Tergoda Gadis Muda
Bab 9AffairKejadian semalam membuatku semakin membenci Rini. Gadis muda yang manis dan imut tak menjaga mahkotanya. Sebagai seorang istri wajib menjaga kehormatannya demi suaminya.
Aku memasak sarapan untuk mereka yang masih setia dengan mimpinya. Nasi goreng ayam dengan telur dadar selesai juga.
Sepasang tangan melingkar di perutku. Tak ada rasa nyaman atau bahagia ketika berdekatan. Tak kuhentikan kegiatan memasak, menegur saja enggan.
"Masak apa sih istri Akang yang tambah cantik ini?" Membalikkan tubuhku ke hadapannya. Wajah menoleh, tak mau menatapnya. Perasaan yang dulu memujanya, kini hilang entah kemana?
Tak ada cinta di hati ini. Semuanya telah musnah."Kamu kenapa sih, De?" Suara khas bangun tidur terdengar serak. Tubuhnya yang hanya dibalut kaos dalam berwarna putih masih menempel. Raut wajah yang merah padam terlihat jelas.
Menjawab pertanyaannya dengan menggelengkan kepala lemah dan berlalu melewati tubuhnya. Sikapku berubah dingin sejak kehadiran Rini di rumah. Kejadian semalam membuat pening. Apa yang harus dilakukan untuk memberi pelajaran mereka. Para penghianat. Pelakor dan pembinor.
"De, kamu marah sama Akang?" tanyanya mengikuti langkahku.
"Tidak, Kang. Aku hanya sedang sibuk memasak. Lebih baik kamu mandi dan segera sarapan. Bajumu telah aku seterika dan diletakkan di tempat biasa."
"Nanti saja mandinya. Akang mau bangunin Rini dulu." Ucapannya begitu polos. Mengapa lelaki ini tak peka dengan perasaan seorang istri.
"Terserah kamu, aja!" ucapku ketus.
"Lah, kok marah?"
"Siapa yang marah? Aku nyuruh kamu mandi malah mau ke kamar Rini. Seharusnya, jangan tidur denganku."
"Aku harus adil dengan dua istriku. Tiga hari bersamamu dan tiga hari bersamanya."
"Adil kamu mau adil? Bagaimana bisa adil kalau satu atap dua istri?"
"Pasti bisa kalau kita saling rukun," pintanya.
"Sudahlah! Aku tak mau bahas ini. Masih pagi," sungutku kesal.
Andai saja, ia tahu permainan istri mudanya. Apa yang akan terjadi dengan lelaki itu. Serba salah antara ingin memberitahu dan tidak.
"Teteh," panggil adik iparku menggendong anaknya yang masih bayi.
"Bayimu sudah bangun!" tanyaku melihat bayi mungil yang digendongnya.
"Sudah. Harum sekali masakannya."
"Iya, ayo Dina kita makan!" Aku meraih Uki dari gendongannya. Bibir mungil dan pipi bulat membuatku gemas tak ingin berhenti mengecupnya.
Lucu sekali kamu. Seandainya Lala punya adik pasti dia bahagia. Nasi sudah menjadi bubur suamiku telah menikah dengan gadis yang ia tidak tahu sifatnya.
Kasihan sekali Dina. Apakah ia tidak mengetahui sesuatu yang terjadi dalam rumah tangganya.
Rohim suami Dina,keluar dari kamarnya dan menuju kamar mandi. Tatapan jijik dan kecewa melihat dirinya. Tak lama lagi Rini juga bergabung dengan kami. Wajahnya tampak berseri-seri. Ah, rasanya ingin membalur wajahnya dengan cabe sekilo biar gadis itu tahu diri.
Dengan genit dan manja menghampiri suaminya. Semalam kang Udin tidur di kamarku, tiga hari kedepan ia akan menemaniku.
"Selamat pagi suamiku," sapanya manja.
Ia mencium pipi suaminya dan sekilas melirik Rohim yang keluar dari kamar mandi melilitkan handuk di pinggang. Bibir bawahnya digigit menatap tubuh Rohim.Dasar mata keranjang desisku dalam hati. Gadis muda penebar pesona. Di depan suaminya curi-curi pandang.
Aku akui, Rohim lebih tampan dan mampan dari kang Udin. Tubuhnya seperti Anjasmara. Perutnya bagaikan roti sobek. Kulitnya bersih dan glowing.
Adegan mereka terlintas kembali di otakku seperti kaset yang berputar. Seandainya, aku membawa ponsel, akan aku rekam.
Sambil menimang-nimang Uki mataku tak lepas memperhatikan dua orang terkutuk itu. Tega mereka menghianati Dina dan kang Udin.
Terbuat dari apa otak mereka. Hanya nafsu dan hasrat yang ada di pikirannya. Dina dan kang Udin terlihat biasanya saja tidak curiga kepada mereka. Ah, dasar bodoh.
**Susi berusaha untuk meminta penjelasan, tapi dengan cepat aku menghindarinya. Tak ingin ada orang lain yang tahu tentang masalah rumah tanggaku. Aku malu dengannya."Eni, kamu belum menjelaskan siapa gadis muda di rumahmu?"
Aku menundukkan kepala menghindar tatapannya.
"Katakan padaku siapa dia? Kalau kamu tak mengatakannya aku tak ingin berbicara denganmu lagi."
"Dia, istri kedua kang Udin."
Susi menatap tak percaya. Tak menyangka kalau suamiku mendua.
Dulu aku begitu bucin dengan kang Udin. Segala cara dilakukan untuk mendapatkan hatinya dan akhirnya aku memilikinya. Penyesalan muncul setelah kejadian ini. Aku memiliki raganya tidak dengan hatinya. Memilih bertahan tanpa cinta yang tidak pernah diungkapkannya.
"Eni tunggu!" panggil Susi dengan nada keras. Tarikkan tangannya terasa kuat. Ia wanita hamil tetapi kekuatannya luar biasa.
"Kamu kenapa sih dari tadi menghindar terus, kamu sudah enggak mau berteman sama aku?" tanyanya dengan wajah sedih.
Aku menatap teman dekatku dengan perut yang belum terlihat membuncit badannya berisi dan pipinya yang cubby membuatnya terlihat manis.
"Tidak Sus, aku sudah menceritakan aib rumah tanggaku." Helaan nafas berat yang berada di rongga dada terdengar kasar.
"Baiklah aku mengerti. Maafkan aku yang memaksamu untuk bercerita kepadaku. Jika kau butuh seseorang carilah aku. Aku siap membantumu." Menatap kedua mataku yang mulai mengembun dan memelukku. Pelukan yang menguatkan hati dari sahabat.
"Aku beruntung mengenalmu, kau yang terbaik," pujiku mengelus bahunya lembut.
***Seorang lelaki menungguku di atas motornya terlihat senyum di bibirnya. Aku melangkahkan kaki pelan. Perasaan malas dan muak melihatnya."De, ayo kita pulang!" ajaknya memberikan helm kepadaku.
"Tumben?" tanyaku singkat.
"Akang lagi banyak waktu luang, borongan sudah selesai," ujarnya masih memegang helm yang belum kuambil.
Mau tak mau aku menyetujuinya. Ia masih suami sahku.
"Kita mau ke mana Kang," tanyaku ketika ia membelokkan motornya.
"Sudah lama kita tidak jalan berdua," ungkapnya.Tangan kang Udin menarik tanganku agar memeluk tubuhnya. Diusap lembut kulit tangan ini dengan pelan.
Kami tiba di alun-alun kota. Kang Udin memarkirkan motornya. Tiba-tiba gawainya berdering. Handphone bermerk As*s diroggoh di kantung celananya. Terlihat matanya kaget dan raut muka berubah. Bibirnya membeku tak bicara sekata pun. Entah siapa yang meneleponnya. Ia mengambil helm dan menyuruhku untuk naik ke motornya. Ingin bertanya tetapi bibir ini enggan untuk bertanya.
Kami sampai di rumah sakit. Aku mengikuti langkah kaki suamiku dengan cepat. Melangkahkan kaki mencari ruang anggrek no 1359 lantai 2. Saat aku mau masuk terlihat dua orang yang menunggu di luar ruangan. Mereka terlihat menundukkan kepalanya. Bayi mungil yang masih berumur tiga bulan terlihat tenang dalam gendongannya.
Di ruangan yang serba putih. Seorang perempuan berbaring dengan infus yang menempel di tangannya. Wajah yang pucat mata yang terpenjam. Aku menatap iba kepadanya. Air mata menetes di kedua pipi. Melangkahkan kakiku pelan menghampirinya. Kang Udin menggenggam jemari tangannya erat memberikan kekuatan untuknya. Isakan tangisan terdengar di bibirnya.
Elektrokardiograf alat yang merekam aktivitas elektrik dalam jantung terlihat di ruang itu. Banyak alat-alat lainnya tapi aku tak tahu itu apa.
Menatapnya penuh tanda tanya. Apa yang terjadi dengannya? Apa yang mereka lakukan? Mereka ...
****
Tergoda Gadis MudaHari pernikahan telah tiba. Lala mengenakan kebaya putih untuk melakukan akad nikah. Makeup menambah kecantikan Lala.Aura terlihat cerah, sebelum menikah Lala melakukan puasa selama tiga hari. Membaluri tubuh dengan lulur kunyit yang dipercaya mencerahkan kulit tubuh.Sedangkan, Arka memakai jas hitam. Tampan dan berwibawa. Arka memandang dirinya dari pantulan kaca."Sebentar lagi, tittle dudamu akan berganti menjadi suami orang," ucapnya pada diri sendiri..Arka tak ingin menunda lagi. Memiliki Lala seutuhnya. Mumpung masih berada di Di Indonesia. Ini adalah kesempatan emas bagi lelaki beranak satu."Papa!" sapa Rafatar ketika melihat Arka."Hei, jagoan papa. Ganteng banget," puji Arka mencium pipi gembul anaknya."Anak siapa dulu, dong!" ucapnya bangga."Kamu sudah siap?" tanya Susi mengendong anaknya."Pasti Mbak."
Tergoda Gadis MudaLala menatap Arka penuh selidik. Dari mana lelaki itu mendapatkan foto dan video tersebut. Lala hendak berdiri. Namun, Baron mencegah tubuh Lala agar duduk kembali, menenangkan diri. Menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya."Sabar, Bos. Kita lihat dulu."Wajah Lala memerah, semua orang yang berada di sana tertawa. Foto Lala sejak kecil hingga masuk sekolah.Foto Lala tanpa busana sewaktu kecil. Bermain tanah dan lumpur. Wajah Lala marah saat di ambil gambarnya.Lala yang jutek dan galak sejak kecil terlihat jelas di wajah, kulitnya tropis karena ia senang bermain bola dan layangan.Lala ketika berlomba 17 Agustus merayakan ulang tahun kemerdekaan. Pakaian dan wajahnya terkena lumpur mengikuti panjat pinang.Tawa mereka masih mengema. Video Lala ketika masuk sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan SMA 80, tempat Arka mengajar dan bertemu Lala.Vide
Tergoda Gadis MudaLala mendapatkan kabar kalau ibunya telah melahirkan. Berita baik ini membuat Lala semakin bahagia. Davin yang memberi informasi tersebut."Mas, ibu sudah lahiran." Lala menghampiri apartemen kekasihnya yang baru saja sampai."Alhamdulillah.""Adikku kembar. Laki-laki dan perempuan.""Apa kamu berniat untuk ke sana?" Menepuk sofa agar kekasihnya duduk."Maunya. Tapi ....""Sebentar lagi liburan musim semi. Sebulan lumayan itu. Bagaimana kalau kita pulang ke Indonesia. Aku kangen Rafatar.""Benarkah! Asik! Kita bisa ke Indonesia."Lala mempersiapkan semua kebutuhannya yang akan di bawa ke sana. Nancy mendekatinya."Kamu jadi ke Indonesia?""Tentu. Sekolah telah libur sebulan. Aku ingin bertemu adikku.""Ehm, enak sekali. Aku sendirian dong.""Kan ada Abdul. Dia bisa nemenin kam
Tergoda Gadis MudaLala hendak melayangkan tangan lentik yang selalu dirawatnya hingga putih dan bersih ke arah pipi Arka. Lelaki berkaos hitam dengan jaket coklat menahan jemari Lala dengan tangan kekarnya. Lala hendak memberontak namun, kekuatan Arka tak sebanding dengannya. "Kamu masa lupa kalau kita melakukannya." Memeringkan sedikit kepala. Menyadari semakin cantik wajah Lala."Kapan?!" Membulatkan mata tak percaya."Ehm, waktu di gudang sekolah. Iya, gudang sekolah." Arka tak berani mengatakan yang sesungguhnya. Lelaki itu telah mencuri ciuman pertama Lala."Bohong!" hardiknya."Ehm, suer." Senyum terpaksa di bibir mantan guru Lala."Kita gak melakukannya dan itu gak kena bibir. Aku masih ingat." "Eh. Kamu masih ingat kejadian itu." Menaikkan salah satu alis. Mengoda Lala gemas. "Ehm, gak juga." Menarik lengannya dari
Tergoda Gadis Muda"La, tadi aku ke temu cowok ganteng banget! Meleleh liatnya." Nancy masuk tanpa mengucapkan salam.Melatakkan buku dan tas di atas meja belajar. Kamar mereka cukup luas. Lala tidur di kamar sebelah kanan dan Nancy sebelah kiri. "Ck, nih orang. Ucapain salam dulu baru ngomong." "Abis itu om-om ganteng banget." Memeluk boneka Lala gemas. "Oh, om-om aku kira anak muda. Kenapa gak kenalan?" Lala kembali fokus di buku pelajarannya. "Gak. Cuma bisa lihat dari jauh. Kayaknya dia nyasar La. Kasihan. Wajahnya bingung banget. Pasti pertama kali ke Inggris. Pengen nolongin tapi takut." "Mau nolong apa nyolong sampe takut segala." Terkekeh geli. "Ih, kamu itu. Emangnya aku cewek apaan nyamperin cowok." "Lah, kan mau kasih pertolongan bukan keperawanan, Nancy." "Tapi, kayaknya dia dari Indonesia. Mungkin orang jawa. Seandainya aja aku kenal sama dia. Past
Tergoda Gadis MudaLala berusaha beradaptasi dengan teman-temannya. Untung saja Lala memiliki teman satu negara. Ia bernama Nancy. Gadis dengan rambut sebahu memiliki lesung pipit menambah kecantikan alami.Banyak lelaki di kampus mengincar Nancy berwajah asia. Gadis itu menolak tawaran para pemuda dengan halus dan lembut agar mereka tak sakit hati cintanya di tolak."Nancy, aku pinjam catatanmu, dong," pinta Lala. Mendekati meja belajar milik Nancy.Mereka satu jurusan dan satu kelas. Nancy lebih pintar darinya. Sudah hampir sebulan Lala berada di Inggris.Setiap hari Eni selalu melakukan video call dengan putrinya."Ibu kalau pagi-pagi gak lihat kamu. Pasti mual dan muntah." Ucapannya terdengar manja. Wajah Eni khas bangun tidur langsung mengubungi sang anak."Kayaknya, debaynya mirip Lala." Terkekeh menatap sang ibu yang terlihat sedikit merajuk."Lala, ibu