Home / Urban / Tergoda Pesona Ibu Mertua / Bab 5. Kesetiaan yang Diuji

Share

Bab 5. Kesetiaan yang Diuji

last update Last Updated: 2025-03-17 20:56:13

Jantungku berdegup keras.

"Temani bagaimana, Ma?" tanyaku, berusaha terdengar netral.

Dia menatapku, lalu tersenyum tipis. "Temani Mama tidur di kamar. Hanya sebentar sampai Mama tidur. Mama masih takut."

Aku menelan ludah. Sejujurnya, mimpi semalam masih membuatku merasa canggung untuk berhadapan dengan Mama Siska. Namun, sekarang kondisinya berbeda. Aku juga sedikit khawatir kalau Mama Siska sampai tidak bisa tidur karena ketakutan.

Namun, rasanya ini tidak benar. Bagaimana bisa aku menemani ibu mertuaku untuk tidur di kamarnya?

“Tapi, Ma …”

Mama Siska mengeratkan genggamannya, matanya menatapku dengan lembut. "Mama takut, Raka."

"Tapi......" Aku ragu.

"Di rumah ini hanya ada kita berdua, Nayla masih menginap di rumah temannya. Kalau saja dia ada, Mama akan meminta Nayla untuk menemani." Mama Siska menatapku dengan mata sedikit berair. Sepertinya, dia benar-benar sangat ketakutan.

Aku menghela napas pasrah. Sepertinya, pikiranku memang terlalu liar sampai-sampai hampir tega mengabaikan ibu mertuaku yang ketakutan seperti ini.

“Ya sudah. Aku temani sampai Mama tidur.”

Aku menuntun Mama Siska menuju kamarnya. Tubuhnya benar-benar masih terasa bergetar. Bahkan aku bisa melihat dadanya masih terus naik turun tidak stabil.

Begitu sampai di kamar Mama Siska, aku menuntunnya untuk berbaring di tempat tidur, sementara aku menarik kursi yang ada di depan meja rias untuk menunggu Mama Siska tertidur.

Aku melihat Mama Siska berbaring miring sambil menatapku sayu. Tubuhnya masih terlihat bergetar, napasnya juga terdengar tidak teratur, bahkan aku baru menyadari bahwa di dahinya banyak keringat bercucuran.

Tadinya, aku benar-benar berpikir jernih dan bersimpati pada ibu mertuaku. Namun, melihat tatapannya yang seperti itu dan dahi yang penuh dengan keringat, entah mengapa membuat pikiranku justru berkelana liar. Dan sekali lagi, membuatku teringat dengan mimpi panas yang seharusnya tidak ada itu.

“Raka,” panggil Mama Siska pelan, membuat lamunanku buyar.

“I-iya, kenapa, Ma?” jawabku dengan suara senormal mungkin.

Mama Siska menepuk pelan sisi kasur. Aku jelas paham apa maksudnya, tapi aku berusaha terlihat biasa saja. “Kenapa, Ma?”

“Duduk sini aja, Raka.” katanya pelan.

Sial.

Sekarang justru jantungku yang berdetak tidak karuan. Pikiran liar karena mimpi itu membuatku tidak waras.

“D–di sini aja, Ma. Mama tidur aja, aku gak kemana-mana, kok,” kataku berusaha terdengar normal. 

“Raka, Mama gak bisa tidur kalau begini.” Mama Siska menarik pelan tanganku. “Gak apa-apa kamu duduk aja di sini, biar Mama bisa lebih tenang. Biasanya Mama bisa peluk Nayla atau Tiara, sekarang kan mereka gak ada. Jadi, paling gak Mama bisa pegang tangan kamu aja biar bisa tidur.”

Aku menelan ludahku dengan susah payah. Sekilas aku melihat wajah Mama Siska yang penuh dengan keringat, benar-benar terlihat lebih seksi. Selain itu, posisinya yang tidur dengan miring membuat kerah gaun tidurnya sedikit turun hingga belahan dadanya terlihat cukup jelas.

Apa harus sampai seperti ini?

Dengan sedikit ragu, aku bangun untuk pindah duduk di samping Mama Siska. Aku berusaha menjaga pandanganku agar tidak melihat yang seharusnya tidak aku lihat. Juga berusaha menjaga pikiranku agar tetap terkendali.

“Su–sudah, Mama tidur, ya.” Aku membiarkan Mama Siska menggenggam tanganku sementara dia mulai terlelap.

Aku mencoba duduk dengan tenang sambil menyandarkan punggungku ke sandaran kasur dengan kaki yang sejajar lurus di atas kasur. 

Kondisi kamar yang remang-remang dan suhu AC yang sepertinya memang diatur cukup rendah membuatku merasa suasana ini menjadi lebih aneh.

Aku yang hanya memakai celana pendek mulai merasa dingin di ujung kakiku dan sesekali menggerakkannya pelan untuk mencari kehangatan. Ternyata, gerakan kecilku membuat Mama Siska tersadar.

“Kamu kedinginan, Raka?” tanya Mama Siska sambil menarik selimutnya untuk menutupi kakiku.

“E-eh, nggak kok, Ma.” Aku berusaha menolak.

Kalau selimut itu ditutup ke kakiku, bukankah ini berarti aku satu selimut dengan Mama Siska?

Namun, wanita itu tidak menggubris ucapanku. Aku lihat, dia kembali memejamkan matanya, dan kali ini sepertinya napasnya sudah lebih stabil.

Setelah beberasaat hening, Mama Siska bersuara, ternyata belum tidur.

“Raka, Mama jadi ingat dulu saat kamu pertama kali lihat Mama di rumah ini, kamu selalu menatap Mama dengan aneh.”

Perkataan Mama Siska membuat ingatanku kembali terlempar saat aku pertama kali melihat Mama Siska di rumah Tiara, sekitar 2 tahun yang lalu. Saat itu, aku baru menjalin hubungan dengan Tiara, dan itu adalah kali pertamaku datang ke rumah Tiara. Mama Siska menyambutku dengan baik, tapi entah kenapa aku merasa ada yang berbeda dari Mama Siska, itu mengapa aku selalu menatapnya dengan penuh tanda tanya.

“Itu karena aku baru tahu kalau ternyata Mama bukan ibu kandung Tiara,” jawabku beralasan.

“Selama kamu punya hubungan sama Tiara bahkan sampai menikah, Mama selalu berpikir bahwa Tiara beruntung punya lelaki seperti kamu yang perhatian dan hangat,” kata Mama Siska lagi.

Kali ini, aku bisa mendengar nada suaranya yang lebih lembut. Namun, aku masih belum paham ke mana arah pembicaraannya.

Aku menghela napas, lalu menurunkan kakiku dari ranjang dan duduk memunggungi Mama Siska. 

“Bukannya Papa juga sangat sayang sama Mama?” tanyaku pelan.

Yang aku ingat, papa Tiara memang menyayangi Mama Siska, sebelum akhirnya pria itu menghilang.

“Asal kamu tahu, selama Mama menikah dengan papa Tiara, papa Tiara selalu sibuk dengan pekerjaannya. Mama gak pernah mendapatkan apa yang seharusnya Mama dapatkan dari suami Mama, dan justru lebih sering dapat tekanan. Bahkan, papa Tiara gak segan untuk mukul Mama kalau Mama berbeda pendapat sama dia.” Mama Siska terdiam sejenak.

Aku tidak pernah menyangka bahwa ternyata Mama Siska bahkan pernah mendapat kekerasan dari papa Tiara. Aku kembali berbalik dan menatap Mama Siska dengan dalam, ada rasa iba di dalam hatiku.

Setelah menikah dan ditinggal pergi dinas, meskipun baru beberapa hari saja aku sudah merindukan kehangatan istriku, bagaimana dengan Mama Siska yang justru malah disiksa seperti itu?

“Ma … aku bener-bener gak nyangka kalau ternyata Papa seperti itu. Sekarang, Mama gak perlu khawatir karena di rumah ini ada aku. Aku juga akan jagain Mama,” kataku pelan sambil terus menatapnya.

“Jujur, Mama iri sama Tiara karena bisa dapat laki-laki sebaik kamu,” ucap Mama Siska lirih. Dia menundukkan kepalanya, tangannya menggenggam erat selimut.

Dengan sedikit keraguan, aku meraih tangan Mama Siksa dan menggenggamnya. “Udah, Ma. Toh sekarang Papa udah gak ada di sini, gak akan ada yang mukul Mama lagi.”

Mama Siska menatapku balik. Tatapannya sendu, seperti sedang mencari sesuatu yang hilang.

Aku terus mengusap tangan Mama Siska agar membuatnya merasa lebih tenang dan nyaman. Tatapanku juga terus terkunci pada wajah Mama Siska. Keringat di dahinya mulai berkurang, tetapi wajahnya tetap terlihat layu.

Namun, ketika tatapan kami terus bertemu, entah kenapa seperti ada dorongan lain di dalam hatiku. Tanpa sadar aku mencondongkan tubuhku dan mencium bibir Mama Siska.

Aku memejamkan mataku, membiarkan bibirku menempel pada bibir Mama Siska yang ranum.

Setelah beberapa detik, Mama Siska sedikit menciptakan jarak di bibir kami.

“Raka …”

Suara itu terdengar lebih sensual di telingaku, membuatku semakin tergugah.

Aku membuka mataku dan menatap Mama Siska dengan dalam. Pandanganku meremang, tapi aku masih bisa menangkap jelas ekspresi mertuaku yang juga terlihat sangat menginginkannya.

Sial, aku benar-benar tidak bisa menahannya lagi!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 218. Cerita cinta Nayla

    Sementara itu di Nusa Penida, tepatnya di Kelingking Beach, Nayla, Tom, Jack, Liam, dan Ethan tengah menikmati keindahan alam yang memukau. Pantai Kelingking terkenal dengan tebing karstnya yang menjulang dramatis, membentuk siluet menyerupai tulang punggung dinosaurus yang menjorok ke laut. Pasir putihnya lembut bagaikan tepung, kontras dengan air laut biru toska yang berkilau di bawah sinar matahari. Ombak kecil menyapu pantai, menciptakan suara ritmis yang menenangkan, sementara angin sepoi-sepoi membawa aroma garam laut. Tebing hijau yang ditumbuhi vegetasi tropis menambah pesona, membuat tempat ini seperti lukisan alam yang hidup. Bule-bule dari berbagai negara berbaur dengan wisatawan lokal, beberapa berfoto di puncak tebing, sementara yang lain menikmati snorkeling atau sekadar berjemur.Nayla, yang semakin mahir sebagai konten kreator, sibuk merekam keindahan pantai bersama Tom, Jack, Liam, dan Ethan. Mereka menjelajahi setiap sudut, dari tangga curam menuju pantai hingga spot

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 217. Tiba di Bali

    Mr. Henri, yang selama ini diam, akhirnya berbicara. “Raka, kamu keras kepala dan berteguh pendirian. Dari awal, Ayah sudah merasa kalau kamu dan Bu Siska dekat, bukan sekadar menantu dan mertua. Siska memang wanita baik, tulus, sabar. Ayah bisa lihat dia wanita hebat dan tegar. Kalau itu pilihanmu, Ayah nggak bisa melarang.”Mrs. Sumarni menoleh ke suaminya, terkejut. “Ayah? Apa yang Ayah katakan?”Mr. Henri menghela napas, menatap Raka dengan penuh kasih. “Bu, ini semua kesalahan kita. Kita ceroboh sampai kehilangan Raka selama 27 tahun. Waktu itu Ayah sudah pasrah kalau nggak bisa ketemu Raka lagi. Dan sekarang Ayah nggak mau ulangi kesalahan itu. Ayah ingin lihat Raka bahagia. Anggap saja ini penebus dosa kita. Raka, kamu nggak perlu pergi. Kamu tetap menjadi pewaris keluarga Dupont.”Raka terdiam, matanya membelalak. “Benarkah, Yah? Jadi Ayah merestui hubunganku dengan Siska?”Mr. Henri mengangguk, tersenyum tipis. “Iya, Nak. Asal kamu bahagia, apa pun Ayah lakukan.”Raka melompa

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   POV Author

    Bab 216. Kejujuran Raka Malam itu, suasana di penthouse mulai sunyi. Semua orang kembali dari Puncak dengan wajah lelah namun penuh tawa, kecuali Raka, yang pikirannya masih dipenuhi kekhawatiran tentang hubungannya dengan Siska dan bagaimana cara menyampaikannya pada keluarganya. Di dalam mobil Mercedes-Benz hitam yang dikendarainya, Raka menyetir dengan fokus, sesekali melirik ke kaca spion untuk melihat Siska yang duduk di belakang bersama Claire dan Lila. Mrs. Sumarni, yang duduk di mobil lain bersama Mr. Henri, tiba-tiba berbicara melalui telepon grup keluarga. “Raka, Bu Siska, kalian dengar Ibu, ya,” kata Mrs. Sumarni, suaranya lembut tapi tegas. “Malam ini Bu Siska tidur di penthouse saja, biar besok langsung berangkat ke Bali bareng kita.” Siska, yang mendengar melalui speaker ponsel Claire, tampak ragu. “Oh, Bu, nggak usah. Saya bisa balik ke apartemen saya, nanti pagi saya ke sini lagi,” jawabnya sopan, suaranya sedikit canggung. Claire langsung menimpali, “Tapi itu

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 215. Rasa cemburu

    Sam mengangguk antusias. “Pasti, Lila! Aku sudah bikin daftar tempat yang mau dikunjungi. Pantai Kuta, Uluwatu, sama Ubud.”Mike menambahkan, “Aku juga pengen coba makanan lokal di Bali. Katanya sate lilit enak banget.”Ayah tertawa. “Tenang, kita akan ke hotel kita di Bali. Semuanya sudah diatur. Raka, kamu setuju besok lusa kita berangkat?”“Setuju, Ayah. Di Bali pasti seru,” jawabku, meski pikiranku masih terbagi.Sarapan berlangsung hangat, penuh canda dan rencana liburan. Tapi setiap kali Paman George menyebut Siska, aku merasa cemburu yang tak bisa kujelaskan pada mereka.Setelah sarapan, kami bersiap untuk ke villa di Puncak. Saat semua sibuk mengambil tas, Paman George mendekatiku. “Raka, ayo kita ke apartemen Bu Siska dulu, ajak dia agar ikut. Aku yakin dia akan senang.”Aku ingin menolak, tapi melihat antusiasmenya, aku merasa tidak enak. “Baiklah, Paman. Tapi aku yang nyetir, ya,” kataku, berusaha mengendalikan situasi.Sam tiba-tiba muncul. “Aku ikut, dong! Penasaran sama

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 214. Perkataan Ibu

    Permainan mereka semakin panas, aku fokus menonton tubuh perempuannya yang kulitnya putih mulus. Rambutnya yang panjang terombang-ambing berantakan, akibat goncangan kencang dari Pak Bambang. Warna kulitnya kontras, jauh berbeda dengan warna kulitnya Pak Bambang yang hitam. Permainan mereka sangat panas, keduanya sama-sama bisa mengimbangi permainan yang cukup liar.Perempuan itu melenguh panjang, suara desahannya semakin membuatku bergairah. Aku masih berdiri dalam posisi masih mengintip lewat jendela. Aku melirik kanan kiri takutnya tahu-tahu ada orang lewat, aku ingin segera menyudahinya agar aku bisa kembali ke kamarku."Aahh mmhh," perempuan itu kembali mendesah keras. Tangan Pak Bambang dengan cepat menutup mulutnya. Mereka berganti posisi, Pak Bambang berbaring di kasur sedangkan perempuan itu menaiki tubuhnya. Dia mulai menggerakkan pinggulku keatas kebawah, tak hentinya dia terus mendesah keras. Pak Bambang kembali menutup mulutnya, perempuan itu sangat berisik seperti pemai

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 213. Desahan di ujung lorong

    Ayah menimpali, “Kalau gitu kita harus rayakan, Raka. Ini ulang tahun pertama kamu bersama kita, jadi kamu ingin di rayakan dimana?"Belum sempat menjawab, Lila yang dari tadi diam, tiba-tiba berseru, “Gimana kalau di Bali? Aku pengen banget ke Bali, Ayah! Katanya pantainya bagus banget selain itu banyak pemandangan bagus.”Sam mengangguk antusias. “Aku setuju! Aku datang ke Indonesia salah satunya pengen banget bisa pergi ke Bali. Katanya surga tropis, orang-orang bermimpi ingin pergi ke sana.”Ayah tertawa. “Itu ide bagus karna kebetulan, kita punya hotel dan apartemen di Bali. Kita rayain di sana aja. Raka, kamu setuju kan?”"Tapi menurutku nggak usah di rayain, Yah. Cukup bisa kumpul-kumpul aja aku sudah bahagia." kataku."Jangan menolak gitu, Raka. Sekalian kita merayakan kamu menjadi pemimpin baru dan pertemuan kita setelah sekian tahun berpisah." kata Ayah membujukku.Ibu menimpali, "Benar kata Ayahmu, ini tahun pertama di hari ulang tahunmu kita bisa berkumpul. Tahun ini menja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status