LOGINSatria makan dengan lahap, dia memang belum sarapan, karena tadi pagi langsung ke kampus. Sehingga selesai perkuliahan dia langsung ke kantin kampus isi perut.
Saat akan membayar dan mencari-cari dompetnya di tas, bingung dan kagetlah Satria, dompetnya tak ada.
“Aduuh di mana dompetku?” batinnya bingung sendiri.
Paniklah Satria, bingung bagaimana bayar makanan dan pastinya surat – surat berharga miliknya, seperti SIM dan STNK di dompet itu, di tambah KTP dan kartu mahasiswa, pastinya uang miliknya ada di dompet yang hilang tersebut.
Satria pun menyesali diri, kenapa dompet ia taruh di tas, harusnya di saku celana belakang miliknya.
“Kamu cari ini ya…?” tiba – tiba di depannya sudah duduk seorang mahasiswa cantik berbody atletis dan di tangannya memegang dompet miliknya.
“Eh iya, itu dompet aku, kok ada pada kamu??!” seru Satria terkejut.
“Hemm…lupa yaa, pagi tadi kamu nabrak aku?” si wanita ini balik menembak Satria.
“Astagaa…a-aku minta maaf, tadi pagi jalan sangat terburu – buru, takut telat masuk kelas,” Satria tanpa ragu kembali minta maaf.
“Makanya lain kali kalau jalan hati – hati, nih dompet kamu!” si mahasiswi ini lempar dompet miliknya di depan Satria dan langsung diambil, lalu pemuda ini buru-buru membayar makanannya.
“Nggak traktir aku nih, medit amat?” si mahasiswi ini menegur lagi, kontan wajah Satria merah dadu di bilang medit alias pelit.
Satria buru-buru persilahkan si mahasiswa ini pesan, sekaligus baru nyadar si mahasiswi ini sangat cantik.
“Nah gitu donk! Tapi, jangan traktir aku di sini, tapi di supermarket, oke? Oh ya namaku Berlina Hutapea, Prodi Hukum, sekaligus kapten tim basket wanita kampus ini. Nggak usah takut, aku bukan anak ataupun kerabat si pengacara kondang itu. Kami hanya sama marga doang!” si mahasiswa ini kenalkan namanya tertawa kecil, sekaligus ajak bercanda.
Satria yang awalnya senyum kontan kaget! Ke super market? Tanpa nyadar dia lihat isi dompetnya, isinya hanya…250 ribu. Tapi Berlina pura – pura tak lihat saja dengan ulah Satria.
“Sekarang aja yuk, mumpung kamu dan aku belum ada jadwal kuliah?” ajak Berlina tiba-tiba.
Makin semaput lagi Satria, Berlina ajak dirinya ke parkiran kampus dan menuju ke mobil SUV kompak milik si mahasiswi cantik ini.
“Ya ampunnn…bisa bangkrut aku ini? Dueeh gimana ini, mana cukup bayar belanja ke super market dengan uang segini..?” batin Satria ketar ketir.
“Kok pucat gitu…Satria, santai ajaaah, aku nggak makan kamu kok? Nama Satria, kok kayak ketakutan begituuu,” olok Berlina sambil konsen ke setiran.
Mau tak mau karena diolok, Satria pun kini bersikap santai. “Moga dia nggak banyak belanjanya, pasti si Berlina sengaja ingin ngerjain aku, tak mungkin dia tak tahu jumlah duitku, buktinya namaku pun dia tahu,” batin Satria sambil nikmati wanginya mobil Berlina Hutapea ini.
Begitu masuk di supermarket ini, Satria makin mau semaput, Berlina sambil minta ia dorong kereta belanja mulai sibuk memilih-milih belanjaannya.
Sudah separu kereta belanja ini berisi belanjaan. “Mati aku, gimana membayarnya…!” keluh Satria.
Saat itulah secara tak sengaja Satria melihat…Tante Vega dan seorang pria muda!
Pas juga di saat bersamaan Tante Vega melihat ke arahnya yang jalan beriringan dengan Berlina.
Bahkan entah disengaja atau tidak, Tante Vega dan si pria muda yang terlihat sangat 'mesra' dengan tante-nya ini jalan ke arah Satria dan Berlina, tapi Tante Vega pura – pura tak kenal dengannya.
Anehnya, si pria muda itu terlihat salting dan agak gugup saat melihat dan berpapasan dengan Berlina, tapi berbalik sinis menatap Satria.
Berlina terlihat juga cuek bebek, dia malah ajak Satria pindah ke bagian lain di supermarket ini.
Puas belanja dan menuju ke kasir Satria plong tak terkira, bukan dia yang membayar, tapi dengan santainya Berlina keluarkan kartunya dan bereslah semua belanjaannya.
Satria buru-buru bantu angkuti semua barang belanja Berlina dan dia sempat melirik ke arah Tante Vega, yang dari jauh juga menatapnya.
“Akhirnya terbukti kecurigaanku, si Denny emang doyan tante-tante gatel penyuka brondong muda!” ceplos Berlina saat mobil mereka jalan dari parkiran super market ini.
“Denny…yang tadi jalan bersama Tante V..eh si tante di supermarket itu yaa?” sahut Satria.
“Iya, siapa lagi, aku sengaja ajak kamu temani aku, selain untuk belanja, aku juga ingin buktikan info yang sebutkan si Denny hari ini ada di sana, ternyata info itu benar adanya,” dengus Berlina terlihat kesal.
Satria pun makin mumet, apakah Denny itu kekasih Berlina...dan Tante Vega dibilang tante gatal?
**
Ehemm makin penasaran kan...lanjut!
Saat Tante Vega akan menarik celananya, tiba-tiba ada suara Ajeng yang memanggil nama Satria, kontan si tante ini berdiri dan…ngacir secepattnya dari kamar keponakan tirinya ini."Huhh sialan, ganggu kesenangan orang ajah!" masih terdengar gerutuan si tante ini.Tante Vea meninggalkan Satria yang hanya bisa terdiam, seakan masih terhipnotis dengan ulah nakal sang tante barusan.Ajeng sebenarnya tahu Tante Vega tadi diam - diam keluar dari kamar Satria, namun si ART ini pura-pura tak tahu saja, tapi senyum miterius terkembang di bibirnya.“Ehemm…ada yang nekat dengan si kurus tampan itu,” gumamnya tertawa sinis, hanya dia yang tahu arti tawa sinisnya itu.Jangankan Ajeng, Satria pun sampai lama termangu di kursi belajarnya, ini bak mimpi saja baginya, hampir saja miliknya di…lumat bibir merah tantenya, tapi di detik terakhir malah gagal maning.Tok..tok tok…!”Saat Satria menoleh, si denok Ajeng sudah berdiri di depan pintu kamarnya.“Maaf ganteng, nggak ganggu kan?” sapa Ajeng dengan
"Makasih yaa sudah mau nemenin aku ke supermarket..."Setelah mobil SUV kompak itu sampai di parkiran kampus kembali, Berlina pun akhirnya bersuara, tatapannya yang cantik terlihat lesu.Satria geram, tak habis pikir ada laki-laki bodoh yang menyia-nyiakan wanita sekelas Berlina."Kak, kamu pasti akan dapat yang lebih baik dari laki-laki berengsek itu..."Setelah tersenyum tipis, tiba-tiba di dalam mobil ber-AC, Berlina membuka jaketnya. Kini ia hanya mengenakan tanktop putih ketat.Leher jenjangnya dan dadanya yang putih seketika terlihat jelas, apalagi saat ia mengangkat tangan, memperlihatkan ketiaknya yang mulus tak bercela.Kalamenjing Satria sontak bergerak naik dan turun."Boleh aku peluk? Sebagai ucapan makasih dan tanda pertemanan...?"Tenggorokan Satria kering, pe–peluk katanya?!Belum sempat ia menjawab, Berlina sudah bergerak cepat.Bruk!Tubuh Satria yang kaku dipeluk erat. Campuran aroma parfum dan asam keringat tipis Berlina menghantam indranya. Apalagi sensasi gundukan
Satria makan dengan lahap, dia memang belum sarapan, karena tadi pagi langsung ke kampus. Sehingga selesai perkuliahan dia langsung ke kantin kampus isi perut.Saat akan membayar dan mencari-cari dompetnya di tas, bingung dan kagetlah Satria, dompetnya tak ada.“Aduuh di mana dompetku?” batinnya bingung sendiri.Paniklah Satria, bingung bagaimana bayar makanan dan pastinya surat – surat berharga miliknya, seperti SIM dan STNK di dompet itu, di tambah KTP dan kartu mahasiswa, pastinya uang miliknya ada di dompet yang hilang tersebut.Satria pun menyesali diri, kenapa dompet ia taruh di tas, harusnya di saku celana belakang miliknya.“Kamu cari ini ya…?” tiba – tiba di depannya sudah duduk seorang mahasiswa cantik berbody atletis dan di tangannya memegang dompet miliknya.“Eh iya, itu dompet aku, kok ada pada kamu??!” seru Satria terkejut.“Hemm…lupa yaa, pagi tadi kamu nabrak aku?” si wanita ini balik menembak Satria.“Astagaa…a-aku minta maaf, tadi pagi jalan sangat terburu – buru, ta
“Lagi belajar apa sih, serius amat…!”Entah disengaja atau tidak, Ajeng sengaja jongkok sambil melihat laptop Satria, sehingga dasternya yang agak longgar memperlihatkan isinya yang bikin mata Satria mau tak mau melirik juga. “Alamak…” batin pemuda ini, kalamenjingnya mulai bergerak tak beraturan.Dari pandangannya, ia melihat dengan utuh bagian atas tubuh molek milik Ajeng yang… Satria sendiri tak mampu berkata-kata!Walaupun selama ini sering bercengkrama, tapi gara – gara ngintip tadi sore, pikiran Satria mulai konslet juga.Dia pun mulai perhatikan tubuh Ajeng yang baginya sangatlah menggiurkan. Apalagi saat dekat begini, aroma Ajeng sungguhlah sangat menggoda.“La-lagi…nyangkul…eh maksudnya belajar, eh ngulang pelajaran tadi siang Ka?” jawaban Satria yang terbata-bata bikin Ajeng menahan tawa.“Kok gugup gitu sih, hayo mikir apa sih?” goda Ajeng, sampai dengus nafasnya terasa di pipi Satria.“A–anu…” lidah Satria kelu, bicara dekat begini, di tambah ngintip Ajeng dan Om Brata s
Tok…tok…tok!“Satria, kamu sudah pulang ya dari kampus?” terdengar suara dari Ajeng dari luar kamarnya, Satria dengan malas-malasan membuka dan si ART bertubuh penuh ini sudah berdiri di depan pintu kamarnya.“Baru bangun tidur yaa?”“Iya ka Ajeng, aku tadi di kampus kurang enak badan, makanya setelah pulang langsung bobok,” kata Satria berbohong pastinya.“Hmm…gitukah?” Ajeng yang masih basah rambutnya terlihat sangsi dengan jawaban anak muda kurus ini, tapi saat menatap mata Satria yang agak merah, Ajeng pun percaya.“Kamu….eee..ya..ya udahlah, aku mau beres-beres dulu,” sahut Ajeng lagi dan dengan lenggang kangkung perlihatkan pinggulnya yang tak kalah aduhainya dengan milik Tante Vega, si ART ini pun berlalu dari hadapan Satria.“Amboii…pinggul itulah yang goyang koplo Om aku,” batin Satria menahan tawa.Kini sebuah rahasia besar sudah dia ketahui di rumah ini, Om Brata sepupu ayahnya yang mantan tentara, tapi kini berkarir di pemerintahan, diam – diam memiliki skandal dengan…Ajen
“Ehemmm…!” tegur Tante Vega.“Aiiihhh…ada nyonyah besar, duehh sampe kagak lihat, gara-gara si mas ganteng bertubuh ceking ini he-he-he!” wanita muda cantik bertubuh penuh ini kontan merubah sikapnya, dia adalah Ajeng, ART di rumah ini.Sejak Satria tinggal di sini, dia memang sering berinteraksi dengan Ajeng dan mereka biasanya bercanda.Candaannya mereka malah kadang nakal, tapi hanya sebatas di mulut, Satria mana berani menjurus ke hal–hal yang aneh.Ia masih ingat pesan ayahnya, sebelum dia pamit kuliah di Jakarta agar jaga sikap dan kelakuan.“Ingat jangan nakal, ayah tahu kelakuanmu di desa ini, suka banget ngintip, apalagi kalau ada penganten baru dengan teman – temanmu itu, malah sampai pernah berurusan dengan RT segala, jangan ulangi kelakuan itu, memalukan bagi keluarga kita. Biarpun miskin begini kita ini keturunan darah biru Satria, makanya nama kamu itu Satria…!”Itulah pesan ayahnya yang tentu saja di ingat betul oleh Satria. Namun ia tak tahu, darah biru kerajaan mana,







