Tergoda Gadis Muda
Bab 11"Dia berbohong, ibuku tak berzina. Pak Amir adalah guruku. Ibuku wanita baik-baik tak pernah menghianati Bapak," ungkap Lala.Semua warga memanggutkan kepala dan saling tatap. Beberapa warga keluar dari rumah kami. Tinggallah pak RT dan pak Usman beliau adalah tokoh ulama di Rt ini. "Istigfar Pak Udin, jangan termakan cemburu, menimbulkan fitnah dan dosa besar," nasehat pak Usman kepada kang Udin. "Astaghfirullahaladzim," lirihnya. "Maaf Pak, saya khilaf," sesalnya. "Jangan meminta maaf kepada saya, tetapi kepada mereka. Pak Udin, saya mengenal bapak sebagai figur suami dan bapak yang baik. Permasalahan apapun diselesaikan tanpa emosi," anjur pak Usman. "Kami permisi dulu, assalamualaikum," pamit mereka."Lala, kamu baik-baik saja?" "Lala enggak apa-apa Bu,"jawabnya lemah. "Lala, Bapak pulang dulu. Semoga kamu lekas sembuh. Besok istirahatlah dulu, tak usah masuk sekolah." "Iya Pak, terima kasih." Mencium punggung tangannya."De, Akang mau bicara?" "Aku lelah Kang, Lala sedang sakit besok saja." Aku masuk ke kamar Lala dan suamiku mengikuti kami. "Lala istirahat dulu ya, Ibu mau lihat Uki di kamar." Uki terbangun tak ada suara tangisnya. "Anak pintar," pujiku dan mencium pipi gembulnya.Aku mengangkatnya kedalam dekapanku. Tawanya menghiasi wajahnya, gemas.Memesan makanan lewat aplikasi adalah cara tercepat ketika kondisi seperti ini. Kuambil gawaiku dan memesannya. Bubur ayam dan ayam bakar kecap untuk menyambut kedatangan Umi.Sore ini mertuaku akan tiba. ~~~Suara ketukan pintu terdengar nyaring. Kami sedang berkumpul di ruang keluarga. Menonton acara kesukaaan Lala. Keadaan Lala membaik, senyumnya pun muncul di bibirnya. Aku bangkit membuka pintu. "Mba, kang Udin mana?" tanyanya.Rini berada di depan rumahku sambil melipat tangannya.Aku mendengus kesal."Waalaikumsalam, maaf saya tidak menerima Anda, silahkan pergi!" usir aku kepadanya."Sombong," ejeknya."Kang ... Kang Udin," teriaknya. "Suara kamu ngalahin toa Musholla, kenapa kamu datang kemari? kamu bisa hubungi gawainya.""Kang ... kang," panggilnya."Cukup! Uki sedang tidur," pangkasku."Ada apa Rin?" tanya suamiku yang muncul di depan pintu."Akang, kenapa gak pulang-pulang. Aku takut sendirian di kosan.""Nanti Akang pulang, mau nemani Lala.""Ya sudah, aku tunggu Akang di sini.""Oh ... tidak! aku eggak akan izinin kamu," hardikku."Mba ini, sungguh terlalu," sindirnya."Rini!" teriak umi turun dari motor. Umi melempar tasnya sembarangan, melangkahkan kakinya dengan cepat dan menarik telinga Rini."Aduh ... Umi sakittt," mohonnya."Dasar kamu! gadis tidak sopan dan tak tahu diri. Datang tak diinginkan pulang seenaknya. Umi cari kamu ke mana-mana ternyata kamu kabur kemari. Kamu bikin repot orang tua. Seluruh orang kampung mencarimu. Umi pikir kamu dimakan buaya, syukur-syukur dimakan harimau," geramnya sambil menarik telinga maduku dengan kasar. "Ampun Umi, Rini kangen Kang Udin. Salah Rini apa?" belanya."Salah kamu banyak, plus minusnya ada. Kamu enggak pernah sadar kesalahan kamu. Dosa kamu sudah segunung. Kapan tobatnya,ah?" Menarik kuping Rini lebih kencang."Kebiasaan kamu, tak pernah sadar selalu menyusahkan orang," makinya."Akang, tolong!" pintanya memohon agar Umi menghentikan tindakkannya. Lala tertawa terpingkal-pingkal melihat neneknya mengomelin maduku. Akupun ikut tertawa. Tubuh Rini di cubit-cubit oleh Umi. Kang Udin bingung untuk melerainya. "Terus Nenek hajar biar kapok," kelakarnya. Tawa kami mengema melihat tingkah Umi. Rini berlari dan Umi mengejarnya. Mereka berputar-putar di tubuh kang Udin. Terlihat raut muka suamiku pusing."Aduh, Umi cape, haus, laper," ungkapnya dengan nafas yang naik turun. Duduk di kursi mangibaskan tangannya gerah."Ayo Umi, ada ayam bakar dan lalapan,aku buatkan jus mangga kesukaan Umi," ajak aku menggandeng lengannya masuk ke dalam. "Ikut Mba," teriak maduku.Kuhentikan langkahku dan menyuruh Lala mengajak neneknya ke dalam. Aku menatapnya tajam. Gadis ini sungguh tak tahu malu. Polos atau ...."Kang suruh pulang istri kesayanganmu!" perintahku.Suamiku membujuknya tetapi ia tidak mau. Keras kepala sekali batinku. "De, Akang pinjam uang untuk Rini beli makanan," ungkapnya. Kuambil uang di dompet dan menyerahkan pada maduku. "Kok 10.000? mana kenyang Mba? beli bakso saja kurang," cetusnya.Aku masuk ke dalam rumah dan mengambil satu bungkus mie instan, kuberikan kepadanya. "Masak mie plus bakso cukup kenyang, malah full," sindirku. Kutarik lengan suamiku dan masuk ke dalam, menutup pintu rapat-rapat. Tak ada perlawanan dari suamiku. Suara pagar rumah terdengar dibuka.~~~~Pov AuthorTerlihat tukang bakso sedang mangkal di pinggir jalan."Bang, Bakso kasih mie." Menyerahkan uang 10.000 dan satu bungkus mie instan."Kurang Neng duitnya!" ujarnya."Gak ada lagi Bang." Tukang bakso menyerahkan mangkuk berisi mie dan empat buah bakso kecil. "Bang, sambalnya yang banyak." Menyodorkan mangkuknya."Saya jual bakso bukan sambal, kalau enggak jadi gak apa-apa," hardiknya. Sambil mengaduk baksonya Rini mendengkus. "Si*l banget hari ini, sudah di hajar Umi sekarang tukang bakso," bisiknya.~~~
Umi menatap pilu anak bontotnya. Air matanya terus mengalir. Dina belum sadarkan diri. Di genggam erat jemari tangannya. Mengelus rambutnya dengan lembut. "Dina, kamu harus kuat, kasihan Uki masih terlalu kecil," lirihnya di telinga anaknya. Gerakkan jari tangan Dina dan memanggil nama Eni terdengar lirih. "Din, ini Umi.""Te-teteh Eni," panggilnya dengan suara pelan. Dina membisikkan kalimat di telinga Umi. Umi melototkan matanya dan menutup mulutnya.
Umi bangkit dari duduknya dan memanggil perawat jaga. Tiitt ... suara mesin berubah.Umi keluar dan memanggil dokter dengan histeris. Isakan tangis terdengar kencang. Tubuhnya lemas tak bertenaga."Dinaaaa," teriaknya dengan tubuh yang bergetar. Dokter memeriksa denyut nadi Dina. Tak ada denyut dan napas berhenti. Umi tahu apa yang terjadi. Perawat menutup wajah Dina setelah melepaskan semua alat yang menempel di tubuh kurusnya. "Dina! Anakku!" Umi tak bisa menahan tubuhnya hingga terjatuh ke lantai tak sadarkan diri.Dokter segera menghubungi Eni yang berada di rumah. Eni terkejut dengan kabar duka dari rumah sakit. Air matanya lolos dengan cepat.
"Inalilahi wa inalilahi rojiun," ucap Eni dengan suara bergetar
Bab 12Seminggu setelah kepergian Dina, Umi tak mau makan dan minum. Ia hanya melamun di dalam kamar. Rohim tak pernah datang menjenguk Uki. Kang Udin setiap hari datang ke rumah.Maduku tinggal di kontrakan kecil tak jauh dari rumah. Perkerjaan saja suamiku tak punya. Setiap hari makan di rumah. Akupun tak mau tahu keadaannya. Umi akan tinggal di rumahku sampai 40 hari kepergian Dina. Uki akan kurawat seperti anak sendiri. Lala begitu menyayanginya.
Tergoda Gadis MudaBab 13Mata suamiku terlihat merah, emosi sedang menerpanya. Rasa cinta di hatiku sudah kubuang ke laut. Tak akan tumbuhkan lagi perasaan itu. Telah layu hingga tak bisa tumbuh subur lagi. Walaupun disiram air dan pupuk tetap akan mati.Kang Udin menarik tanganku kasar aku memukul-mukul tangannya. Tubuhku diseret kedalam kamar kami.Aku memaki dan berteriak. Tak pernah suamiku bersikap kasar. Tubuhku dihempaskan ke tempat tidur. Suara tubuh terjatuh terdengar kencang, aku meringis menahan rasa sakit.Sebuah tangan melayang di udara suaranya mengema dalam ruangan. Mata yang penuh amarah dan kecewa. Bentakan kasar terucap dari bibirnya."Jangan ...," teriakku. Menyentuh pipi yang terasa panas."Sampai mati pun aku tak akan menceraikanmu. Kamu adalah ibu dari Lala. Tak ada lelaki lain yang bisa memilikimu selain aku!""Jangan egois, Kang! Aku tak mau di madu. Aku tak ikhlas!"&nb
Tergoda Gadis MudaBab 14Suara bel berbunyi, kami sedang sarapan pagi. Segera melangkah ke pintu. Siapa pagi-pagi datang bertamu."Mba, ada Kang Udin?" tanyanya tanpa mengucap salam."Kamu bisa gak bertamu ke rumah orang ucapkan salam dulu.""Ck, ini rumah kang Udin juga udah pasti punyaku. Mba lupa ya! Aku ini istrinya juga, loh!""Iya, bukan berarti rumah ini rumah kamu juga. Kang Udin gak ada. Ganggu orang lagi makan, aja!" sungutku kesal."Wah,lagi makan. Aku belum makan. Aku juga mau." Ucapannya membuatku ingin tertawa. Seperti tak punya beban. Menelusuri penampilannya dari atas hingga bawah.Baju tidur tanpa lengan dan celana panjang dengan motif keroppi. Sandal jepit merek burung terbang menghiasi kakinya."Kenapa gak sekalian aja mandi di sini?" ledekku padanya."Ide bagus. Aku pinjam baju, Mba?" Ia memperlihatkan deretan gigi putihnya.Mungkin
Tergoda Gadis MudaBab 15Sore pun telah tiba. Tubuhku terasa lelah setelah menyelesaikan laporan akhir bulan yang harus aku serahkan."Sus, aku pulang duluan," pamitku padanya."Wajahmu kenapa, pucat sekali?""Entahlah, badanku terasa sakit semua.""Apa suamimu memukulimu?""Kamu ini nanyanya aneh banget!""Kali aja, sikapnya berubah 180 derajat. Namanya lelaki kalau sudah dapat daun muda lupa sama yang lain.""Insya Allah, aku bisa jaga diri.""Hati-hati, kalau ada apa-apa hubungi aku.""Iya, Bos. Aku duluan. Dada debay. Jangan rewel, ya!" Mengelus perut Susi yang semakin membesar."Gak rewel cuma pengen meong." Kami terkekeh."Meong mulu. Kuda-kudaan dong!""Kuda pasti. Biar lancar jalannya." Susi tertawa terbahak-bahak begitu juga aku.Melambaikan tangan ke teman-teman karena mereka akan
Tergoda Gadis MudaBab 16"Eni, mukamu pucat sekali. Lebih baik istirahat di rumah." Umi menatapku di meja makan ketika kami sarapan bersama."Aku gak apa. Hanya pusing biasa. Nanti, juga sembuh. Umi, aku masak sayur lodeh campur tahu goreng." Menyendokkan sayur ke dalam mangkok bergambar ayam. Mertuaku suka dengan sayur lodeh buatanku."Biar Umi ambil sendiri." Menolak untuk melayani keperluannya."Gak papa. Umi, ibu aku juga," ungkapku dengan wajah tersenyum manis."Ah, Umi malu kalau ingat Udin. Kecewa dan sedih." Raut wajahnya berubah sedih."Sudahlah Umi. Jangan dibahas. Kita makan dulu."Entah mengapa hari ini kepalaku terasa sakit dan nyeri. Tubuhku pegal dan berat.Menunggu ojek online datang di teras rumah. Tak berapa lama lagi, datang pengendara motor dengan jaket hijau menyapaku dengan ramah.Sampai juga aku di restoran. Suasana masih sepi karena mereka datang jam sembilan sedangkan aku
Tergoda Gadis Muda Bab 17 "Apa kamu bilang. Saya tuman!" bentaknya ketika aku berbicara sendiri. Ternyata, dia mendengar cacianku.Aduh gawat, aku pikir tak terdengar ternyata pendengarannya begitu tajam. Lidahnya juga tajam melebihi pisau umi yang biasa digunakan untuk memotong ayam kampung."Eni!" panggilnya dengan suara tinggi.Malang sekali nasibku, dapat bos super galak begini." Iya, Pak." Menundukkan kepala tak berani menatap matanya.Ia menghebuskan napas kasar lalu melangakah pergi ke luar tanpa melanjutkan lagi perkataannya. Kulihat dari kaca besar dalam ruanganku. Sang bos masuk ke kitchen. Satu persatu staf kitchen terkena tegurannya. Begitulah bos besar, jika tak suka dengan cara kerja karyawannya akan menegur secara langsung. Hari ini begitu lelah, aku melangkah pulang dengan mengunakan ojek online yang kupesan diaplikasi orange. "Lala, Ibu pul
Tergoda Gadis Muda Bab 18"Aku takut. Kamar mandinya seram," ungkap Rini dengan wajah pucat."Sebentar, gantian." Aku dan Lala menganti pakaian dengan baju renang yang berwarna senada. Membuka pintu dan keluar kamar ganti. Rini berdiri tepat di hadapanku.Rini terperangah melihat kami. Matanya tak berkedip sedikitpun. Ia berlari menuruni tangga menuju kang Udin yang menunggu kami. Ada apa dengan dirinya.Aku menyusulnya dan meletakkan tas ransel dekat tubuh suamiku."Akang, Rini mau baju itu." Tunjuknya ke arah baju renang berwarna hitam putih dengan rok diatas lutut." Masa aku cuma pake celana pendek saja dan kaos oblong." Aku tak menyangka wanita itu merengek seperti anak kecil. Meninggalkan mereka dan masuk ke dalam kolam renang dengan ketinggian satu meter. Lala hanya menatap kang Udin dari jauh." Bu, teh Rini kayak anak kecil. Gak malu, ya!" "Sudahlah, jangan ikut
Tergoda Gadis MudaBab 19Umi menarik bahu kang Udin kasar dan melayangkan tangannya ke udara mendarat tepat di pipi anak pertamanya. "Udin! berani sekali kamu menuduh mantu Umi. Tega sekali kamu, berbuat berkata kasar kepadanya. Umi enggak terima, kamu sudah melukai hati Eni. Kamu bukan anakku! Kamu bukan Udin anak Umi, kamu sudah berubah," pekik umi. Tatapannya penuh kebencian dan kekecewaaan."Kamu sudah termakan rayuan gadis pelakor itu, sadarlah! sadar!" teriaknya menatap mata anaknya."Rini gak bersalah Umi, ini gak ada hubungannya dengan istriku," tungkasnya.Umi memukul tubuh kang Udin. Emosinya tidak terkendali. Aku berusaha menenangkan Umi. Kang Udin mendorong tubuh Umi ke tembok."Jangan !" Aku menghalangi tubuh Umi agar tidak terbentur. Hampir saja, tubuh umi terlalu rentan, bahaya bagi tubuhnya jika terkena benturan keras."Akang!" Kupeluk tubuh umi dari bela