Home / Rumah Tangga / Tergoda Adik Ipar / 5. Aku Di Sini Untukmu

Share

5. Aku Di Sini Untukmu

Author: Velmoria
last update Last Updated: 2022-07-24 20:38:57

Shima mengangguk kuat-kuat, karena tahu Jun pasti tidak bisa melihatnya, tapi ada sedikit cahaya masuk dari jendela di ujung lorong.

Melepas bekapan tangannya, Jun menyeret Shima ke kamarnya.

“Kenapa ke sini?”

“Ssst. Jangan berisik, Shima. Aku merasa ada orang yang berniat menyelinap masuk ke rumah ini.”

Mata Shima membulat terkejut. Sebelumnya, walau sudah bertahun-tahun berlalu, kejadian serupa pernah terjadi. Tapi waktu itu, ibunya masih ada. Ibunya, yang melindunginya dari para penyusup yang tidak dikenal saat mereka masuk ke rumah, ditengah malam seperti ini.

Saat itu, Alaric Domina tidak ada di tempat. Dia masih dalam perjalanan pulang dari melayat salah satu rekannya yang terkena tembakan salah sasaran.

“Jangan bercanda.” Shima memasang raut marah dengan begitu serius. Untuk hal seperti ini, dia tidak bisa diajak main-main. Trauma atas kematian ibunya masih sangat jelas dirasakannya sampai detik ini. Bahkan kedua tangannya kembali bergetar karena begitu ketakutan.

Jun mendekati Shima dengan tenang, walau hatinya pun sebenarnya sangat gelisah andai sesuatu terjadi, ketika Alaric Domina sedang tidak ada di rumah.

Tadi, setelah mereka selesai berbincang di ruang keluarga, Alaric mendapat panggilan telepon. Ayah Shima itu buru-buru pergi, sambil menitipkan putrinya pada Jun.

Sedikit berprasangka, Jun berjaga malam ini karena merasa ada sesuatu yang tidak seharusnya terjadi di sini. Kepergian Alaric saja sudah sangat mencurigakan baginya. Jun senang menduga-duga. Walau tidak selalu bagus memiliki pikiran seperti itu, tapi kali ini dia merasa beruntung karena kenyataannya hal itu mendatangkan kewaspadaan pada dirinya.

“Aku tidak bercanda. Mereka sudah tiga kali mengelilingi rumah ini untuk mencoba masuk, tapi sepertinya belum menemukan cara sampai saat ini.” Mencoba menenangkan, Jun sendiri sedikit merasa cemas. Dia tidak membawa ponsel bersamanya. Benda itu ditinggalkannya di dalam mobil, karena terlalu terburu-buru dan bersemangat saat tiba di sini untuk bertemu dengan ayahnya Shima.

Shima semakin gemetar karena kali ini dia percaya. Sepasang kakinya sudah tidak lagi kuat menahan tubuhnya sendiri.

Jun menyadari itu. Peka lebih cepat untuk Shima.

Dia yang biasanya tidak peduli atau memilih pura-pura bodoh pada para wanita di sekitarnya, hanya ingin lebih perasa untuk kakak iparnya seorang.

Mendekap dan menenangkan Shima layaknya bertukar peran dengan Kun, yang seharusnya menjadi suami sempurna untuk Shima, dia mengambil kesempatan dari wanita berambut cokelat terang itu dengan mencium keningnya.

“Tidak apa-apa. Aku di sini untukmu.”

Setelahnya, suara seperti benda dibanting, membuat kedua insan itu terperanjat. Tidak lama, listrik menyala. Semua kembali terang benderang.

Shima mencengkeram lengan Jun. membenamkan kuku-kuku jarinya di kulit pria itu. Ketakutan, sampai menggigil. Hawa dingin dari hujan yang masih turun dengan deras, meski tidak lagi ada suara petir, menambah rasa nyaris beku menembus tulang-tulangnya.

“Tetap di sini. Kunci pintunya. Jangan pernah keluar dari kamar ini, paham?” Setelah mencoba bicara pada Shima yang diam bagai patung, Jun bersiap pergi.

“Jun.” Shima menahan lengan Jun. Menatap pria berambut hitam pekat itu dengan penuh rasa gelisah. “Tolong, berhati-hati lah.” Bayangan tentang bagaimana ibunya melindungi dirinya hingga tertikam pisau orang tidak dikenal lima tahun lalu itu, membuatnya benar-benar takut hal serupa mungkin bisa saja terjadi pada adik iparnya itu.

Jun tersenyum. Mungkin setelahnya ini, Shima setuju untuk tidur bersama dengannya. Pikiran gila masih sempat melintas di kepala pria itu.

“Tentu saja. Aku pasti akan berhati-hati.” Setelah mengusap pipi kanan Shima, Jun membuka pintu. Menutupnya kembali dan mendengar Shima menguncinya.

Bagus. Shima harus aman. Dia merasa wajib jadi pahlawan malam ini, agar kakak iparnya segera jatuh ke dalam pelukannya. Lalu yang terpenting, merasa berhutang budi padanya.

Tidak peduli jika ternyata itu bukan lah cara yang tepat, tapi Jun tetap saja sangat bersemangat memenangkan keadaan ini.

Bergerak ke asal suara sesuai tebakan dan naluri, Jun melihat pintu samping rumah terbuka, walau tidak lebar. Pegangannya rusak. Saat dia mencoba memeriksa keadaan dibalik luar pintu, terlihat seorang pria jangkung sedang berdiri tegak mengawasi keadaan.

Jun kembali ke dalam sebelum pria itu menyadari keberadaannya. Dia bergerak ke lorong lain di dalam rumah. Menemukan dua orang pria sedang berusaha membuka kunci sebuah ruangan yang diyakininya sebagai ruang kerja Alaric Domina.

Dia tidak ingin mencari masalah. Dua lawan satu. Bukan keputusan yang bijak. Belum lagi jika pria yang di luar ikut bergabung andai mendengar suara keributan dari dalam sini.

Sekarang, dia hanya harus membuat Shima merasa aman. Biarkan saja para penyusup itu melakukan apa pun yang mereka inginkan atau mengambil apa saja yang mereka butuhkan, asal tidak mengusik kakak iparnya.

Sangat waspada dan berhati-hati, Jun bergerak menuju ke garasi. Membuat langkahnya sedemikian rupa agar tidak mengundang perhatian kedua pria yang masih belum bisa membobol pintu ruang kerja Alaric Domina.

Jun mencapai pintu mobilnya dan berhasil menggapai ponsel di atas dashboard. Matanya tetap fokus menatap lurus ke depan, khawatir ada yang memperhatikan.

Berjongkok di bagian belakang mobil, Jun mulai memanggil bantuan dengan mengirim pesan pada beberapa teman terbaiknya. Bukan pihak berwajib, tapi memang teman yang berada dalam organisasi dunia bawah dan gelap yang bisa diajak bekerjasama, walau tidak masalah ketika dia harus mengeluarkan sedikit uang untuk mereka.

Tidak lupa untuk mengembalikan ponselnya ke dashboard, sebelum dia pergi. Baginya, ponsel sama sekali tidak diperlukan di mana dia bisa bersama berduaan dengan Shima sepanjang malam seperti ini.

Jun hanya perlu menjaga agar keadaan tetap aman sampai teman-temannya tiba. Dia juga harus kembali ke kamar tempat Shima berada.

Saat sudah merasa aman, Jun bergerak melintasi lorong dan melihat bahwa pintu ruang kerja Alaric Domina sudah berhasil dibuka.

Bergegas, dengan setengah berlari, Jun mendarat di depan pintu dan memanggil Shima. Suaranya pelan, nyaris tidak terdengar.

“Shima. Shima, buka pintunya.”

Namun karena Shima terus mondar-mandir dibalik pintu, dia bisa mendengar panggilan adik iparnya.

“Jun? Kaukah itu?”

“Ya. Ini aku.”

Pintu terbuka. Shima melihat Jun baik-baik saja. Dia menghela napas lega dan masih saja pucat pasi, ketika melihat lurus melewati Jun. Cemas andai ada orang asing yang tiba-tiba mengikuti Jun dari belakang, lalu mengambil kesempatan untuk memukul kepala pria itu.

Jun menutup pintu dan menguncinya. Dia tidak akan peduli pada keadaan di luar sana, selama dirinya dan Shima baik-baik saja bersama di sini.

“Ayahku. Bagaimana dengan ayahku? Apa mereka menyakiti ayahku?”

“Tidak. Ayahmu sudah pergi sebelum aku masuk ke kamarku. Sepertinya, dia memiliki keperluan mendesak.”

“Lalu, bagaimana dengan keadaan di luar sana?” Masih secemas tadi, Shima mencengkeram lagi lengan Jun.

“Tenang lah. Semua aman. Baik-baik saja.” Untuk kebaikan, Jun merasa perlu berbohong. Membohongi Shima dengan caranya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
siapa mereka???rupanya ayahnya Sima banyak musuh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tergoda Adik Ipar   119. Aman Terkendali

    “Apa kau tidak lelah denganku, Jun?”Bukan lelah, malah Jun merasa tidak boleh mengenal apa itu lelah saat bersama Cosi. Hal itu justru menjadikannya seperti sekarang ini. Bahkan tanggungjawabnya terasa makin ringan dijalankan.“Jika aku lelah, aku yang memulai pasti akan mengakhiri. Tidak perlu alasan lain selain aku ingin menyerah. Namun tidak kulakukan. Itu artinya kau bisa menyimpulkan sendiri apa aku lelah denganmu atau tidak.” Jun berkata sambil menarik selimut untuk menutupi mereka bersama, tapi Cosi menahan tangannya.“Kau rindu padanya?”Jun terdiam sejenak, sampai akhirnya balik bertanya. “Sebelum kujawab. Aku ingin tahu, dari mana kau tahu bahwa aku sudah mengetahui tentang kunjunganmu ke rumah Sid?”Cosi menggenggam erat tangan Jun tanpa berani menatap mata pria itu, sebab dia takut jika nanti sampai melihat ekspresi Jun yang sedang membicarakan Sid. Raut wajah penuh kerinduan, tersiksa karena tidak bisa berjumpa.“Karena kau terlihat semakin kosong, Jun.”“Kau menebak?”Co

  • Tergoda Adik Ipar   118. Serakah

    Cosi berhasil mengguncang Sid, sampai ke tulang-tulangnya. Wanita muda itu jatuh sakit keesokan harinya. Dalam keadaan hamil muda yang diketahui Matrix, dia dirawat di rumah sakit terdekat nyaris sepekan.Selama itu Sid terus mempertimbangkan banyak hal, segalanya. Meski Cosi datang dengan kabar yang sangat mengejutkan dirinya, apa dia berhak untuk merusak kebahagiaan pria yang dicintainya? Apa ini salah Jun? Tidak. Bahkan Jun tidak tahu menahu tentang benih di pertemuan terakhir yang ditanamkan telah menjadi calon bayi.Lalu, bagaimana dengan Cosi? Wanita itu menjadi tidak tenang setiap malam menjelang Jun masuk ke kamarnya. Dia cemas andai suami keduanya itu tahu tentang semua perbuatannya pada Sid.Namun dibalik rasa takutnya itu Cosi yakin, bahwa Sid tidak memiliki keberanian apa pun. Dia sudah mengancam akan mengupayakan segala cara jika Sid sampai berani bertindak untuk semua hal. Apa saja. Apa pun yang menyangkut tentang Jun adalah urusannya. Dia tidak ragu-ragu saat bertindak.

  • Tergoda Adik Ipar   117. Peringatan!

    Sid suka berkebun di belakang rumah, setelah Matrix setiap pagi pergi berolahraga lari keluar masuk hutan.Dia sedang mual dan muntah saat Cosi muncul dengan raut wajah murung. Melihat Sid benar seperti foto yang dilihatnya dari Fla.Sid merasa tidak asing dengan wajah wanita dihadapannya. Namun tidak ingat pernah melihat, apalagi berinteraksi di mana dan kapan.Cepat-cepat membersihkan mulut dan mencuci wajahnya dari air yang mengalir di keran, Sid segera menegakkan tubuhnya untuk menghampiri Cosi dan menyapa dengan ramah.“Halo, Anda mencari—”Satu tamparan untuk Sid. Mendarat cepat dan kuat, hingga membuat wajah wanita itu sepenuhnya terlempar ke sisi arah samping.Telinga Sid yang berdenging seketika mengingatkannya pada siapa wanita yang rasanya tidak asing itu. Istrinya Kun Yongli. Kakak ipar dari pria yang dicintainya dan dicintainya.Tapi, kenapa?“Ternyata tidak rugi jauh-jauh aku datang ke sini.” Cosi mengepalkan tangan kanan yang tadi digunakan untuk menampar Sid. Meski gem

  • Tergoda Adik Ipar   116. Membohongi Semua Orang

    Sejak kapan ponsel Jun ada pada Cosi? Dan sejak kapan juga mereka boleh ikut campur sejauh itu antara satu sama lain?Sampai pada titik ini, sekalipun Jun belum pernah melanggar. Justru dia berusaha untuk menjauhi hal-hal yang bisa membuat kesepakatan jadi tidak bermakna lagi, jika salah satu dari mereka ada yang curang.Cosi menjadi satu-satunya pihak yang bermain curang, tidak aman.Jun membaca pesan balasan dari Sid. Sekilas, dari notifikasi.Sid: Hari-hariku tidak menyenangkan tanpa Anda, Pak Jun. Sejauh ini Ayah masih baik-baik saja. Aku rindu padamu.Menyimpan ponsel di sisi kanan yang bukan berarti aman, tapi tidak akan dijangkau Cosi lagi, Jun sekarang menghela napas nyaris teramat pelan.“Saatnya tidur, Cosi.”Ajaib. Cosi menurut. Namun tetap dalam posisi memunggungi Jun. Wanita hamil itu merajuk. Tentu saja.Kehilangan minat untuk membalas pesan dari Cosi, Jun memilih memejamkan mata. Ada alasan kenapa belakangan ini dia mulai memburu semua pekerjaan, bahkan siap menyelesaik

  • Tergoda Adik Ipar   115. Dia Membalas Pesanmu

    Dan setelah sekian lama rasanya, walau mungkin tidak selama dugaan mereka, Jun dan Kun berpelukan. Tidak berkata-kata. Hanya berpelukan dengan bergantian menepuk-nepuk punggung sebagai ciri khas para pria saat saling ingin memberikan dukungan satu sama lain.***Sid menangis keras dalam pelukan Jun. Harus berpisah. Dia dan ayahnya akan berangkat ke ujung dunia, besok. Negara yang jauh, desa terpencil.Dan rupanya Matrix tidak cuma sekedar memenuhi janjinya pada Kun, tapi memberitahu rahasia besar pada putrinya, pagi ini sebelum Sid pergi menemui Jun.“Karena aku adalah seorang peneliti, bukan hal yang mengejutkan bahwa aku tanpa sengaja terminum racun.Dan racun itu memicu kanker yang selama ini cukup pasif di dalam tubuhku, karena sebelumnya, aku bisa menanggulanginya berkat ilmu yang kupunya.Namun yang kali ini terlambat kusadari. Kankernya sudah menyebar ke seluruh tubuhku. Sulit kujelaskan padamu, sebab kau tidak turun ke duniaku. Yang ingin kuberitahukan adalah tentang hidupku y

  • Tergoda Adik Ipar   114. Ayah dan Paman

    Tidak ada kata menolak bagi Jun. Juga tidak perlu berpikir. Ini seperti sebuah keharusan. Tanggungjawab.Namun penting baginya untuk tidak melukai perasaan Kun.Lakukan cepat. Sebelum kakaknya kembali.Bibir dan pelukan mereka baru terlepas, ketika Kun masuk dengan terburu-buru. Terkesan menyimpan emosi.“Apa-apaan ini?” Kun meletakkan lembaran hasil tes ke pangkuan Cosi. “Bisa kalian jelaskan padaku?”Jun coba meraih kertas itu lebih dulu, tapi Cosi lebih cepat.“Ini salahku.”Kun dan Jun bersamaan menatap Cosi. Di benak mereka yang berbeda, pemikiran tertuju pada hal yang sama. Cosi melanggar kesepakatan.“Aku melarang Jun menggunakan pengaman. Biasanya, aku selalu minum pil pencegah kehamilan setelah melakukan hubungan. Namun beberapa waktu lalu, aku melupakannya.”Bukan lupa, tapi sengaja. Jun yakin itu. Namun dia akan diam saja sampai Kun mengambil keputusan. Kehamilan Cosi baru berusia satu minggu. Berarti artinya tidak lama setelah wanita itu mengungkapkan keinginan untuk memil

  • Tergoda Adik Ipar   113. Peluk dan Cium

    Fla bukan menghindari Jun, tapi memang begitu cemas andaikan atasannya itu kehilangan ‘minat’ padanya. Jaga jarak adalah cara teraman agar membuat suasana yang biasanya nyaman, menjadi canggung seketika.“Bisa tolong panggilkan Manajer Fla?” Jun membutuhkan wanita itu sekarang. Meminta salah satu karyawan lain agar memanggilkan Fla untuknya.“Ada yang bisa kubantu, Pak?” Harap dan cemas disingkirkan oleh Fla. Sikap profesional kerja harus diutamakan.Jun mengangkat wajah dari tatapannya pada dokumen dihadapannya. “Tidak biasanya kau begini. Atau mungkin saja aku yang keliru. Periksa laporanmu di sini. Temukan kesalahannya.”Fla melangkah lebih dekat ke mejanya Jun. Membungkukkan setengah tubuh dan memeriksa apa yang di maksud oleh pria itu.“Pak ... maaf. Ini kesalahanku. Akan kuperbaiki.”Jun mengangguk. Membiarkan Fla menarik laporan di mejanya dan dibawa pergi.Dugaan Fla berkata bahwa Jun sepertinya akan kembali menjadi atasan yang dikenalnya sebelum pria itu mengalami kecelakaan.

  • Tergoda Adik Ipar   112. Aku Janji

    Tiba di rumah, Jun pikir semua orang pergi ke mana sepagi itu, rupanya Cosi ada di dapur sendirian.“Di mana ibu?”“Bersepeda keliling perumahan bersama El dan Kun.” Cosi tidak mengalihkan perhatiannya dari adonan untuk membuat pancake.Jun bersiap meninggalkan dapur, tapi ucapan Cosi menunda langkahnya.“Kemari dan ciumlah aku, Jun.” Cosi melepaskan fokus dari apa yang tadi dikerjakannya, berbalik tubuh kemudian bersandar dekat wastafel untuk menunggu.Jun menghampiri dalam sekejap. Cosi dengan cepat meraih wajah suami pemuasnya itu lebih dulu.“Oh, Jun. Aku merindukan bibir ini.” Segenap perasaan Cosi mencumbu dan menghisap.Awalnya Jun pasif, tapi ketika Cosi mulai meraba tubuhnya, dia terbawa hasrat menggebu yang sama besar. Setara, seimbang.“Bercintalah denganku, Jun.” Cosi berjinjit cuma untuk meminta hal itu selagi memberi bekas di leher sang suami pemuas.“Mereka akan kembali sebentar lagi.” Bukan alasan. Memang itu kenyataannya. Sekarang hampir jam delapan, Kun tidak mungkin

  • Tergoda Adik Ipar   111. Karena Diriku

    Itu ... benar.Jun tidak dapat mengendalikan dirinya saat tengah menghadapi tubuh Sid. Terlalu bebas dan menyenangkan.“Kau—maaf, Sidney aku ....”“Lanjutkan, Pak. Jangan berhenti karena Anda telah mengetahui bahwa aku masih perawan.”Jun menggeleng muram. “Aku telah merampasnya darimu. Harusnya kutanyakan—”“Jangan, Pak Jun. Jangan salahkan diri Anda. Aku yang menginginkan Anda. Aku ingin tidur dengan Anda. Siapa yang salah? Tidak ada. Kemarilah, Pak. Kumohon jangan berhenti. Satukan diri kita lagi. Seperti tadi.” Sid mengulurkan tangan, sebab Jun menjauh darinya. Jantungnya berdebar karena tidak ingin berpisah.Jun masih tertegun. Bajingan! Dia telah mengambil keperawanan Sid dengan santainya.“Pak Jun. Sayangku,” lirih Sid dengan keberanian yang diusahakannya sepenuh hati. Dia menyukai, bahkan sangat mencinta pria yang tengah berada di atas tubuhnya itu. Ungkapan cinta pertamanya lewat sebutan, panggilan.Jun mendekat. Tidak tega karena dipanggil dengan begitu putus asanya oleh Sid

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status