Bab 10
Eni murkaDina berbaring dengan kondisi yang lemah. Kejadian apa yang dialaminya? penyakit jantungnya mendadak kumat. Dari keci Dina mengalami penyakit jantung sejak lahir.Tubuhnya tak sanggup menahan beban. Aku menyayanginya, seperti adik kandung sendiri. Adikku tak pernah memberi kabar, entah dimana ia berada. Sejak ibu meninggal dan ayah pergi. Bima adik kandungku menghilang bagai ditelan bumi.
Melangkahkan kaki keluar kamar dan mengambil Uki dari tangan Rini. "Kalian berdua akan tahu akibatnya kalau sampai terjadi sesuatu dengan Dina!" Tunjuk jariku ke arah wajah sepasang pezina. Aku geram melihatnya. Ingin rasanya mengarak mereka keliling kampung atas perbuatan mereka. "Maksud Mba apa? kami tidak berbuat apa-apa?" bela Rini. Wajahnya polosnya terlihat santai."Cih, jangan kira aku bodoh. Aku tahu kalian penyebab kejadian ini," umpat aku."Please Mba, jangan fitnah!" tukas maduku
"Ada apa ini, De? jangan buat keributan!" ucap suamiku. Kang Udin lelaki tercinta lebih membela Rini.Aku pergi menggendong keponakkanku tanpa berbicara satu kata pun. Aku mengambil gawaiku, menghubungi Umi untuk datang ke Jakarta. Mentransfer uang ongkosnya. Segera mencari pengasuh untuk Uki,, aku enggak sudi jika keponakanku dirawat oleh perempuan itu. Memesan taksi online dan segera pulang ke rumah. "Lala ...," panggil aku. Lala turun dengan mata sembab. "Kamu kenapa Sayang?" tanyaku lembut."Bibi ... bagaimana keadaan bibi?" tanyanya.
"Bibi Dina di rumah sakit. Ia belum sadar. Kamu tenang aja Bibi pasti sembuh."
"Sebenarnya apa yang terjadi dengan bibimu?"
"Lala dan Bibi hendak pergi ke taman perempatan. Bibi lupa membawa dompetnya, kami pulang ke rumah, aku menjaga Uki di teras. Suara keributan terdengar di dalam, aku masuk mendorong stroler Uki. Bibi hendak memukul teh Rini, tapi dihalangi oleh paman Rohim. Bibi pingsan sambil memegang dadanya." Kupeluk tubuh mungilnya isakan tangisnya menyayat hati.
Hari ini juga akan kuusir gadis itu dari rumah ini. Tak akan kubiarkan tinggal disini. Berani sekali! batinku berkata.Kumasukkan semua pakaian gadis itu kedalam tasnya. Aku tak akan menyisahkan barangnya. **Sudah hampir gelap aku menunggu mereka. Pasti mereka akan pulang, pihak rumah sakit tak akan mengizinkan penunggu ruangan lebih dari satu. Suara pintu terbuka membuatku bangkit dan menyeret tas gadis itu. "Berhenti, Kang!" teriakku ketika kang Udin dan Rini masuk ke dalam rumah. Aku melempar tas dan mendorong Rini keluar. "Pergi kamu! jangan pernah menginjak kakimu di rumahku!" pekikku. "Apa hak Mba ngusir aku, ah?""Aku pemilik rumah ini!"
"Ini rumah bukan punya Mba, sadar diri dong!" sergahnya.
"Seharusnya kamu yang sadar diri, sudah merebut suami orang, sekarang main gila dengan yang lain," sindirku.
"Jangan sembarangan ngomong Mba!" Rini melayangkan tangannya ke pipiku, tapi aku langsung menahannya.
"Sudah cukup," bentak kang Udin.
"Kenapa kamu membuat masalah terus, apa yang terjadi denganmu? kenapa kamu berubah seperti ini?" Kang Udin menatap mataku tajam. "Aku tak akan berubah, jika tak ada yang mengusikku." Membalas tatapannya."Ayo kita bicara!" Menarik lenganku.
"Tidak! bawa pergi gadis ini keluar dari rumah,""Ini sudah mau gelap, besok Akang cari kontrakan," bujuknya.
"Tidak!" Mendorong tubuh kang Udin dan membanting pintu dengan kasar.
Tubuhku merosot di balik pintu. Sakit, nyeri hatiku, air mata yang kutahan akhirnya lolos di pipiku. Arghhhh ... menutup wajahku dengan kedua tanganku. Lala menatapku dari kejauhan. Air mata dan isakan tangisnya terdengar pilu. Aku menghapus kasar mata ini dan tersenyum kepadanya. Menguatkan hati dengan keadaan yang menyakitkan.***Hari ini, aku cuti kerja, pengasuh Uki belum datang. Sejak pagi, Lala sudah berangkat ke sekolah. Sambil bermain bersama Uki, hatiku sedikit terobati melihat senyumnya yang lucu dan pipi yang bulat, mengemaskan.Deru mesin motor terdengar di depan rumah. Aku sambil mengendong Uki, melangkahkan kaki keluar rumah. "Amir, kenapa dengan Lala?" tanyaku."Lala pingsan di kelas, aku mengantarnya pulang." Amir menuntun Lala masuk ke kamar, dibaringkannya tubuh anakku di ranjang.Amir menatapku dan berkata, "Apa yang terjadi dengan kalian? Lala terlihat shock. Pandangannya kosong."Wajah Lala terlihat pucat, Ya Allah, apakah anakku ikut merasakan keretakan rumah tangga orang tuanya. Maafkan ibu nak! Aku meneteskan air mata menutup mulutku dengan tanganku. Amir menghampiriku dan membawaku keluar kamar Lala. Kami berdua duduk di sofa. Aku tak bisa menahan kesedihanku, hidupku sudah hancur. Genggaman tangan Amir terasa di tanganku."Apa yang terjadi? Apa kamu mempunyai masalah dengan suamimu?" tanyanya. Tangisanku semakin pecah. Aku bimbang dengan perasaanku kepada kang Udin. Hati ini sakit dan kecewa. Amir menarik tubuhku kepelukkannya. Nyaman dan hangat. Kutumpahkan semua kegundahanku. "Ceritakan kepadaku, aku siap membantumu.""Amir ... rumah tanggaku hancur karena orang ketiga. Aku harus apa," gumamku.
Amir membelai rambutku lembut. Tubuh Amir ditarik seseorang. Suara pukulan keras menerjang pipi Amir. Aku memekik kencang. Melihat adegan tiba-tiba."Akang ... apa yang kamu lakukan?" teriakku lantang."Kamu mengusir aku dari rumah agar kalian bisa bebas bermesraan. Kamu berani sekali menghianatiku," tuduhnya.
"Jaga ucapan kamu Kang?" sergah aku."Kamu yang telah menghianatiku terlebih dulu. Aku pantas untuk bahagia. Kamu menoreh kepercayaanku," ucapku agar menyadarkannya. Siapa yang sakit dan tersakiti.Kang Udin menarik kerah Amir satu pukulan menyentuh perutnya. Amir membalas pukulan kang Udin. Aku menjerit meminta tolong kepada tetangga. Warga datang melerai mereka. Rumahku seperti kapal pecah.Para tetangga menarik tubuh mereka agat menjauh. Kang Udin terus bergerak maju namun, tubuhnya ditahan.
"Lepaskan! mereka telah berbuat zina di rumah ini," tuduh suamiku. Kecemburuan terlihat jelas di mata hitamnya. Dengan napas naik turun aku melayangkan tanganku ke pipi suamiku. Kang Udin menatap emosi. Pipinya memerah akibat ulah istrinya"Jangan pernah kamu membalikkan fakta Kang!" tungkasku tak terima. Seenaknya saja menuduh sembarangan."Saya melihat mereka sedang bermesraan di sofa," tuduhnya lagi. "Bohong," suara teriakkan terdengar di depan pintu. Aku menatap tubuhnya yang berdiri sambil menunjukkan jarinya ke arah Kang Udin.Tergoda Gadis MudaBab 11"Dia berbohong, ibuku tak berzina. Pak Amiradalah guruku. Ibuku wanita baik-baik tak pernah menghianati Bapak," ungkap Lala.Semua warga memanggutkan kepala dan saling tatap. Beberapa warga keluar dari rumah kami. Tinggallah pak RT dan pak Usman beliau adalah tokoh ulama di Rt ini."Istigfar Pak Udin, jangan termakan cemburu, menimbulkan fitnah dan dosa besar," nasehat pak Usman kepada kang Udin."Astaghfirullahaladzim," lirihnya."Maaf Pak, saya khilaf," sesalnya."Jangan meminta maaf kepada saya, tetapi kepada mereka. Pak Udin, saya mengenal bapak sebagai figur suami dan bapak yang baik. Permasalahan apapun diselesaikan tanpa emosi," anjur pak Usman."Kami permisi dulu, assalamualaikum," pamit mereka."Lala, kamu baik-baik saja?""Lala enggak apa-apa Bu,"jawabnya lemah."Lala, Bapak
Bab 12Seminggu setelah kepergian Dina, Umi tak mau makan dan minum. Ia hanya melamun di dalam kamar. Rohim tak pernah datang menjenguk Uki. Kang Udin setiap hari datang ke rumah.Maduku tinggal di kontrakan kecil tak jauh dari rumah. Perkerjaan saja suamiku tak punya. Setiap hari makan di rumah. Akupun tak mau tahu keadaannya. Umi akan tinggal di rumahku sampai 40 hari kepergian Dina. Uki akan kurawat seperti anak sendiri. Lala begitu menyayanginya.
Tergoda Gadis MudaBab 13Mata suamiku terlihat merah, emosi sedang menerpanya. Rasa cinta di hatiku sudah kubuang ke laut. Tak akan tumbuhkan lagi perasaan itu. Telah layu hingga tak bisa tumbuh subur lagi. Walaupun disiram air dan pupuk tetap akan mati.Kang Udin menarik tanganku kasar aku memukul-mukul tangannya. Tubuhku diseret kedalam kamar kami.Aku memaki dan berteriak. Tak pernah suamiku bersikap kasar. Tubuhku dihempaskan ke tempat tidur. Suara tubuh terjatuh terdengar kencang, aku meringis menahan rasa sakit.Sebuah tangan melayang di udara suaranya mengema dalam ruangan. Mata yang penuh amarah dan kecewa. Bentakan kasar terucap dari bibirnya."Jangan ...," teriakku. Menyentuh pipi yang terasa panas."Sampai mati pun aku tak akan menceraikanmu. Kamu adalah ibu dari Lala. Tak ada lelaki lain yang bisa memilikimu selain aku!""Jangan egois, Kang! Aku tak mau di madu. Aku tak ikhlas!"&nb
Tergoda Gadis MudaBab 14Suara bel berbunyi, kami sedang sarapan pagi. Segera melangkah ke pintu. Siapa pagi-pagi datang bertamu."Mba, ada Kang Udin?" tanyanya tanpa mengucap salam."Kamu bisa gak bertamu ke rumah orang ucapkan salam dulu.""Ck, ini rumah kang Udin juga udah pasti punyaku. Mba lupa ya! Aku ini istrinya juga, loh!""Iya, bukan berarti rumah ini rumah kamu juga. Kang Udin gak ada. Ganggu orang lagi makan, aja!" sungutku kesal."Wah,lagi makan. Aku belum makan. Aku juga mau." Ucapannya membuatku ingin tertawa. Seperti tak punya beban. Menelusuri penampilannya dari atas hingga bawah.Baju tidur tanpa lengan dan celana panjang dengan motif keroppi. Sandal jepit merek burung terbang menghiasi kakinya."Kenapa gak sekalian aja mandi di sini?" ledekku padanya."Ide bagus. Aku pinjam baju, Mba?" Ia memperlihatkan deretan gigi putihnya.Mungkin
Tergoda Gadis MudaBab 15Sore pun telah tiba. Tubuhku terasa lelah setelah menyelesaikan laporan akhir bulan yang harus aku serahkan."Sus, aku pulang duluan," pamitku padanya."Wajahmu kenapa, pucat sekali?""Entahlah, badanku terasa sakit semua.""Apa suamimu memukulimu?""Kamu ini nanyanya aneh banget!""Kali aja, sikapnya berubah 180 derajat. Namanya lelaki kalau sudah dapat daun muda lupa sama yang lain.""Insya Allah, aku bisa jaga diri.""Hati-hati, kalau ada apa-apa hubungi aku.""Iya, Bos. Aku duluan. Dada debay. Jangan rewel, ya!" Mengelus perut Susi yang semakin membesar."Gak rewel cuma pengen meong." Kami terkekeh."Meong mulu. Kuda-kudaan dong!""Kuda pasti. Biar lancar jalannya." Susi tertawa terbahak-bahak begitu juga aku.Melambaikan tangan ke teman-teman karena mereka akan
Tergoda Gadis MudaBab 16"Eni, mukamu pucat sekali. Lebih baik istirahat di rumah." Umi menatapku di meja makan ketika kami sarapan bersama."Aku gak apa. Hanya pusing biasa. Nanti, juga sembuh. Umi, aku masak sayur lodeh campur tahu goreng." Menyendokkan sayur ke dalam mangkok bergambar ayam. Mertuaku suka dengan sayur lodeh buatanku."Biar Umi ambil sendiri." Menolak untuk melayani keperluannya."Gak papa. Umi, ibu aku juga," ungkapku dengan wajah tersenyum manis."Ah, Umi malu kalau ingat Udin. Kecewa dan sedih." Raut wajahnya berubah sedih."Sudahlah Umi. Jangan dibahas. Kita makan dulu."Entah mengapa hari ini kepalaku terasa sakit dan nyeri. Tubuhku pegal dan berat.Menunggu ojek online datang di teras rumah. Tak berapa lama lagi, datang pengendara motor dengan jaket hijau menyapaku dengan ramah.Sampai juga aku di restoran. Suasana masih sepi karena mereka datang jam sembilan sedangkan aku
Tergoda Gadis Muda Bab 17 "Apa kamu bilang. Saya tuman!" bentaknya ketika aku berbicara sendiri. Ternyata, dia mendengar cacianku.Aduh gawat, aku pikir tak terdengar ternyata pendengarannya begitu tajam. Lidahnya juga tajam melebihi pisau umi yang biasa digunakan untuk memotong ayam kampung."Eni!" panggilnya dengan suara tinggi.Malang sekali nasibku, dapat bos super galak begini." Iya, Pak." Menundukkan kepala tak berani menatap matanya.Ia menghebuskan napas kasar lalu melangakah pergi ke luar tanpa melanjutkan lagi perkataannya. Kulihat dari kaca besar dalam ruanganku. Sang bos masuk ke kitchen. Satu persatu staf kitchen terkena tegurannya. Begitulah bos besar, jika tak suka dengan cara kerja karyawannya akan menegur secara langsung. Hari ini begitu lelah, aku melangkah pulang dengan mengunakan ojek online yang kupesan diaplikasi orange. "Lala, Ibu pul
Tergoda Gadis Muda Bab 18"Aku takut. Kamar mandinya seram," ungkap Rini dengan wajah pucat."Sebentar, gantian." Aku dan Lala menganti pakaian dengan baju renang yang berwarna senada. Membuka pintu dan keluar kamar ganti. Rini berdiri tepat di hadapanku.Rini terperangah melihat kami. Matanya tak berkedip sedikitpun. Ia berlari menuruni tangga menuju kang Udin yang menunggu kami. Ada apa dengan dirinya.Aku menyusulnya dan meletakkan tas ransel dekat tubuh suamiku."Akang, Rini mau baju itu." Tunjuknya ke arah baju renang berwarna hitam putih dengan rok diatas lutut." Masa aku cuma pake celana pendek saja dan kaos oblong." Aku tak menyangka wanita itu merengek seperti anak kecil. Meninggalkan mereka dan masuk ke dalam kolam renang dengan ketinggian satu meter. Lala hanya menatap kang Udin dari jauh." Bu, teh Rini kayak anak kecil. Gak malu, ya!" "Sudahlah, jangan ikut