Beranda / Urban / Tergoda Pesona Ibu Mertua / Bab 12. Antar Nayla ke kampus

Share

Bab 12. Antar Nayla ke kampus

Penulis: Galaxybimasakti
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-27 12:22:59

Mama Siska berdiri di ruang tamu, tatapannya terlihat sangat khawatir. Sepertinya ia menungguku sejak tadi, dan entah mengapa aku malah merasa bersalah padanya.

Aku terdiam sejenak, mencari jawaban yang paling masuk akal. Tentu saja aku tidak bisa mengatakan kalau aku dari rumah Liana, jadi aku memilih jawaban yang aman.

“Tadi masih banyak kerjaan di kantor, Ma.” Aku berusaha terdengar santai, meskipun sebenarnya entah kenapa ada ketegangan dalam hatiku.

Mama Siska memperhatikanku dengan saksama, lalu mendekat. Matanya menyipit, seolah sedang menilai sesuatu yang tidak terlihat.

Tanpa pikir panjang, aku langsung berjalan melewatinya. “Aku ke kamar dulu ya, Ma.”

“Kenapa wangi tubuhmu aneh?” tanyanya tiba-tiba.

Aku langsung tersentak dan seketika menghentikan langkahku. Jantungku berdegup lebih cepat. Aku baru sadar, sepertinya aroma parfum yang dipakai Liana tadi masih menempel di bajuku. Aku berusaha tetap tenang, meskipun dalam hati aku sudah panik setengah mati.

“Eh… Aku tadi mandi
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 121. Hasrat tak terbendung

    Malam ini, makan malam kembali hangat seperti dulu, penuh tawa dan canda. Nayla, yang kemarin murung, kini ceria, kembali menggodaku dengan cerita lucu dari kampus.“Bang, gara-gara berita kemarin, jadi banyak orang yang minta foto padaku malah ada yang minta tanda tangan juga. Apa sebaiknya aku bikin vlog aja ya, lumayan kan?” katanya, matanya berbinar.Aku tertawa, “Ciee... artis kampus, nih! Jangan lupa kasih Abang royalti nanti karna semua ini berkat Abang!”"Tenang aja, nanti aku traktir makan deh!" Nayla semakin bersemangat.Mama Siska ikut tertawa, tapi matanya tidak bisa bohong, ada kecemasan di balik tawanya. Aku tahu mereka masih takut pada Bayu, pria yang mengaku suami Mama Siska dan ayahnya mereka. Pikiranku pusing, dari mana aku bisa dapat 750 juta untuk lunasi tuntutan Bayu? Tabunganku tidak seberapa, separuhnya saja tidak ada. Setelah makan malam, aku duduk di teras, ngobrol dengan Bambang, Tejo, dan Supri. Mereka bergantian jaga, dua orang standby sementara satu istir

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 120. Rahasia yang tersimpan lama

    Aku ingin tanya lebih jauh tentang pria misterius itu pada Mama Siska, tapi dia langsung ke dapur, untuk mencuci piring.“Raka, sebaiknya kamu istirahat saja di kamar. Kamu masih belum pulih,” katanya, suaranya lembut tapi tegas, menghindari tatapanku.Aku menghela napas, masuk kamar, dan berbaring di kasur, pikiranku kembali pada pria itu. Wajahnya terus terbayang, usia sekitar 50-an, rambut beruban, tinggi sekitar 170 cm, perut agak buncit dan kulitnya sawo matang. Entah kenapa, mata dan hidungnya mirip dengan Tiara. Apakah dia benar-benar ayahnya Tiara dan Nayla?Kalau memang suaminya Mama Siska masih hidup, kenapa mereka mengatakannya sudah meninggal? Aku jadi ingat, setiap tanya pada Tiara tentang makam ayahnya, Tiara selalu mengatakan “jauh,” tidak pernah jelas tempatnya dimana, berbeda dengan makam ibunya yang pernah aku kunjungi bersamanya.Aku merasa bosan di kamar, tidak terbiasa berdiam diri di rumah. Aku ingin kembali bekerja, bergerak bebas, bukan terkurung seperti ini. S

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 119. Muncul pria asing

    Tidak lama kemudian, sebuah mobil Mercedes-Benz S-Class hitam mengkilap parkir di depan rumah, memancarkan kemewahan. Seorang pria muda keluar, berpakaian rapi, membukakan pintu belakang dengan sopan. “Tuan Raka, silakan masuk,” katanya, suara penuh hormat.Aku terpana, merasa seperti bangsawan. “Ehm, makasih,” kataku, masuk ke dalam, kulit jok mobil terasa mewah di bawahku.Pria itu, yang memperkenalkan diri sebagai Herdi, mengemudi dengan hati-hati..“Tuan, kita akan ke kantor pusat. Pak Budi dan Pak Hendra sudah menunggu,” katanya, ramah. Aku tersenyum kaku, “Herdi, panggil Raka saja, jangan panggil aku tuan.”Tapi dia tertawa, “Maaf, Tuan, ini perintah dari Pak Budi.”Aku menggeleng, teringat ketika aku berada di apartemennya Ayah, di perlakuan serupa.Perjalanan hampir satu jam membawaku ke pusat kota, di depan gedung pencakar langit megah bertuliskan "PT Nusantara Group". Aku terbelalak, perusahaan ini salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, sering jadi berita karena proye

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 118. Sebenarnya, mereka kenapa?

    Aku duduk di sofa, pikiranku berputar. Mereka sepertinya sedang menyembunyikan sesuatu, apa Alex mengancam mereka?Malam tiba, kami makan malam bersama, tapi suasana terasa canggung. Nayla lebih pendiam, hanya sesekali cerita soal kampus.Aku coba menggodanya, “Nayla, sekarang wartawan masih ngejar-ngejar lagi gak? Keren, sekarang kamu jadi artis kampus, nih!”Dia tersenyum kecil, tapi tidak seceria kemarin."Nggak Bang, sudah gak lagi." jawabnya singkat.Setelah makan selesai, Mama Siska dan Nayla melarangku untuk membantunya.“Raka, sebaiknya kamu istirahat saja! Kamu belum sembuh betul!” kata Mama Siska.Aku menggeleng, “Ma, aku beneran sudah sembuh!”Tapi mereka bersikeras, Nayla bahkan mendorongku ke kamar. “Abang, kata dokternya juga harus banyak istirahat kan, jadi jangan bandel!” katanya, bikin aku tergelak.Baru beberapa menit berbaring, suara berisik di luar menggangguku. Aku membuka gorden jendela, melihat Bambang, Tejo, dan Supri sedang ngobrol keras dengan seorang pria as

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 117. Ada apa dengan mereka?

    Aku menelan ludah, takjub tapi ragu. “Pak, saya hanya ingin melindungi keluargaku. Tentang Alex sendiri, saya sedang mengumpulkan bukti bisnis ilegalnya yang memang sedang di intai oleh kenalannya Ayah."Budi mengangguk, “Bagus, Raka. Tapi untuk sekarang ini biar kami yang bertindak, nanti akan aku perintahkan kenalanku untuk mengintai mereka. Tentang perceraianmu juga kamu terima beres saja,”Aku tersentuh, tapi juga merasa sungkan. “Pak, sebenarnya saya tidak terbiasa hidup seperti ini, tapi… makasih banyak, demi keselamatanku aku bersedia,” kataku. Pak Hendra tersenyum, “Kamu itu anaknya Henri. Jadi sudah aku anggap seperti keluarga sendiri.”Pak Budi menambahkan, "Besok, kami akan mengirim orang untuk jemput kamu, akan kami kenalkan pada ke teman-temannya Ayahmu untuk membantumu juga. Tapi itu juga kalau kamu sudah sembuh, kalau masih sakit lain kali saja.”Aku mengangguk, “Saya sudah baikan ko, Pak. Kepalaku sudah sembuh tidak terasa sakit lagi.”Mereka tersenyum, lalu setelah i

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 116. Teman Ayah

    Nayla bahkan menutup pintu dapur dan mengatakan, “Abang, jangan ikut masuk ke dapur, lebih baik Abang istirahat!”Aku tertawa, takjub pada perhatian mereka. Mereka bersikeras aku harus segera istirahat, meski aku mengatakan belum mengantuk. Tapi akhirnya aku pergi ke kamarku, aku berbaring memegang kepala belakangku yang masih terasa sakit.Hingga setelah beberapa saat, pintu kamarku terbuka.“Bang, sudah, tidur! Besok harus sehat!” kata Nayla, tangan di pinggang.Mama Siska mengangguk, “Betul kata Nayla, Raka. Kamu harus banyak istirahat, selamat tidur ya!”"Cepat sembuh ya, Bang!" Nayla menutup kembali pintunya.Aku sudah mendapatkan keluarga yang utuh. Aku bertemu dengan keluargaku dan sekarang, aku ingin Mama Siska dan Nayla juga menjadi bagian dari keluargaku. Tinggal satu masalah yang kuhadapi, tapi ini masalah yang besar.Mataku sudah mulai mengantuk, aku mematikan lampunya lalu setelah itu aku tertidur.Pagi hari tiba, sinar matahari menyelinap lewat jendela, membawa sedikit k

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 115. Perhatian dan kepedulian mereka

    Cahaya terang menyelinap ke mataku, disertai rasa sakit di kepala yang masih berdenyut. Aku membuka mata perlahan, menyadari aku terbaring di ranjang rumah sakit, kepala diperban. Di sampingku, Mama Siska duduk dengan wajah pucat, matanya merah karena menangis. Alicia berdiri di dekat pintu, wajahnya tegang tapi penuh perhatian.“Raka, akhirnya kamu sadar!” seru Mama Siska, langsung memelukku erat, air matanya membasahi bahuku.Aku mengusap punggungnya, suara serak, “Ma, aku nggak apa-apa. Cuma pusing dikit, kepalaku masih sakit, tapi udah baikan.”Alicia mendekat, tangannya menyentuh ranjang. “Raka, aku yakin ini pasti ulah Alex. Memang belum ada bukti, tapi siapa lagi yang ingin mencelakai kamu kalau bukan Alex? Kamu yang bikin hidupnya hancur dan mempermalukannya di depan publik,” katanya, nada penuh keyakinan.Aku mengangguk pelan, merasakan nyeri di belakang kepala. “Iya aku juga sudah menduganya, sekali lagi terima kasih banyak sudah membantuku. Apa polisi sudah menyelidikinyai?

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 114. Bahaya menyerang

    “Bang, nanti jemput aku lagi sore, ya. Takut wartawan dateng lagi,” katanya, suara khas.Aku mengangguk, “Pasti, Nay. Tenang aja, Abang pasti jemput dan ada Mas Tejo juga yang akan melindungi kita.” Dari spion, aku lihat Tejo mengikuti dengan motornya, matanya tajam memindai jalan.Di kampus, Nayla mencium tanganku, bersikap sopan seperti biasa, lalu berlari ke gerbang. Aku segera kembali ke rumah, Tejo di belakangku. Rasanya seperti buronan, kebebasanku terkungkung oleh ancaman Alex dan sorotan media.Tiba di rumah, Mama Siska sedang menyiram tanaman. Aku membantu membersihkan rumah, menyapu dan mengepel, sembari menceritakan nanti akan pergi.“Ma, nanti jam sembilan aku ke kantor pengadilan, mau memproses perceraian. Bu Alicia mau bantu, dia punya kenal hakim di sana,” kataku, suara tegas.Mama Siska berhenti menyiram tanaman ceretnya dia simpan, wajahnya tiba-tiba muram. “Raka, kamu serius mau cerai sama Tiara?” tanyanya, nada penuh luka.Aku menghela nafas panjang, kesal karena pe

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 113. Gairah berkobar

    Kemudian aku tuntun, hingga Mama Siska berbaring di kasur. Aku telusuri lekuk tubuhnya dari ujung kaki hingga kepala, aku singkap gaun tidurnya sampai buah dadanya terlihat jelas begitu menggoda.Kembali aku daratkan ciuman di bibirnya, tangannya menggerayangi tubuhnya hingga menemukan buah dadanya yang kenyal. Lalu aku turun ke bawah, aku nikmati buah dadanya yang hangat dan kenyal. Aku remas dengan kedua tanganku, hingga dia mendesah keras.Aku kembali turun menelusuri perutnya, hingga bertemu dengan celana dalamnya. Aku buka semuanya, sampai dia tidak memakai sehelai benangpun. Kulitnya begitu putih mulus, tidak ada cacat sedikitpun di kulitnya.Mendadak, aku merasa gerah dan aku buka semua pakaianku. Aku berdiri di atas kasur, aku sengaja memamerkan ototku padanya. Aku berpose seperti seorang binaragawan, walaupun ototku tidak terlalu besar. Aku tunjukkan otot bicepku padanya, membuatnya tertawa. Dan berakhir dengan pose membagongkan, aku mengelus benda pusakaku dengan gerakan men

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status