"Mama Rio menghampiri Inara yang sedang menunggu proses pembebasan Rio. Dengan canggung namun mama Rio berusaha memberanikan dirinya untuk menyapa Inara."Bagaimana keadaanmu sekarang?"Inara tetap dia tak menjawab. Namun mama Rio tetap berusaha untuk membuka hati Inara."Sekali lagi ibu mengucapkan terima kasih karna kamu telah membuka hati untuk membebaskan Rio.""O ya ibu dengar kamu adalah teman SMA dan juga satu kampus dengan Rio, berarti Rio sudah lama kenal denganmu?"Inara tetap bungkam, bahkan sama sekali tidak memandang wajah mama Rio sama sekali. Melihat respon Inara, mama Rio masih tetap berusaha untuk mendekati Inara."Ibu tau dihatimu masih belum bisa memafkan dan mengampuni Rio, Ibu sekali lagi meminta maaf atas nama Rio atas apa yang dia lakukan ke kamu.""Rio akan bertanggung jawab semua yang telah dia lakukan, ibu tau anak ibu salah, tapi dia bukan tipe pengecut yang lari dalam kesalahan, Rio akan mempertanggung jawabkan semua itu."Kata kata yang keluar dari mama Rio tak satupun yang direspon oleh Inara. Dia tetap terdiam duduk tanpa menoleh sedikitpun ke arah mama Rio, sampai petugas memanggilnya untuk menandatangani semua berkas pencabutan tuntutannya."Sudah selesai semua?" tanya Inara singkat."Sudah, namun tunggu sebentar masih ada satu lagi persyaratan.""Baik saya tunggu saja disini."Inara yang ceria dan ramah kini bagaikan robot yang kaku, dia hanya diam dengan tatapan mata yang kosong. Tiba tiba mama dan papa Inara masuk keruangan. Disana dilihatnya masih ada mama Rio yang masih menunggu Inara menyelesaikan proses hukum Rio."Selamat siang bu, sekali lagi saya ucapkan terima kasih telah membebaskan anak saya dari semua jeratan hukum, kami berjanji akan datang untuk mempertanggung jawabkan semua seperti yang saya janjikan."Disaat mama Rio yang terus meluapkan kebahagiannya, mama Inara justru sebaliknya. Mama Inara menggandeng keluar mama Rio."Ibu tolong jangan bahas itu dulu ya di dedepan Inara, karena keadaan psycologisnya masih belum stabil, dia masih trauma, jadi jangan di bahas dulu, saya dan papa Inara masih fokus untuk mengembalikan keadaan psycologisnya."Raut mama Rio langsung berubah ketika mendengar ternyata separah itu keadaan Inara setelah apa yang dilakukan putranya. Dia merasa bersalah dibalik keegoisannya yang meminta keluarga gadis yang telah menjadi korban anaknya untuk memaafkan, mengampuni bahkan membebaskan dari hukum yang seharusnya menjeratnya. Tapi apalah daya dia sebagai seorang ibu yang tidak ingin melihat anak semata wayangnya menderita di balik jeruji besi."Lalu apa yang bisa saya bantu untuk memulihkan Inara kembali seperti semula, sebagai seorang ibu saya ikut merasakan apa yang ibu rasakan.""Terima kasih ibu masih ikut simpati kepada keadaan Inara.""Tentu saja saya simpati bu, sangat simpati bahkan, apa yang terjadi kepada Inara semua karena anak saya, saya uang semestinya tidak pantas meminta pengampunan apalagi sampai meminta membebaskan anak saya." "Jangan seperti itu bu, saya tau perasaan ibu kita sama sebagai orang tua tidak ingin melihat anaknya menderita, begitu juga dengan ibu, sudahlah apa yang terjadi tidak usah dibahas lagi, kita pikirkan saja apa yang harus kita lakukan selanjutnya yang tentunya terbaik untuk anak anak kita." Dalam hati mama Rio dia merasakan kekaguman kepada sikap bijaksana mama Inara yang menyikapi permasalahan sebesar ini dengan hati yang dingin. Ini membuat mama Rio menyadari mengapa anaknya bisa jatuh hati kepada Inara, mungkin bukan saja karena kecantikannya namun juga karena sifat baiknya yang diwariskan oleh mamanya. Tak berapa lama terdengar panggilan petugas untuk keluarga Rio dan Inara. Orang tua Rio dan Inara masuk ke dalam ruangan dan menandatangani surat pernyataan bahwa kedua belah
Tak terasa dua jam Rio tertidur, namun dia dibangunkan oleh suara dering telpon. Dalam keadaan masih mengantuk dan sedikit belum sadar sepenuhnya dia lihat handphonenya. Lagi lagi Hesti yang menelpon, dia yang sedang menghindari Hesti akhirnya dia menjawab juga panggilannya yang dulang ulang berkali kali. "Halo Hes, ada apa?" "Ya ampun Rio akhirnya kamu angkat juga telpon aku, pesan pesanku juga tidak ada satupun yang kamu balas hanya kamu baca saja, kamu kenapa sich?" "Maaf Hes aku lagi sibuk banget, o ya maaf aku gak sempat berpamitan waktu pulang dari Villa aku buru buru ada urusan." "Sesibuk itu ya sampai balas pesan pribadi aku dan jawab telponku aja kamu gak sempat." Mendengar kata kata keluhan yang keluar dari Hesti membuat Rio risih. "Wajib banget ya aku lapor semua aktifitasku ke kamu Hes, memang hubungan kita itu apa? dah ya Hes aku mandi dulu aku harus siap siap ke rumah sakit." Rio yang nampak kesal dengan sikap Hesti langsung mematikan telponnya. "Nyebelin banget
Sesampainya ditempat psikolog mereka harus menunggu karena ada beberapa klien, sampai tibalah saat panggilan untuk Rio. Rio yang ditemani Nasrul bertemu dengan psikolog itu dan segera menceritakan apa yang terjadi pada Inara. Dengan geram psikolog itu mendangar cerita Rio, namun dibalik itu dia juga bersimpati kepada Rio yang berani bertanggung jawab. Hampir satu jam mereka berdiskusi Rio membuat kesepakatan dengan psikolog itu apabila nantinya dia akan dipertemukan dengan Inara dengan membawanya kerumah Inara secara privat untuk proses pemulihannya. "Nas makasih banget ya kamu dah bantui aku, kamu emang temen aku yang baik dari dulu, kamu selalu ada buat ngebantu aku." "Ah bisa aja kamu, sama sama sekarang mumpung kamu masih libur kamu pakai kesempatan libur yang gak panjang ini buat fokua ke Inara, aku doakan semoga baik baik saja." "Ok Nas, kamu aku antar dulu balik ke rumah sakit buat ambil mobilmu habus itu aku mau langsung ke rumah Inara ketemu sama orang tuanya." "Gak usah
"Alhamdulillah akhirnya papa melihat senyummu kembali lagi nak." Rio yang belum berani menatap wajah Inara hanya tertunduk. Waktu telah menunjukkan pukul 22:00 Rio dan psikolog itu berpamitan pulang. Mama dan papa Inara mengucapkan terima kasih dan menunjukkan perasaan bahagianya setelah melihat perubahan Inara. Sebelum beranjak pergi psikolog yang bernama Rosyi itu mengatakan besok pagi dia akan datang lagi untuk melanjutkan terapinya, dia juga tidak lupa meberi pesan kepada Inara untuk tetap semangat. Mendengar pesan itu Inara hanya mengangguk dan tersenyum. Sesekali Rio memberanikan diri melirik ke arah Inara untuk menatapnya, dia lega kini wajah Inara yang muram sudah kembali seperti semula. Rio dan psikolog itu berjalan keluar untuk pulang, namun disaat langkah kaki Rio beranjak pergi dari rumah Inara, terdengar Inara memanggilnya. "Rio, terima kasih." kata singkat dan dengan senyuman itu membuat hati Rio berdetak kencang lagi. Dia hanya membalas kata singkat Inara dengan angg
"Rio? ada dirumah Inara, ada apa ini? kenapa dia juga tidak menyapaku padahal dia jelas melihatku, bahkan senyum pun tidak." Hesti berjalan menuju pintu rumah Inara sambil terus berpikir dan penasaran kenapa Rio ada disini. Setelah memencet bel tampak dari dalam pelayan membukakan pintu dan menanyakan Hesti mau menemui siapa. Pelayan menyuruhnya masuk dan menunggu. Tak berapa lama Inara keluar dan menemui Hesti. "Nara, apa kabar kamu sayang? aku telpon kamu tapi nomer kamu gak aktif." Sapa Hesti sambil memeluk sahabatnya. "Maaf Hes aku baru hari ini nyalakan hand phone, dari kemarin aku gak enak badan pengen istirahat aja gak mau diganggu siapa siapa, kamu apa kabar maaf ya aku gak sempat pamit waktu itu." "Gak papa, gak masalah kok." Hesti penasaran dengan keberadaan Rio yang keluar dari rumah Inara , lalu dia bertanya kepada Inara. "Ra aku tadi di gerbang ketemu sama Rio, dia dari sini Ra?" Mendengar pertanyaan itu, Inara tampak kebingungan akan jawab apa, dia sempat terdiam s
Beberapa minggu setelah kejadian itu, Inara memutuskan untuk mulai kembali ke aktivitasnya dia mulai masuk mengajar sebagai dosen setelah cuti lumayan lama. Papa dan mama Inara sempat tidak mengijinkan putrinya itu beraktivitas kembali namun setelah Inara menjelaskan alasannya yang sudah mulai jenuh dan juga mungkin dengan mengajar dia bisa lebih terhibur maka orang tua Inara akhirnya mengijinkannya. Inara sempat ragu, karena dia takut disaat dia masuk Inara mendapat hinaan atas kejadian yang menimpannya, namun ketakutan Inara itu tidak terjadi, keadaan di kampus Inara nampak tenang saja ketika Inara datang, rupanya berita soal kejadian itu cepat di take down oleh papa Inara sehingga tidak sampai terdengar di kampus Inara. Beberapa dosen menanyakan kesehatan Inara yang cuti karena sakit hampir tiga minggu. Jam mengajar telah selesai, kegiatan hari ini membuat Inara kembali bersemangat kembali, dia mulai melupakan kejadian yang dia alami. Keluar dari kelas Inara menuju taman untuk be
"Aku akan tanggung jawab, kamu tenang ya kita berdoa saja dugaan kita salah." "Bukan masalah tanggung jawab saja ini Rio." Panggilan perawat menghentikan ucapan Inara. Mereka memasuki ruang periksa dan bertemu dengan dokter. Setelah mendengar cerita Inara dokter memintanya berbaring untuk melakukan pemeriksaan USG. Dalam keadaan takut tanpa disadarinnya tangannya menggenggam erat tangan Rio selama dokter memeriksanya. Alat USG ditempelkan pada perut Inara, Inara yang merasa ketakutan tidak melepaskan genggaman tangan Rio, melihat Ini Rio hanya tersenyum dia merasa seperti seorang suami yang tengah menemani istrinya periksa kehamilan Dokter memulai memeriksa perut Inara, dan benar yang seperti mereka duga dokter melihat ada setitik benih yang sedang tumbuh di rahim Inara. Dokter terus menjelaskan sambil menempelkan alat USG, dokter menjelaskan bahwa janin itu baru berumur dua minggu. Air mata Inara jatuh dia merasakan hancur untuk kedua kalinya setelah mengetahui kehamilannya. Dokter
"Aku gak mau dia tumbuh Rio aku gak mau aku gak mau." "Inara tenang, kamu tenang kita tunggu efek obat itu, jangan kamu minum lagi bahaya buat tubuhmu, aku tahu kamu tidak mau tapi bukan seperti itu Inara, itu janin yang tidak berdosa, kamu juga tidak berdosa, ini semua karena kesalahanku, kamu tenang aku kesana sekarang aku mau periksa keadaanmu." "Gak usah Rio biarkan aku sendiri, aku mau menenangkan diri dulu." Rio memikirkan apa yang akan terjadi kepada Inara, dia hanya berharap janin itu akan tetap tumbuh di rahim Inara sehingga dia bisa menikah dengan Inara dan selalu disampingnya. Rio yang masih berada di ruang dokter dia mencoba memejamkan matanya sebentar untuk menghilangkan penatnya pikirannya. Tiba tiba Nasrul datang dan mengagetkan Rio. "Wooii bro, belum pulang juga kamu?" "Belum, masih capek pengen rebahan bentar." "Capek mikirin Inara? cerita mungkin aku bisa bantu.""Ceritanya ya gitu lah Inara sekarang hamil, dan tadi dia coba berusaha menggugurkannya dengan minu