Nayla masih dalam posisi membelakangi Tom, hanya celananya saja yang dibuka oleh Tom. Tom memposisikan dirinya tepat di belakang Nayla, dengan benda pusakanya yang tegak berdiri siap menembus bagian intinya. Tom memegang benda pusakanya, dia arahkan pada bagian inti Nayla secara perlahan. Lubang kenikmatan Nayla masih sempit, apalagi posisinya seperti itu yang membuat bagian intinya semakin sempit. "Ahhh, Tom mmmhh." Nayla melenguh panjang, ketika sebagian benda pusaka Tom berhasil membobolnya."Enak banget lobang kamu sayang, masih tetap rapet. Tapi sekarang sudah gak sakit kan?" Tom mengangkat satu kaki Nayla."Nggak, Tom. Cuma masih ngilu, punya kamu gede banget sih. Tapi enak, terasa hangat dan berasa sekali."Tom mendekap erat tubuhnya, tangannya mulai menelusuri buah dada Nayla yang masih terbungkus oleh bra. "Yang gede itu memang lebih enak sayang, pokoknya mulai sekarang jadi milikmu. Jika kamu mau, bilang saja. Nanti aku siap memberikan kamu kenikmatan,"Nayla memegang tanga
Malam itu, langit Nusa Penida semakin gelap, hanya diterangi bintang-bintang dan cahaya bulan yang memantul di permukaan laut. Nayla memeluk pinggang Tom erat-erat saat mereka melaju kembali dengan jet ski, udara malam yang dingin membuat tubuhnya menggigil. Pakaian Nayla basah kuyup setelah kejar-kejaran dengan ombak, dan angin laut semakin terasa menusuk. Akhirnya, jet ski mereka menepi di Pantai Kelingking, tapi Ethan, Liam, dan Jack sudah tak terlihat di tepi pantai.“Mungkin mereka udah balik ke penginapan,” kata Tom, melepas helm jet ski. “Sebaiknya kita ke sana.”“Iya, Tom, pakaianku basah banget. Dingin, pengen cepet mandi,” balas Nayla, menggosok lengan untuk menghangatkan tubuh.Mereka berjalan kaki menuju homestay, yang untungnya tak terlalu jauh. Jalan setapak diterangi lampu-lampu kecil, dan aroma bunga kamboja tercium samar. Sesampainya di homestay, mereka melihat mobil sewaannya terparkir di depan, dan Liam keluar dari pintu, membawa botol air mineral.“Kalian dari mana
Lalu Tom kembali mencium bibirnya, Tangan Tom membuka celana Nayla sampai terlepas. Keduanya sama-sama sudah sangat bernafsu, sampai tidak memperdulikan sekitar. Mereka tidak peduli jika ada orang yang melihat, yang penting hasrat mereka terlampiaskan.Kini keduanya sudah tidak memakai apapun, angin yang terus berhembus dari pantai sudah tidak di perdulikan. Padahal saat itu menjelang malam, udara malam mulai berhembus tapi hasrat mereka tidak terkalahkan. Ketika Tom akan mengarahkan benda pusakanya pada bagian inti Nayla, Nayla langsung bangkit karena takut sakit lagi."Tunggu, Tom. Aku takut, pasti sakit lagi." Nayla menatap benda pusaka Tom yang sudah sangat keras dan besar.Tom menenangkan, memegang tangan Nayla lembut, "Kalau sudah pernah di coba, yang kedua kalinya gak akan sakit lagi, sayang. Percaya padaku kali ini pasti enak, bukankah kata kamu rasanya enak.""Iya, tapi..." Nayla masih merasa ragu.Tom mendekati Nayla, tangannya membelai wajahnya dan mencium tengkuknya yang m
Setelah sarapan, mereka melanjutkan petualangan. Pertama, mereka mengunjungi Broken Beach, sebuah teluk kecil dengan lengkungan batu alami yang membingkai laut biru. Ombak menghantam dinding karst, menciptakan suara gemuruh yang dramatis. Ethan merekam panorama itu, sementara Nayla dan Tom berpose di tepi tebing, tangan mereka bertaut. Jack dan Liam mewawancarai seorang pria Bali setempat, I Made, yang bekerja sebagai pemandu wisata.“Halo, Bli, boleh kami wawancara sebentar?” tanya Liam, memegang mikrofon kecil.Made tersenyum ramah. “Boleh, apa yang mau ditanya?”“Ceritain dong tentang Broken Beach ini. Apa yang bikin tempat ini spesial?” tanya Jack.Made menjelaskan, “Broken Beach ini unik karena lengkungan batunya terbentuk alami oleh erosi laut selama ratusan tahun. Airnya jernih, tapi tidak bisa untuk berenang karena arusnya kuat. Banyak wisatawan datang buat foto, apalagi pas sunset.”Nayla menimpali, “Pasti keren banget ya, Bli, sunset di sini?”“Iya, pemandangannya bagus. Kal
Pagi itu, pukul lima pagi, udara terasa dingin mereka masih tidur berdua saling berpelukan dan sama-sama tidak berpakaian. Tom terbangun dengan hati-hati, berusaha tidak mengganggu Nayla yang masih terlelap dalam pelukannya.Ia melirik jam di ponselnya dan berbisik, “Sayang, aku harus balik ke kamar. Takutnya temen-temen udah bangun dan curiga.”Tapi ternyata Nayla terbangun, karena Tom melepaskan pelukannya. Nayla mengangguk mengantuk, matanya setengah terbuka. “Iya, sebaiknya kamu cepet kembali. Takutnya nanti mereka ngadu ke Mama sama Bang Raka,” katanya, tersenyum kecil.Tom mencium kening Nayla lembut. “Ya sudah, sampai nanti ya, sayang. Kamu tidur lagi aja.”“Iya, kamu juga. Aku nggak sabar pengen jalan-jalan lagi,” balas Nayla, suaranya penuh antusiasme meski masih ngantuk.Tom tersenyum, “Seharian ini kita eksplor semua tempat. Aku pergi ya.” Ia bangkit pelan, mengambil laptopnya, dan kembali ke kamar sebelah dengan langkah hati-hati.Nayla memeluk bantal, hatinya berbunga-bun
Tubuh Nayla terus bergetar, kedua kakinya di pegang erat oleh Tom. Lidahnya semakin menembus belahan bagian inti Nayla, sampai cairannya kembali keluar. Tom melihat Nayla yang terlihat lemas tapi puas, Tom mencium bibirnya dan Tom merasa ini sudah cukup."Kamu siap, sayang?" tanya Tom dengan nada lembut.Nayla mengangguk, "Pelan-pelan ya!" kembali Nayla memperingatkan Tom, dia merasa ragu tapi pemasaran karena kini Nayla sudah sangat bergairah.Tom tersenyum puas, mulai melakukan ancang-ancang. "Tenang sayang,"Tom mulai mengarahkan benda pusakanya yang sebesar botol marjan itu, pada bagian inti Nayla. Warnanya lebih gelap, dari warna kulit Tom yang putih. Tom menggenggam benda pusakanya, dia gesek-gesekkan pada bagian luar inti Nayla. Bagian inti Nayla sudah becek karena sudah keluar dua kali. Agar Nayla tidak kaget, Tom memasukkan jari telunjuknya."Rapet banget sayang, baru masuk satu jari aja sudah sempit." Tom merasa senang, dia mendapatkan harta karun yang besar.Nayla kembali k