Home / Romansa / Tergoda Teman Papa / Bricia-Andrew 55

Share

Bricia-Andrew 55

Author: ORI GAMII
last update Last Updated: 2025-12-26 23:13:00

Tiba-tiba Bricia terdiam. Wajahnya berubah serius, jelas sedang memikirkan sesuatu. Andrew yang menangkap perubahan itu langsung mengecup pipi Bricia sekilas lalu membawanya lebih dekat.

“Mikirin apa, hm?” tanyanya pelan.

“Papa…” suara Bricia mengecil. “Gimana kalau Papa tahu tentang kita?”

Andrew tersenyum kecil, bukan mengejek, lebih ke senyum seseorang yang sudah menyiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk. Ia mengusap rambut Bricia lembut, berusaha menenangkan.

“Mau dengar ceritaku?” katanya pelan.

Bricia mengangguk, lalu membalikkan tubuh agar berhadapan dengan Andrew. Tatapannya serius dan penuh perhatian. Dan saat itu Bricia sadar, Andrew terlihat berbeda malam in. Llebih dewasa dan lebih tampan.

Andrew menarik napas pelan sebelum mulai bicara.

“Eric itu kakak tingkat dua angkatan di atasku. Awalnya kami tak saling mengenal, hanya beberapa kali bertemu di kegiatan UKM. Tapi lama-lama jadi akrab karena sering terlibat di acara yang sama.”

Andrew kembali meng
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (7)
goodnovel comment avatar
BunNa
semoga Eric nggak mempersulit kalian berdua
goodnovel comment avatar
Ratih Tyas
Harusnya sih Eric setuju ja , daripada Bricia nikah sama Leo cowok kasar dan tulang selingkuh
goodnovel comment avatar
Marimar
Sepertinya kalau Eric tau pasti rada sulit dapet restu ini
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tergoda Teman Papa    Tunggu ayah datang, Feli!

    Saat tiba di kafe milik Andrew, suasana sudah cukup ramai. Hari itu Andrew memang sengaja mengumpulkan seluruh karyawan, termasuk para tukang dan mandor yang sebelumnya mengerjakan renovasi, untuk makan bersama. Selain sebagai ucapan terima kasih, Andrew ingin membangun kedekatan agar ke depannya kerja sama mereka berjalan lebih hangat dan solid. Begitu Andrew dan Bricia melangkah masuk, beberapa pasang mata langsung menoleh. Satu per satu orang menyapa dengan anggukan sopan. Bricia refleks berdiri sedikit lebih dekat ke sisi Andrew, sikapnya canggung tanpa bisa ia sembunyikan. Ia merasa kikuk, seolah semua orang menganggapnya pasangan Andrew, padahal hubungan mereka sendiri belum pernah diberi nama. Dan perasaan itu membuat pipi Bricia menghangat, sementara ia hanya bisa tersenyum kecil dan menunduk sesekali, berusaha terlihat tenang meski jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Andrew menangkap kegugupan itu. Ia sedikit memiringkan tubuhnya, lalu berucap pelan agar han

  • Tergoda Teman Papa    Takdir yang belum selesai

    “Ayo, turun.” Suara Andrew membuat Bricia tersentak dari lamunannya. Ia menoleh pelan, jantungnya masih berdetak tak beraturan. Di kepalanya, satu nama terus bergaung—Leo. “Bri… ayo,” ulang Andrew lembut. Andrew sudah lebih dulu melepas sabuk pengaman dan bersiap membuka pintu. Sementara itu, sabuk milik Bricia masih terpasang rapat, seolah menahannya di tempat. “Om…” suara Bricia nyaris bergetar. “Sepertinya di dalam banyak orang. Aku… aku—” Kalimatnya menggantung. Bricia sendiri tak tahu harus merangkainya bagaimana. Kepalanya penuh, tapi ia harus memiliki alasan agar ia tak harus masuk ke dalam rumah itu. “Kamu malu?” tebak Andrew sambil menoleh. Bricia terdiam sesaat, lalu mengangguk cepat, ia memilih jawaban paling aman. “Iya. Aku malu,” katanya pelan. “Aku… belum siap.” Andrew mengangguk paham, sama sekali tak curiga. “Oh… iya, aku ngerti.” Bricia mengembuskan napas kecil, lalu menambahkan alasan lain agar terdengar lebih masuk akal. “Lagipula Bibinya Om lagi sakit, k

  • Tergoda Teman Papa    Keponakan

    “Good morning, Baby.” Satu kecupan ringan mendarat di bibir Bricia. Refleks, perempuan itu menggeliat dan menarik selimut menutupi wajahnya, berusaha kabur dari pagi yang datang terlalu cepat. “Eh, kok ditutup lagi?” Andrew terkekeh kecil sambil mengelus puncak kepala Bricia. “Bangun, yuk. Feli sama Harry sudah nunggu di meja makan.” Mendengar itu, Bricia langsung menyingkap selimutnya. Matanya melebar, dan sisa kantuk langsung buyar. “Feli udah di sini? Padahal masih pagi banget,” tanya Bricia, suaranya masih serak. “Hei... ini sudah jam tujuh lebih. Lagian mereka datang sekalian bawa sarapan,” jawab Andrew sambil menarik pelan ujung selimutnya. “Ayo, Baby. Jangan malas.” Bricia mendengus kecil, tapi tetap turun dari ranjang. Dengan langkah agak gontai, ia menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. “Bri, aku tunggu di luar, ya,” seru Andrew dari arah pintu. “Iyaaa,” sahut Bricia lirih, masih sambil menguap. Saat Bricia selesai mencuci mukanya, ia segera melangkah keluar dar

  • Tergoda Teman Papa    Bricia-Andrew 55

    Tiba-tiba Bricia terdiam. Wajahnya berubah serius, jelas sedang memikirkan sesuatu. Andrew yang menangkap perubahan itu langsung mengecup pipi Bricia sekilas lalu membawanya lebih dekat. “Mikirin apa, hm?” tanyanya pelan. “Papa…” suara Bricia mengecil. “Gimana kalau Papa tahu tentang kita?” Andrew tersenyum kecil, bukan mengejek, lebih ke senyum seseorang yang sudah menyiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk. Ia mengusap rambut Bricia lembut, berusaha menenangkan. “Mau dengar ceritaku?” katanya pelan. Bricia mengangguk, lalu membalikkan tubuh agar berhadapan dengan Andrew. Tatapannya serius dan penuh perhatian. Dan saat itu Bricia sadar, Andrew terlihat berbeda malam in. Llebih dewasa dan lebih tampan. Andrew menarik napas pelan sebelum mulai bicara. “Eric itu kakak tingkat dua angkatan di atasku. Awalnya kami tak saling mengenal, hanya beberapa kali bertemu di kegiatan UKM. Tapi lama-lama jadi akrab karena sering terlibat di acara yang sama.” Andrew kembali meng

  • Tergoda Teman Papa    Bagaimana jika Papamu tahu?

    “Bri—” Andrew menyusul dengan langkah cepat, lalu menahan pergelangan tangan perempuan itu. “Mau ke mana?” Bricia tak langsung menoleh. Rahangnya hanya mengeras, wajahnya tetap lurus menatap pintu. “Pulang,” jawabnya singkat dan dingin. “Kayaknya aku nggak seharusnya lama-lama di sini.” Kening Andrew berkerut. “Kenapa tiba-tiba begitu?” Bricia akhirnya berbalik. Matanya mengkilap, bukan karena marah, tapi karena kesal yang menumpuk tanpa sempat keluar. “Aku cuma nggak mau ganggu waktu, Om,” ucapnya datar. Bibirnya membentuk senyum tipis yang justru terasa pahit. Pegangan Andrew mengendur, berubah menjadi genggaman yang lebih lembut. “Bri, kamu salah paham,” katanya cepat. “Itu Jessy, temanku. Dan yang barusan itu anaknya.” Bricia menarik tangannya pelan, tapi belum sepenuhnya lepas. “Tapi cara kalian bicara terdengar sangat akrab. Bahkan Om manggil anaknya "sayang". Bukannya itu panggilan kalau hubungannya sudah dekat?” Andrew menghela napas, lalu melangkah mendekat lagi

  • Tergoda Teman Papa    Panggilan telepon

    Setelah rasa kesal dan haru itu pecah, keduanya mulai menikmati hidangan. Tentu saja makanan yang tersaji bukan buatan Andrew, melainkan dari chef yang kelak akan mengisi dapur di kafe barunya. “Semoga kamu suka dengan makanannya, Bri,” ujar Andrew sambil memperhatikan wajah Bricia, seolah menunggu penilaian darinya. Bricia mencicipi suapan pertamanya. Matanya sempat terpejam sesaat sebelum akhirnya terbuka lagi. “Enak,” katanya jujur. “Banget, malah.” Andrew tersenyum puas. “Syukurlah.” Bricia menurunkan sendoknya sejenak, lalu melirik Andrew dari balik bulu matanya. “Tapi ingat ya… Om punya utang satu trauma ke aku gara-gara prank tadi.” Andrew tertawa kecil. “Siap. Mau dibayar pakai apa utangnya?” Bricia berpura-pura berpikir, lalu tersenyum kecil. “Nanti aku pikirkan. Sekarang… makan dulu.” Nada suaranya sudah jauh lebih ringan. Dan rasa hangat di dada Bricia benar-benar mengalahkan sisa kaget dan kesalnya akibat prank tadi. "Oh, ya, aku punya satu kabar gembira." Wajah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status