Dan setelah sekian lama rasanya, walau mungkin tidak selama dugaan mereka, Jun dan Kun berpelukan. Tidak berkata-kata. Hanya berpelukan dengan bergantian menepuk-nepuk punggung sebagai ciri khas para pria saat saling ingin memberikan dukungan satu sama lain.***Sid menangis keras dalam pelukan Jun. Harus berpisah. Dia dan ayahnya akan berangkat ke ujung dunia, besok. Negara yang jauh, desa terpencil.Dan rupanya Matrix tidak cuma sekedar memenuhi janjinya pada Kun, tapi memberitahu rahasia besar pada putrinya, pagi ini sebelum Sid pergi menemui Jun.“Karena aku adalah seorang peneliti, bukan hal yang mengejutkan bahwa aku tanpa sengaja terminum racun.Dan racun itu memicu kanker yang selama ini cukup pasif di dalam tubuhku, karena sebelumnya, aku bisa menanggulanginya berkat ilmu yang kupunya.Namun yang kali ini terlambat kusadari. Kankernya sudah menyebar ke seluruh tubuhku. Sulit kujelaskan padamu, sebab kau tidak turun ke duniaku. Yang ingin kuberitahukan adalah tentang hidupku y
Sejak kapan ponsel Jun ada pada Cosi? Dan sejak kapan juga mereka boleh ikut campur sejauh itu antara satu sama lain?Sampai pada titik ini, sekalipun Jun belum pernah melanggar. Justru dia berusaha untuk menjauhi hal-hal yang bisa membuat kesepakatan jadi tidak bermakna lagi, jika salah satu dari mereka ada yang curang.Cosi menjadi satu-satunya pihak yang bermain curang, tidak aman.Jun membaca pesan balasan dari Sid. Sekilas, dari notifikasi.Sid: Hari-hariku tidak menyenangkan tanpa Anda, Pak Jun. Sejauh ini Ayah masih baik-baik saja. Aku rindu padamu.Menyimpan ponsel di sisi kanan yang bukan berarti aman, tapi tidak akan dijangkau Cosi lagi, Jun sekarang menghela napas nyaris teramat pelan.“Saatnya tidur, Cosi.”Ajaib. Cosi menurut. Namun tetap dalam posisi memunggungi Jun. Wanita hamil itu merajuk. Tentu saja.Kehilangan minat untuk membalas pesan dari Cosi, Jun memilih memejamkan mata. Ada alasan kenapa belakangan ini dia mulai memburu semua pekerjaan, bahkan siap menyelesaik
Sid suka berkebun di belakang rumah, setelah Matrix setiap pagi pergi berolahraga lari keluar masuk hutan.Dia sedang mual dan muntah saat Cosi muncul dengan raut wajah murung. Melihat Sid benar seperti foto yang dilihatnya dari Fla.Sid merasa tidak asing dengan wajah wanita dihadapannya. Namun tidak ingat pernah melihat, apalagi berinteraksi di mana dan kapan.Cepat-cepat membersihkan mulut dan mencuci wajahnya dari air yang mengalir di keran, Sid segera menegakkan tubuhnya untuk menghampiri Cosi dan menyapa dengan ramah.“Halo, Anda mencari—”Satu tamparan untuk Sid. Mendarat cepat dan kuat, hingga membuat wajah wanita itu sepenuhnya terlempar ke sisi arah samping.Telinga Sid yang berdenging seketika mengingatkannya pada siapa wanita yang rasanya tidak asing itu. Istrinya Kun Yongli. Kakak ipar dari pria yang dicintainya dan dicintainya.Tapi, kenapa?“Ternyata tidak rugi jauh-jauh aku datang ke sini.” Cosi mengepalkan tangan kanan yang tadi digunakan untuk menampar Sid. Meski gem
Cosi berhasil mengguncang Sid, sampai ke tulang-tulangnya. Wanita muda itu jatuh sakit keesokan harinya. Dalam keadaan hamil muda yang diketahui Matrix, dia dirawat di rumah sakit terdekat nyaris sepekan.Selama itu Sid terus mempertimbangkan banyak hal, segalanya. Meski Cosi datang dengan kabar yang sangat mengejutkan dirinya, apa dia berhak untuk merusak kebahagiaan pria yang dicintainya? Apa ini salah Jun? Tidak. Bahkan Jun tidak tahu menahu tentang benih di pertemuan terakhir yang ditanamkan telah menjadi calon bayi.Lalu, bagaimana dengan Cosi? Wanita itu menjadi tidak tenang setiap malam menjelang Jun masuk ke kamarnya. Dia cemas andai suami keduanya itu tahu tentang semua perbuatannya pada Sid.Namun dibalik rasa takutnya itu Cosi yakin, bahwa Sid tidak memiliki keberanian apa pun. Dia sudah mengancam akan mengupayakan segala cara jika Sid sampai berani bertindak untuk semua hal. Apa saja. Apa pun yang menyangkut tentang Jun adalah urusannya. Dia tidak ragu-ragu saat bertindak.
“Apa kau tidak lelah denganku, Jun?”Bukan lelah, malah Jun merasa tidak boleh mengenal apa itu lelah saat bersama Cosi. Hal itu justru menjadikannya seperti sekarang ini. Bahkan tanggungjawabnya terasa makin ringan dijalankan.“Jika aku lelah, aku yang memulai pasti akan mengakhiri. Tidak perlu alasan lain selain aku ingin menyerah. Namun tidak kulakukan. Itu artinya kau bisa menyimpulkan sendiri apa aku lelah denganmu atau tidak.” Jun berkata sambil menarik selimut untuk menutupi mereka bersama, tapi Cosi menahan tangannya.“Kau rindu padanya?”Jun terdiam sejenak, sampai akhirnya balik bertanya. “Sebelum kujawab. Aku ingin tahu, dari mana kau tahu bahwa aku sudah mengetahui tentang kunjunganmu ke rumah Sid?”Cosi menggenggam erat tangan Jun tanpa berani menatap mata pria itu, sebab dia takut jika nanti sampai melihat ekspresi Jun yang sedang membicarakan Sid. Raut wajah penuh kerinduan, tersiksa karena tidak bisa berjumpa.“Karena kau terlihat semakin kosong, Jun.”“Kau menebak?”Co
“Kun, maafkan aku. Aku tidak bisa menikah denganmu.” Elia Eve menundukkan kepalanya. Matanya tertuju hanya pada perutnya yang rata. “Tolong jangan bercanda, Eve. Besok kita akan menikah. Semua sudah dipersiapkan. Kenapa tiba-tiba kau mengatakan omong kosong seperti ini?” Kun Yongli mencengkeram kedua pundak sang kekasih yang teramat dicintainya itu. Penuh rasa putus asa. “Ini bukan omong kosong, Kun. Kenyataannya, aku sedang hamil tiga minggu.” Seharusnya, itu kabar yang menggembirakan bagi mereka yang akan menikah. Tidak untuk Kun. Dia tidak pernah menyentuh Eve lebih dari sekedar pelukan dan ciuman. Sebaik dan sesopan itu lah dirinya terhadap wanita yang sangat dicintainya. “Kau ... kau—” “Aku melewati beberapa malam dengan rekan kerjaku saat kau melakukan perjalanan bisnis keluar kota.” Kun menelan kepahitan kenyataan itu dengan tubuhnya yang nyaris goyah. Dia, pria berhati lembut yang selalu berusaha hidup lurus, termasuk dalam urusan percintaan, nyatanya dikhianati juga. “
Shima menoleh terkejut saat melihat adiknya Kun, Jun Hongli, sudah berada dibelakangnya.Apa yang dikatakannya tadi?“Kau sudah pulang?” Basa-basi Shima hanya untuk mengalihkan pertanyaan Jun yang sepertinya aneh. Dia ingat bahwa pria ini tinggal bersama kakaknya. Jadi tidak aneh melihatnya berkeliaran di rumah Kun.“Aku ada di rumah sejak tadi.” Jun tersenyum, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Shima. “Tawaranku masih berlaku. Kau tidak mau menerimanya?”Shima menjauhkan diri dari bisikan Jun, walau menggunakan cara yang halus.Perlahan, dia sudah berada sedikit berjarak dari tempat Jun berdiri saat ini.Tidak begitu terlihat. Hanya sekilas pandang, Shima mengenal Jun di pesta pernikahannya dengan Kun.Pria itu datang terlambat, karena baru saja kembali dari luar negeri.Kun bahkan tidak sempat memperkenalkan Shima pada Jun. Shima tahu bahwa Jun itu adiknya Kun, dari pemberitahuan ibu mertuanya.“Dia putra kedua sekaligus anak bungsu di keluarga kami. Mungkin dia terlihat sedikit
Jun sedang mengingat momen pagi tadi ketika Shima berhasil menipunya dengan cuma mencium pipinya sekilas, bukan bibirnya.Tertawa geli, Jun tidak menyangka ada wanita yang tidak menginginkan bibirnya.Tawanya terhenti, ketika tiba-tiba saja Nasco muncul ke ruangannya dan berbisik.“Kau gila, ya? Targetmu selanjutnya itu, kakak iparmu?”“Mm-hm,” angguk Jun. “Gila apanya?” Sekarang dia tertawa lagi. Mengingat wajah Shima yang memerah malu sebelum membanting pintu mobilnya.“Tentu saja gila. Jika dia berhasil termakan bujuk rayumu, kau siap bertanggung jawab?” Nasco mengerutkan kening. Dia cuma tahu bahwa Jun tertarik pada kakak iparnya. Tidak diberitahu jika pernikahan Kun dan Shima itu palsu.Tentang kebenaran akan hal itu, Jun cuma ingin menyimpannya seorang diri.“Bahkan jika dia hamil, aku siap menikahinya.”“Apa? Kau gila, hah? Sejak kapan kau membiarkan ada wanita yang mengandung benih darimu?”Jun tertawa lagi. “Sejak mengenal Shima Naomi.” Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Nas