Kun terengah-engah. Dia mengejar Eve yang berlari ke arah gedung seberang dalam kondisi hamil muda.Padahal, tadi dia baru saja selesai dari perjalanan bisnis keluar kota. Berniat pulang untuk istirahat, tapi malah menuruti keinginan Eve yang berharap bisa bertemu dengannya sore itu juga.Tapi wanita itu malah berlarian keluar dari tempat janji temu, sambil menangis. Kun mengejar. Kewalahan, karena jalanan yang padat dan kondisinya yang sedikit kelelahan.Dia bingung pada dirinya sendiri yang selalu kalah dari Eve.Di gedung seberang, di sebuah penginapan baru buka yang mirip rumah susun.Eve dengan ponsel yang masih menempel di telinganya kembali terisak. Kakinya sudah refleks membawanya ke sini. Ke tempat pria yang menanam benih ke rahimnya.“Jangan batalkan pernikahanmu. Kembali ke sana. Kumohon,” isak Eve. Dia rela setengah tidak saat mengatakannya.“Jangan gila. Aku sudah sampai melarikan diri dari tempat di mana seharusnya aku berada sekarang. Dan kau minta aku kembali?” Suara ny
Pesta pernikahan Marlyn Jue dan Dido Joil tidak dibatalkan. Berawal, bahkan berakhir tanpa mereka berdua, si mempelai pria dan wanita.Sedikit aneh memang, tapi tuan rumah, pihak keluarga Marlyn Jue pintar mengubah suasana bingung itu menjadi sebuah acara yang berakhir dengan cukup baik.Berisi banyak hiburan dan makanan penutup yang mewah. Pengalihan yang bagus.“Jika ingin menginap di kamar lain, pergi lah.” Shima bicara kaku di depan Jun, ketika mereka baru kembali dari pesta.Mata Jun sesekali melirik ke lorong, itu lah alasan kenapa Shima berucap seperti barusan.“Kau yakin?” Jun bersandar di kusen pintu, menahan lengan Shima yang sedang bersiap masuk.“Ya. Kenapa tidak?” Gelagatnya sungguh canggung. Shima pun menyadari hal itu pada dirinya sendiri.“Mungkin kau butuh aku sebagai selimut malammu.” Jun mengembangkan senyum, sekejap.“Bukan aku, tapi dia.”Wow, terdengar ada sedikit, secuil nada yang cemburu.Benarkah?“Dia? Dia siapa?” Jun menggoda. Senang sekali melihat ekspresi t
Mau merasa malu pun, percuma. Semalam mereka bercinta.Tidak kenal puas, apalagi lelah.Merasakan bahwa kakinya terbelit di antara kaki Jun pagi ini, membuat Shima merinding, ketika dia membuka mata dan melihat dua pasang kaki telanjang berada di luar selimut.Jijik?Bukan.Dia justru ingin melakukannya lagi.Dasar gila!“Morning seks?” bisik Jun, kecupan tidak luput diberikan sekilas di leher Shima. Pria itu terbangun lima detik setelah Shima membuka mata.Malu-malu tapi mau? Itu dia!Jun sadar sebelum Shima memberi isyarat apa pun. Benar memang, Jun selalu tahu apa yang dia inginkan. Harus diakui bahwa itu benar.“Hmm.” Tidak mengangguk, tidak pula menggeleng. Shima selalu bersikap seolah dia enggan memulai, tapi pasti menguasai permainan saat sudah berada ditengah jalan.Jun menarik selimut. Masuk ke dalam sambil menggelitik setiap ketelanjangan Shima. Dia bersembunyi sejenak dibalik sana, sementara Shima menahan debar jantung di luar selimut.Apa yang Jun lakukan di dalam sana? Pr
Mereka pulang. Sikap Shima jauh lebih bersahabat, daripada saat mereka pergi.“Donat kacang.” Jun menyodorkan sekotak kecil donat topping cokelat ke hadapan Shima, ketika mereka tiba di stasiun.“Dari mana kau tahu aku suka donat kacang?” Shima langsung menerima kotaknya, mengambil satu donat kacang berukuran mini, lalu mengunyahnya dengan cepat.“Karena aku suka.” Jun tersenyum. Padahal tidak. Dia tahu kesukaan Shima jelas dari Alaric Domina.Shima tidak memperpanjang hal itu. Menganggap bahwa Jun memiliki kesukaan yang sama dengannya. Donat kacang.Mudah bagi Jun untuk tahu segala hal tentang Shima melalui Alaric, tanpa membuat pria itu curiga sama sekali padanya.“Nah. Bagi dua.” Shima memeriksa bahwa donat mungil mereka bersisa dua. Dibagi sama. Niatnya begitu.Agar terlihat adil dan meyakinkan, Jun mengambil satu. Sekali masuk, seketika lenyap.Shima baru akan bertanya di mana Jun membeli donat kacangnya, ketika ponsel pria itu berdering sekaligus bergetar.Tidak menjauh, tetap b
“Hei, jangan begitu.” Jun menyikut Shima yang beraut datar. Tersenyum sambil menaik-turunkan alisnya. “Cemburu, ya?”“Dalam mimpimu.” Shima menampar punggung Jun dengan telapak tangan kanannya. Cukup keras, hingga pria itu terkejut dan mengaduh.“Demi apa, kekuatanmu saat marah mengerikan!” Pura-pura kesal, Jun mencubit pipi kanan Shima.“Henti—”“Jun Hongli!” Xana Herby muncul, dia terburu-buru menghampiri mereka berdua.Raut wajah Jun berubah seketika. Campur aduk yang menandakan tidak senang, tapi tidak juga benci.“Katanya ibumu menunggu. Ini ibumu?” ejek Xana. Kecemburuan langsung berubah menjadi sindiran. Shima jelas bukan ibunya Jun, dia tahu itu. Cuma provokasi agar mereka saling serang.Shima membuang muka. Tidak sudi melihat ke arah Xana, apalagi Jun.“Ada apa?” Jun tegang. Bukan karena berpikir ada kemungkinan keduanya saling serang, tapi bisa saja dia yang salah memihak.Keduanya bukan sekedar cantik, tapi luar biasa. Pada Shima Naomi, Jun merasakan hasrat tak kenal puas,
Shima berhasil tergoda oleh Jun, ketika akhirnya mereka bercinta di dalam mobil di garasi rumah Kun.Keterlaluan memang. Namun mau bagaimana lagi? Jun dan Shima mengutamakan nafsu. Lagipula, di mana Kun ketika istrinya digoda oleh adik kandungnya sendiri?Pria itu bahkan tidak peduli pada apa pun yang terkait tentang Shima, kecuali untuk pernikahan palsu mereka yang perlu dicemaskan, kalau-kalau ada yang curiga, terutama orang tua dari kedua belah pihak.Sudah tengah malam, ketika dengan napas terengah keduanya mencapai klimaks pertama.“Sudah, Jun.” Shima memegangi lengan Jun yang sama berkeringatnya seperti dia.“Kenapa, hmm? Tidak menyenangkan lagi untukmu?” Jun berusaha berpikir, di mana letak kesalahannya.“Kau ini.” Shima memukul dada Jun. “Ini garasi mobil kakakmu. Kau mau dia masuk dan melihat kita di sini?”“Bagaimana jika kita biarkan saja?”“Kau gila!” Shima memaksa diri bangun dari sulitnya setengah terlipat di jok belakang.“Iya, iya. Maaf.” Menahan Shima dengan rangkulan
“Karena aku ingin mengubah beberapa peraturan yang ada di antara kita. Dan aku berharap kesepakatan bersama seperti sebelumnya.”Tatapan Kun mengunci Shima yang mengerjap-ngerjap bingung, takjub. Padahal, mereka bertekad bersama untuk bertahan selama satu tahun.Hanya satu tahun yang berarti bersisa tujuh bulan lagi.“Ayo, kita bicara.” Tidak mau menunggu lama, Kun menarik tangan Shima dan membawanya ke tepi tempat tidur.Shima menurut. Diam dan duduk. Menunggu dengan debaran yang mengganggu.Berharap sungguh bisa melihat tubuh suaminya lebih sering seperti ini. Tidak munafik, Shima begitu ingin menyentuhnya.Meski Kun dan Jun itu kakak adik, apa yang berbeda dari keduanya? Shima penasaran.Kurang ajar memang.“Ini perlu ditulis. Bahkan harus ada stempel yang membuktikan keabsahannya.” Kun berdiri. Berjalan ke sana kemari mencari semua yang dia dibutuhkan.Yang bisa dilakukan Shima hanya menatap dan memperhatikan apa yang dikerjakan suaminya.“Okay. Ini dia.” Semangat Kun terlihat dar
Menjalankan rutinitas yang biasa dilakukan para suami istri itu, pasti menyenangkan.Awalnya, Shima pikir, mereka akan mandi bersama dengan ketelanjangan penuh dan bercinta dengan perlahan-lahan.Tidak.Apa?Ya, tidak. Tidak ada yang terjadi.Ajakan Kun mandi bersama itu memang bukan cuma gertakan. Bahkan tanpa malu-malu mereka melepas pakaian. Berendam dengan busa yang menutupi ketelanjangan satu sama lain. Mereka di sana selama dua puluh menit. Bahkan sempat terlibat pembicaraan basa-basi.Setiap tanpa sengaja kulit mereka bertemu dan saling tersentuh, mengantarkan sengatan gairah untuk Shima.Rupanya, itu tidak berlaku bagi Kun. Pria itu tidak menunjukkan tanda-tanda kenaikan hasrat yang membakar sedikit demi sedikit, seolah Shima bukan lah lawan jenis yang bisa memuaskan gairah seksualnya.Tidak menyadarinya diawal, Shima merasa tersinggung ketika mereka akhirnya menarik selimut bersamaan dan kembali pada kegiatan utama di malam hari. Tidur.Menjengkelkan seperti apa pun itu, Shima