Home / Romansa / Tergoda Suami Sewaan / Bab 03 - Maksudnya, Aku?

Share

Bab 03 - Maksudnya, Aku?

Author: Olivia Yoyet
last update Last Updated: 2024-08-23 15:12:06

Sepasang mata Zaara yang cukup besar kembali membeliak. "Gimana kondisinya?" 

"Kata Mas Virendra, Ayah masih belum sadar." 

"Astagfirullah!" Zaara memegangi mulutnya dengan kedua tangan.

"Kita harus segera pulang," usul Desya. 

"Tasku, gimana?" tanya Zaara. 

"Ikhlasin aja. Dompet dan paspormu, kan, aku yang pegang. Kamu kemaren cuma bawa ponsel, kosmetik dan sedikit duit." 

Zaara masih termangu saat kedua rekannya berjibaku membereskan barang-barang. Dia teringat pesan Hadrian yang memintanya menelepon setelah tiba di hotel.

Zaara memindai sekitar, kemudian menyambar ponsel Maia. Dia mencoba mengingat-ingat nomor ponsel Hadrian, tetapi dia benar-benar lupa. 

"Mai, punya nomor telepon Kang Ian?" tanya Zaara. 

"Enggak ada," sahut Maia tanpa menoleh. 

"Aku lupa nomornya." 

"Coba kamu tanya ke Mas Daru. Ada nomornya di situ." 

"Kamu ngapain nyimpan nomor Mas Daru?" 

"Kita, kan, pernah bisnis bareng. Jadi kusimpan nomornya. Kalau Kang Ian, kita belum pernah kerjasama dengan dia. Paling cuma Mas Ivan." 

Zaara manggut-manggut sambil mengetikkan pesan dan mengirimkannya pada Endaru, salah satu sahabat terdekat Hadrian. Tidak berselang lama pria tersebut membalas dengan mengirimkan kontak Hadrian yang langsung disimpan Zaara. 

Gadis berpipi tembam memutuskan untuk menelepon pria berbibir tipis yang segera mengangkatnya setelah tiga kali berdering. Namun, belum sempat Zaara mengatakan apa pun, Hadrian sudah terlebih dahulu bertutur. 

"Aku baca di grup PG, ayahmu masuk rumah sakit. Betul, Ra?" tanya Hadrian. 

"Ya, Kang. Aku lagi siap-siap mau pulang," terang Zaara. 

"Bareng teman-temanmu?" 

"Ya." 

"Hati-hati dan jangan keluyuran sendiri." 

"Hu um. Akang pulang kapan?" 

"Tiga hari lagi. Kerjaanku belum selesai." 

"Ehm, Kang. Jangan kaget, ya." 

"Kenapa?" 

"Ada penelepon misterius yang ngubungin Ayah, lalu memfitnahku clubbing dan mabuk-mabukan. Terus, dia bilang aku ... menghabiskan waktu di hotel dengan laki-laki bermata besar." 

Hadrian terdiam sejenak, lalu balas bertanya, "Maksudnya, aku?" 

"Kemungkinan begitu." 

"Dia nggak punya bukti. Sedangkan kita punya." 

"Bukti apa?" 

"Kamu muntah-muntah, dan ada tiga saksi, yaitu Kirman, Sophia dan Tommy, satpam lobi yang bantu nganter kita sampai masuk ke unit." 

"Hmm, ya." 

"Bagaimana orang itu bisa tahu nomor telepon ayahmu?" 

"Tasku tertinggal di mobil Leroy." 

Sesaat hening, kemudian Hadrian mengumpat. "Jelema teu baleg!" 

"Gimana? Aku nggak paham." 

"Aku maki si sipit itu, bukan kamu." 

"Oh, ya." 

"Dompetmu berarti hilang juga?" 

"Aku nggak bawa dompet. Cuma ponsel, duit sedikit, bedak dan lipstik." 

"Berarti paspor, KTP dan lainnya, aman?" 

"Ya." 

"Kamu masih punya pegangan uang?" 

"Ada." 

"Oke, hati-hati di jalan dan safe flight." 

"Akang juga hati-hati. Mungkin akan ketemu Leroy lagi." 

"Baguslah. Justru aku pengen ketemu dengan dia.Kemaren belum puas bikin dia babak belur." 

Zaara mengulum senyuman. Dia lupa bila tidak sedang berhadapan dengan Hadrian. "Aku tutup teleponnya, Kang. Dan terima kasih atas bantuannya. Maaf, kemaren aku ngerepotin." 

"Enggak apa-apa, Ra. Aku ikhlas ngerawat kamu." 

"Biaya laundry nanti aku transfer." 

"Lebihin, ya. Buat gajiku sebagai bodyguard dadakan." 

Zaara terkekeh. Dia memutus sambungan telepon dan meletakkan ponsel ke samping kanan. Gadis berbibir penuh termangu sesaat, kemudian bangkit dan mengambil pakaian ganti. 

Hadrian memandangi langit biru. Dia ingin mencari informasi tentang Leroy Cheng, setelahnya dia akan mengerjai pria itu karena telah memfitnahnya dan Zaara. 

Hadrian menggulirkan jemari ke layar ponsel untuk mencari nomor kontak seorang teman yang dulu merupakan bosnya. Tiba-tiba Kirman muncul dari luar unit dengan raut wajah tegang dan mendatangi bosnya. 

"Kang, ada beberapa orang di lobi yang mengaku dari kepolisian. Mereka datang untuk memberikan surat pemanggilan atas Akang, sebagai tindak lanjut laporan dari Leroy Cheng," ungkap Kirman yang menyebabkan Hadrian tertegun.  

"Oke, terima aja. Aku juga akan melaporkan balik si sipit itu atas pasal berlapis. Biar dia tahu tengah berhadapan dengan siapa," jawab Hadrian seraya tersenyum miring.

***

Hadrian mengamati pria blasteran yang sedang membaca detail informasi tentang Leroy Cheng, dari email yang dikirimkan orang kepercayaannya. 

Hadrian menunggu Larry Dirk, suami Diandra, menuntaskan penjelasan sambil menenangkan diri. Hadrian menyadari bila lawannya kali itu cukup berat, karena Leroy ternyata merupakan keponakan dari Jeremy Cheng, pengusaha terkenal di Singapura dan Malaysia. 

"Ternyata begitu. Pantasan dia sombong banget dan berani ngelaporin aku," ujar Hadrian, setelah Larry berhenti mengoceh. 

"Kamu harus hati-hati, Ian. Anak buahnya Jeremy terkenal sadis," sahut Larry. 

"Ya, aku paham." 

"Laporan ini kukirim ke emailmu." 

"Oke." 

"Kapan kamu mau ke kantor polisi?" 

"Besok pagi. Sekitar jam sembilan." 

"Nanti kuminta Om Margus menemanimu." 

"Beliau ada di sini?" 

"Ya. Minggu depan putrinya akan bertunangan." 

"Yang mana?" 

"Caroline." 

"Ahh! Aku patah hati." 

Larry melemparkan gumpalan tisu pada rekannya yang sedang tersenyum. "Kamu, kapan akan menikah?" 

"Entahlah. Aku masih betah sendiri." 

"Jangan bilang kamu masih gagal move on." 

"Aku sudah nggak cinta sama dia. Apalagi dia dan suaminya sangat bahagia sekarang." 

"Apa perlu kucarikan?" 

"No. Yang terakhir kamu kenalkan itu, bikin aku nggak bisa tidur." 

"Kenapa?" 

"Dia nempel mulu. Mana ngomongnya mendesah." 

"Kenapa aku pikir kamu takut sama wanita?" 

"Khusus yang bikin aku merinding, iya, aku takut." 

"Santai saja, Ian. Colek aja dikit-dikit, mereka nggak keberatan." 

"Kamu ngajarin sesat!" 

Larry terbahak hingga mengejutkan orang-orang di luar ruang kerjanya. Sekian menit berikutnya, Hadrian telah berada di luar. Dia melenggang menuju lift tanpa mengindahkan tatapan penuh kekaguman para staf perempuan. 

Hadrian menekan tombol lantai satu, kemudian menyandar ke dinding besi sambil memandangi pantulan dirinya di seberang. Hadrian menghela napas berat dan mengembuskannya perlahan. Berharap hal itu bisa membuatnya lebih tenang. 

Hadrian mengepalkan tangan kanan saat mengingat sosok Leroy. Dia benar-benar kesal dan berniat untuk menghajar pria itu kembali, karena telah menyebabkan kekacauan. 

Hadrian mengingat-ingat untuk membahas hal itu dengan Alvaro dan Tio. Dia merasa yakin jika kedua sahabatnya tersebut akan mampu membantunya membereskan kekacauan akibat ulah Leroy. 

Sementara itu di Jakarta, Zaara tengah disidang kedua kakaknya dan Virendra. Gadis bermata cukup besar menjelaskan berulang kali detail cerita hingga dia terbangun di unit apartemen Hadrian. 

Zaara juga membantah tuduhan telah bermabuk-mabukan seperti yang disebutkan penelepon misterius pada Ahmad Yafiq. 

"Harusnya kamu pinjam ponsel Ian dan telepon aku!" seru Ivan sembari menahan diri untuk tidak mengguncangkan lengan Adik bungsunya. 

"Pikiranku blank, Mas. Karena aku sibuk nahan mual," jelas Zaara tanpa berani menengadah. 

"Minta Ian yang telepon, kan, bisa!" 

"Dia juga sibuk ngurus aku dan Bang Kirman." 

"Kirman kenapa memangnya?" 

"Badan dan mukanya memar sama luka-luka, karena berantem dengan anak buah Leroy." 

Ivan berdecih. "Kamu sudah merepotkan banyak orang, dan Ayah yang paling menderita sekarang!" 

"Aku nggak tahu bakal begini. Kalau tahu, pasti aku ngajak pengawal." 

"Gara-gara kamu, Wirya marahin semua pengawal kita! Bahkan Indriani dan Fajrin kena SP satu!" 

Zaara spontan menengadah, lalu menggeleng. "Mereka nggak salah. Aku yang maksa nggak mau dikawal." 

"Kamu omongin sana ke Wirya. Aku nggak mau tahu!" 

"Ya, aku akan nelepon Bang Wirya."

"Temui di kantornya, Ra. Supaya SP-nya bisa langsung dibatalkan," usul Shurafa. 

Zaara mengecek arlojinya. "Tapi ini udah mau magrib. Apa Bang Wirya masih di kantor?" 

"Telepon dulu." Shurafa memberikan ponselnya pada Zaara yang segera mencari nomor kontak direktur utama PBK.

Ketiga orang lainnya memandangi saat Zaara berbincang dengan Wirya. Setelah menuntaskan percakapan, Zaara memutus sambungan telepon dan mengembalikan ponsel pada kakaknya. 

"Bang Wirya sudah di rumahnya. Habis salat magrib aku mau ke sana," cakap Zaara. 

"Minta antar sama Listu," tukas Virendra. 

"Ya, Mas," jawab Zaara. 

"Sekarang mending kamu mandi, salat, dan segera berangkat. Habis dari sana, langsung ke rumah sakit," cetus Shurafa sambil mengajak adiknya menjauh. "Pakai mobilku, karena mobilmu disita Ibu," bisiknya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Mispri Yani
tenaga kang Ian walaupun mafia bekingan nya orang" PG juga mafia kan hehheeheh
goodnovel comment avatar
Al-rayan Sandi Syahreza
nah karena zaara nggak mau di kawal jadi banyak yg kena imbasnya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tergoda Suami Sewaan    Bab 60 - Stay With Me, Honey

    60Jalinan masa terus bergulir. Kehidupan rumah tangga Hadrian dan Zaara kian harmonis. Setiap minggu pertama dan kedua, mereka akan menetap di Bandung.Bila Hadrian bekerja di restorannya ataupun melakukan rapat dengan teman-teman PG dan PC yang bermukim di Kota Bandung, maka Zaara juga menyibukkan diri dengan belajar memasak pada Ana.Seperti pagi itu, seusai sarapan, Zaara berpamitan pada asisten rumah tangga. Dia mengajak Indriani untuk bergegas ke kediaman sang mertua.Setibanya di tempat tujuan, ternyata di sana sedang ramai ibu-ibu sekitar yang dikaryakan Ana, bila kebetulan tengah mendapatkan orderan katering besar."Bu, siapa yang mesan katering?" tanya Zaara, seusai menyalami mertuanya dengan takzim."Mamanya Reinar. Nanti sore, ada pengajian di rumahnya," jelas Ana sembari melanjutkan memotong bolu ketan hitam.Zaara tertegun sesaat, kemudian dia menggeleng pelan. "Aku lupa acara itu. Padahal Karen sudah ngundang di grup.""Kita berangkat sama-sama. Ibu sekalian mau ketemu m

  • Tergoda Suami Sewaan    Bab 59 ' Sunnah dan Wajib

    59Mobil-mobil lainnya muncul dari belakang. Wirya meneriaki Kirman agar menambah kecepatan mobil. Hal serupa juga dilakukan keempat sopir lainnya. Gibson dan Cedric yang berada di mobil paling belakang, menarik senapan laras panjang dari bawah. Mereka mengintip dari pintu kanan dan kiri, yang kacanya telah terbuka sepenuhnya. Rentetan tembakan diarahkan Gibson dan Cedric ke deretan mobil-mobil di belakang. Fabian yang menjadi sopir, melakukan manuver zig-zag yang sering dilstihnya bersama teman-teman pengawal lainnya. Banim yang berada di samping kiri sopir, mendengarkan penjelasan Wirya melalui sambungan telepon jarak jauh. Banim manggut-manggut, sebelum memutuskan panggilan. "Bang, dirut minta kita maju," tukas Banim. "Ke mana?" tanya Fabian. "Paling depan. Bang Kirman mundur, karena Pak Tio mau jadi koboi." Fabian mengulum senyuman. Sebagai salah satu pengawal lama, dia mengetahui jika Tio sangat ingin bisa mempraktikkan ilmu menembaknya secara maksimal. Fabian menambah ke

  • Tergoda Suami Sewaan    Bab 58 - Lari!

    58Pagi menjelang siang, kelompok pimpinan Kirman tiba di rumah sakit swasta terkenal di Singapura. Syuja, Gibson dan Dimas tetap berada di mobil. Sementara Loko, Michael dan Cedric menunggu di lobi, bersama lima anak buah Jeremy Cheng. Di ruang perawatan VVIP, Hadrian berbincang dengan Stefan dan Gerald Cheng. Sebab Leroy masih kesulitan untuk berbicara panjang, dia meminta kedua saudaranya untuk menyampaikan maksudnya pada sang tamu. Hadrian membaca surat permohonan izin yang telah dibuat tim kuasa hukum keluarga Cheng. Hadrian mendiskusikan hal itu dengan Tio, Dante dan Baskara, sebelum menandatangi surat itu. "Terima kasih atas bantuannya," tutur Stefan, sesaat setelah Hadrian memberikan lembaran asli surat itu padanya. Sementara salinannya dititipkan pada Tio. "Kembali kasih," jawab Hadrian. Dia memandangi pria bermata sipit yang sedang duduk menyandar di ranjang. "Cepat pulih, Leroy. Tuntaskan hukumanmu. Baru lanjutkan bisnis dengan cara yang lebih baik," ungkapnya. Leroy m

  • Tergoda Suami Sewaan    Bab 57 - Dia ditembak?

    57*Grup Pasukan Penjaga Wirya*Zulfi : Astagfirullah. Grup naon deui, iyeuh?Haryono : Aku ada di mana?Yoga : Kaget aku. Logonya foto Wirya.Andri : Kayak masih muda di foto itu.Yanuar : Memang masih culun dia. Baru lulus diklat satpam.Alvaro : @Kang Ian, nemu di mana itu foto?Hadrian : Aku nyomot dari IG-nya Wirya, @Varo.Wirya : Loh, kok, ada fotoku di situ?Hadrian : Sesuai nama grup, @Wirya.Tio : Aku sampai bolak-balik ngecek. Kirain salah grup.Dante : Aku ngakak baca nama grupnya.Baskara : Tapi, memang benar, sih. Wirya harus punya pasukan bodyguard khusus.Linggha : Saya sampai bingung. Tiba-tiba ada di grup ini.Bryan : Orang Indonesia. Bisa nggak, grup chatnya off dulu? Di sini sudah jam 1 malam.Hadrian : Belum tidur, @Mas Bryan?Bryan : Aku baru nyampe rumah. Capek banget.Benigno : Habis dari mana, @Mas Bryan?Bryan : Chairns. Bareng Jourell.Alvaro : Jourell dan Mas Keven invited juga ke sini. Mereka bodyguardnya Wirya kalau lagi dinas di Australia sama New Zealan

  • Tergoda Suami Sewaan    Bab 56 - Diusir

    56Alunan musik instrumental terdengar di dalam kamar bernuansa putih dan abu-abu. Dari keremangan cahaya lampu sudut, terlihat sepasang insan yang sedang dimabuk kepayang. Lenguhan terdengar bergantian dari mulut mereka, mengiringi gerakan konstan yang dilakukan bersama. Tanpa memedulikan keringat yang keluar dari pori-pori kulit, keduanya melanjutkan percintaan dengan semangat. Berbagai gaya mereka lakukan untuk mendapatkan sensasi berbeda. Sekali-sekali bibir mereka menyatu dan saling mengisap. Pagutan kian dalam saat sudah hampir tiba di ujung pendakian. Pekikan perempuan berambut panjang menjadikan lelakinya menambah kecepatan. Kemudian mereka saling mendekap dan mengeluarkan seluruh cinta, sembari menjerit tertahan. Selama beberapa saat keduanya masih berada dalam posisi yang sama. Kala Hadrian menarik diri, Zaara mengusap dahi suaminya yang berpeluh tanpa rasa jijik sedikit pun. Hadrian menunduk untuk mengecup bibir sang istri. Namun, Zaara justru menarik leher lelakinya

  • Tergoda Suami Sewaan    Bab 55 - Sekarang Jadi Kawan, Besok Jadi Lawan

    55Langit biru Kota Jakarta, siang itu terlihat cerah. Udara kian menghangat seiring dengan bertambahnya waktu. Menjadikan banyak orang memutuskan untuk tetap berada di dalam ruangan, daripada beraktivitas di luar. Hadrian masih terdiam di kursinya. Tatapan lurus diarahkan lelaki berkemeja biru muda, pada pigura besar di dinding yang menampilkan foto pernikahannya dengan Zaara. Pria berhidung bangir baru saja usai dihubungi Margus melalui sambungan telepon jarak jauh. Sang pengacara menerangkan keinginan keluarga Cheng, agar Hadrian dan Zaara bersedia datang mengunjungi Leroy. Kondisi musuhnya itu menimbulkan keprihatinan Hadrian. Namun dia masih meragukan niat baik Leroy untuk berdamai. Bisa saja itu hanya akal-akalan pihak lawan, demi memuluskan jalan Leroy berangkat ke Amerika untuk berobat. Hadrian akhirnya menelepon sahabatnya dan menerangkan semua cerita Margus. Hadrian meminta pendapat pria tersebut, yang langsung mengajaknya bertemu. Puluhan menit terlewati, Hadrian yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status