LOGIN“Ehemmm…!” tegur Tante Vega.
“Aiiihhh…ada nyonyah besar, duehh sampe kagak lihat, gara-gara si mas ganteng bertubuh ceking ini he-he-he!” wanita muda cantik bertubuh penuh ini kontan merubah sikapnya, dia adalah Ajeng, ART di rumah ini.
Sejak Satria tinggal di sini, dia memang sering berinteraksi dengan Ajeng dan mereka biasanya bercanda.
Candaannya mereka malah kadang nakal, tapi hanya sebatas di mulut, Satria mana berani menjurus ke hal–hal yang aneh.
Ia masih ingat pesan ayahnya, sebelum dia pamit kuliah di Jakarta agar jaga sikap dan kelakuan.
“Ingat jangan nakal, ayah tahu kelakuanmu di desa ini, suka banget ngintip, apalagi kalau ada penganten baru dengan teman – temanmu itu, malah sampai pernah berurusan dengan RT segala, jangan ulangi kelakuan itu, memalukan bagi keluarga kita. Biarpun miskin begini kita ini keturunan darah biru Satria, makanya nama kamu itu Satria…!”
Itulah pesan ayahnya yang tentu saja di ingat betul oleh Satria. Namun ia tak tahu, darah biru kerajaan mana, karena ayahnya belum pernah bercerita.
“M-maaf Tante, Kak Ajeng, saya pamit dulu, takut telat masuk kelas di kampus,” kata Satria lagi dan buru-buru pergi, sambil cium tangan tantenya.
Satria pun starter motor matic pemberian Om-nya dan menuju ke kampus.
Tante Vega hanya melemparkan senyum manis, namun tatapannya penuh kekesalan, seolah waktu ‘intimnya’ dengan Satria dirampas karena ulah Ajeng, ART -nya yang kadang suka berpakaian agak terbuka di rumah ini.
Setibanya di kampus, Satria masih sibuk menata pikirannya, dengan kerlingan dan ucapan Tante Vega yang begitu menggoda, sekaligus adegan tadi malam yang bikin dia terngiang-ngiang.
Akibatnya dia tak konsentrasi saat ikuti perkuliahan hari ini, untung saja Satria otaknya encer, pelajaran kuliah tetap bisa masuk ke otaknya.
Setelah ikuti 3 mata kuliah, Satria pun pulang. Ia bak kena demam saja, sebab hari ini benar – benar tak bergairah.
Ketika tiba di rumah di sore hari ini, dia melihat mobil Om-nya sudah ada di garasi, tapi mobil tantenya tidak ada. “Om sudah pulang, Tante pasti ngumpul dengan teman arisannya,” batin Satria menduga - duga.
Saat melihat kamar Ajeng yang hanya terhalang kamar mandi dengan kamarnya di bagian belakang rumah besar dan mewah Om-nya ini, Satria heran kamar si ART ini terkunci rapat.
“Aneh….nggak biasanya sore jelang senja ini Kak Ajeng udah ngadem di kamar?” batin Satria.
Namun ia sungkan mengetuk, Satria langsung saja menuju ke pintu kamarnya.
Tapi telinganya yang tajam sayup – sayup dengar ada suara – suara halus di kamar ART ini.
“Suara apa itu yaa…?” batin Satria, tapi dia tetap masuk kamar dan berganti baju.
Namun urusan bawah perut tak bisa ditunda, dia kebelet cebok. Satria pun masuk ke kamar mandi dan buang air besar di closet jongkok.
Begitu dia mulai buang hajat, telinganya lagi - lagi mendengar suara desahan Ajeng…suara berat seorang laki-laki.
“Kayak suara Om Brata…ngapain ya di kamar ka Ajeng?” batin Satria heran sendiri.
Jiwa ngintip Satria pun kumat lagi!
Setelah membersihkan dirinya, ia lantar mencari lubang intip yang mengarah langsung ke kamar Ka Ajeng
Saat itulah di sisi langit-langit kamar mandi ini, ada retakan kecil. Dengan tubuh tingginya, Satria perlahan naik ke atas closet ini sebagai pijakan.
Dia lalu berusaha mengintip ke kamar Ajeng.
Matanya terbelalak, sedapat mungkin dia jangan menimbulkan suara, sebuah pemandangan aduhai terpampang di kamar Ajeng.
Ajeng terlihat sedang berada di atas tubuh Om Brata, ART bertubuh penuh dan sintal ini terlihat membajak sawah milik Om Brata.
Suara si ART ini mendesis-desis, persis ular kobra ketemu mangsa.
Kaki Satria kontan gemetaran dan tubuh agak menggigil, ia lalu perlahan menurunkan tubuhnya dan buru-buru keluar dari kamar mandi, kemudian kembali ke kamarnya.
“Astagaaa…jadi, ka Ajeng dan Om Brata….?” Batinnya sambil meredakan jantungnya yang terus berdetak kencang.
Tak pernah seujung kukupun Satria mengira, kalau diam—diam Om Brata dan Ajeng ada skandal rahasia selama ini.
“Aneh banget, padahal Tante Vega kurang apa cakepnya, kok si Om malah berselingkuh dengan ka Ajeng, ART di rumah ini...?” batinnya bingung sendiri.
Satria pun bolak – balik di kasurnya, niat untuk istirahat gagal total.
Tak lama kemudian Satria dengar bunyi kamar Ajeng terbuka, lalu tertutup lagi.
Langkah kaki Om Brata sudah menjauh dari kamar ka Ajeng. Satria membatin lega, "Apa Om Brata dan ka Ajeng sudah selesai?"
Tak lama kemudian, suara gemercik air dari kamar mandi di sebelah kamarnya mengonfirmasi dugaannya.
Satria tersenyum tipis. "Sudah tuntas rupanya. Pasti ka Ajeng sedang sibuk membersihkan sisa-sisa hasil membajak sawah tadi dengan Om Brata!"
**
Makin penasaran? Lanjut yaa…
Saat Tante Vega akan menarik celananya, tiba-tiba ada suara Ajeng yang memanggil nama Satria, kontan si tante ini berdiri dan…ngacir secepattnya dari kamar keponakan tirinya ini."Huhh sialan, ganggu kesenangan orang ajah!" masih terdengar gerutuan si tante ini.Tante Vea meninggalkan Satria yang hanya bisa terdiam, seakan masih terhipnotis dengan ulah nakal sang tante barusan.Ajeng sebenarnya tahu Tante Vega tadi diam - diam keluar dari kamar Satria, namun si ART ini pura-pura tak tahu saja, tapi senyum miterius terkembang di bibirnya.“Ehemm…ada yang nekat dengan si kurus tampan itu,” gumamnya tertawa sinis, hanya dia yang tahu arti tawa sinisnya itu.Jangankan Ajeng, Satria pun sampai lama termangu di kursi belajarnya, ini bak mimpi saja baginya, hampir saja miliknya di…lumat bibir merah tantenya, tapi di detik terakhir malah gagal maning.Tok..tok tok…!”Saat Satria menoleh, si denok Ajeng sudah berdiri di depan pintu kamarnya.“Maaf ganteng, nggak ganggu kan?” sapa Ajeng dengan
"Makasih yaa sudah mau nemenin aku ke supermarket..."Setelah mobil SUV kompak itu sampai di parkiran kampus kembali, Berlina pun akhirnya bersuara, tatapannya yang cantik terlihat lesu.Satria geram, tak habis pikir ada laki-laki bodoh yang menyia-nyiakan wanita sekelas Berlina."Kak, kamu pasti akan dapat yang lebih baik dari laki-laki berengsek itu..."Setelah tersenyum tipis, tiba-tiba di dalam mobil ber-AC, Berlina membuka jaketnya. Kini ia hanya mengenakan tanktop putih ketat.Leher jenjangnya dan dadanya yang putih seketika terlihat jelas, apalagi saat ia mengangkat tangan, memperlihatkan ketiaknya yang mulus tak bercela.Kalamenjing Satria sontak bergerak naik dan turun."Boleh aku peluk? Sebagai ucapan makasih dan tanda pertemanan...?"Tenggorokan Satria kering, pe–peluk katanya?!Belum sempat ia menjawab, Berlina sudah bergerak cepat.Bruk!Tubuh Satria yang kaku dipeluk erat. Campuran aroma parfum dan asam keringat tipis Berlina menghantam indranya. Apalagi sensasi gundukan
Satria makan dengan lahap, dia memang belum sarapan, karena tadi pagi langsung ke kampus. Sehingga selesai perkuliahan dia langsung ke kantin kampus isi perut.Saat akan membayar dan mencari-cari dompetnya di tas, bingung dan kagetlah Satria, dompetnya tak ada.“Aduuh di mana dompetku?” batinnya bingung sendiri.Paniklah Satria, bingung bagaimana bayar makanan dan pastinya surat – surat berharga miliknya, seperti SIM dan STNK di dompet itu, di tambah KTP dan kartu mahasiswa, pastinya uang miliknya ada di dompet yang hilang tersebut.Satria pun menyesali diri, kenapa dompet ia taruh di tas, harusnya di saku celana belakang miliknya.“Kamu cari ini ya…?” tiba – tiba di depannya sudah duduk seorang mahasiswa cantik berbody atletis dan di tangannya memegang dompet miliknya.“Eh iya, itu dompet aku, kok ada pada kamu??!” seru Satria terkejut.“Hemm…lupa yaa, pagi tadi kamu nabrak aku?” si wanita ini balik menembak Satria.“Astagaa…a-aku minta maaf, tadi pagi jalan sangat terburu – buru, ta
“Lagi belajar apa sih, serius amat…!”Entah disengaja atau tidak, Ajeng sengaja jongkok sambil melihat laptop Satria, sehingga dasternya yang agak longgar memperlihatkan isinya yang bikin mata Satria mau tak mau melirik juga. “Alamak…” batin pemuda ini, kalamenjingnya mulai bergerak tak beraturan.Dari pandangannya, ia melihat dengan utuh bagian atas tubuh molek milik Ajeng yang… Satria sendiri tak mampu berkata-kata!Walaupun selama ini sering bercengkrama, tapi gara – gara ngintip tadi sore, pikiran Satria mulai konslet juga.Dia pun mulai perhatikan tubuh Ajeng yang baginya sangatlah menggiurkan. Apalagi saat dekat begini, aroma Ajeng sungguhlah sangat menggoda.“La-lagi…nyangkul…eh maksudnya belajar, eh ngulang pelajaran tadi siang Ka?” jawaban Satria yang terbata-bata bikin Ajeng menahan tawa.“Kok gugup gitu sih, hayo mikir apa sih?” goda Ajeng, sampai dengus nafasnya terasa di pipi Satria.“A–anu…” lidah Satria kelu, bicara dekat begini, di tambah ngintip Ajeng dan Om Brata s
Tok…tok…tok!“Satria, kamu sudah pulang ya dari kampus?” terdengar suara dari Ajeng dari luar kamarnya, Satria dengan malas-malasan membuka dan si ART bertubuh penuh ini sudah berdiri di depan pintu kamarnya.“Baru bangun tidur yaa?”“Iya ka Ajeng, aku tadi di kampus kurang enak badan, makanya setelah pulang langsung bobok,” kata Satria berbohong pastinya.“Hmm…gitukah?” Ajeng yang masih basah rambutnya terlihat sangsi dengan jawaban anak muda kurus ini, tapi saat menatap mata Satria yang agak merah, Ajeng pun percaya.“Kamu….eee..ya..ya udahlah, aku mau beres-beres dulu,” sahut Ajeng lagi dan dengan lenggang kangkung perlihatkan pinggulnya yang tak kalah aduhainya dengan milik Tante Vega, si ART ini pun berlalu dari hadapan Satria.“Amboii…pinggul itulah yang goyang koplo Om aku,” batin Satria menahan tawa.Kini sebuah rahasia besar sudah dia ketahui di rumah ini, Om Brata sepupu ayahnya yang mantan tentara, tapi kini berkarir di pemerintahan, diam – diam memiliki skandal dengan…Ajen
“Ehemmm…!” tegur Tante Vega.“Aiiihhh…ada nyonyah besar, duehh sampe kagak lihat, gara-gara si mas ganteng bertubuh ceking ini he-he-he!” wanita muda cantik bertubuh penuh ini kontan merubah sikapnya, dia adalah Ajeng, ART di rumah ini.Sejak Satria tinggal di sini, dia memang sering berinteraksi dengan Ajeng dan mereka biasanya bercanda.Candaannya mereka malah kadang nakal, tapi hanya sebatas di mulut, Satria mana berani menjurus ke hal–hal yang aneh.Ia masih ingat pesan ayahnya, sebelum dia pamit kuliah di Jakarta agar jaga sikap dan kelakuan.“Ingat jangan nakal, ayah tahu kelakuanmu di desa ini, suka banget ngintip, apalagi kalau ada penganten baru dengan teman – temanmu itu, malah sampai pernah berurusan dengan RT segala, jangan ulangi kelakuan itu, memalukan bagi keluarga kita. Biarpun miskin begini kita ini keturunan darah biru Satria, makanya nama kamu itu Satria…!”Itulah pesan ayahnya yang tentu saja di ingat betul oleh Satria. Namun ia tak tahu, darah biru kerajaan mana,







