"Mau kemana?" tanya Dewa yang kembali setelah mengurus Nayla tadi. "Eh... Mau.. Emm," Narumi masih berfikir tapi Dewa berteriak jahil. "Astaga, kalian sibuk sendiri. Apa kalian tak melihat ada yang mau kabur!""Kabur, enggak aku enggak kabur kok." Narumi berdiri dan tersenyum canggung. "Kalau tidak kabur kenapa mengendap-endap keluar? Tadi ini pamit gak sih, Kai?" tanya Dewa yang masih berdiri di depan pintu ruangan itu. "Gak ada pamit diantara kita, sini! Kamu harus bertanggungjawab dengan luka ini, bukan?" ucapan Kaisar membuat Bu Hermina dan Pak Wiyoko melihat kearah wanita yang dihalangi Dewa untuk keluar. Bu Hermina melihat Narumi seakan akan familiar. Saat melangkah Narumi yang mendekati Kaisar pun menjadi pusat perhatian juga. Narumi masih berjalan perlahan-lahan dengan menundukkan kepalanya. Hingga sampai disamping Kaisar. Bu Hermina menarik tangan Narumi. Hal itu membuat Narumi waspada dan takut. "Mampus, pasti minta uang pinalti. Aduh utangku di mana-mana. Aduh giman
Saat penanganan penjahit luka robek itu Kaisar menggenggam erat pada Narumi. Kaisar sungguh tak sanggup melihat benda yang akan menjahit luka itu. Hampir satu jam penanganan itu pun selesai. Karena satu lengan tangan Kaisar luka, tepatnya tangan kanan akan mempersulit Kaisar untuk beraktivitas. Sehingga Kaisar tersenyum penuh arti lalu membuat sesuatu. "Untuk sementara tangan kanan jangan digunakan untuk mengangkat benda dulu ya. Mungkin sampai luka yang dijahit itu kering. Baru lah bisa melakukan kegiatan tangan seperti biasanya. Beruntung tidak mengenai syafa maupun pembuluh darah yang ada. Menang luka ini cukup dalam tapi masih di posisi sangat aman. Ingat konsumsi obat untuk mempercepat kering luka dari dalam dan jangan lupa konsumsi makanan yang sudah dianjurkan. Kalau begitu silahkan beristirahat, untuk kepulangan menunggu semua cairan ini habis ya. Kalau begitu saya tinggal dulu, permisi."Dokter itu pun pergi dari tempat itu, masuklah kedua orang tuanya Dewa yang diduga ora
"Duh Narumi kok lama ya? mamah masih ingat mengenal Narumi lebih dalam. Kemana ya?" tanya Bu Prasasti pada anaknya. "Tadi sepertinya ke toilet?" jawab Dewa. "Mamah akan menyusul dia," Bu Prasasti pun berjalan menuju toilet. Tapi saat melihat satu persatu toilet perempuan disana tak ada Narumi. Segera Bu Prasasti kembali untuk menemui Dewa dan suaminya juga Kaisar. Bu Prasasti berjalan dengan sangat cepat dan terlihat sangat terburu-buru. "mamah kenapa?" tanya Dewa pada ibunya. "Tadi katamu Narumi ada ditoilet tapi sayang dia tak ada disana," lirih ibu yang sedang merindukan seorang anak. "Lebih baik kita mencarinya," ujar Kaisar yang melangkah dahulu untuk mencari Narumi. Mereka berempat menelusuri lorong-lorong yang sudut-sudut rumah sakit. Hingga saat Kaisar lancar dia melihat ada sebuah gunungan di dekat poliklinik Rumah Sakit tersebut. Lalu dia mencoba untuk mendekati kerumunan kerumunan itu yang sangat ramai di sebuah teriakan dari seseorang perempuan. Karena
Di tempat yang tak jauh dari Narumi mengambil sampel untuk Test DNA. Ada sepasang kekasih yang maju mundur untuk memeriksa sang wanita kedokteran kandungan. Dia Nayla dan Tryan. "Ayo, daftar! Gue gak mau punya anak ini! Gara-gara lo gue harus putus dari Narumi. Gara-gara lo bicith!" suara Tryan begitu lembut keci dan menusuk. "Tapi ini anak kamu!" "Gak ada, baru beberapa minggu yang lalu kita berhubungan kenapa bisa sudah kami 2 bulan? Lo pasti menjebak gue kan?" Nayla menggelengkan kepalanya. "Ini anak kamu, sumpah ini anak kamu! Kamu lupa akan apa yang terjadi beberapa bulan yang lalu," sangkal Nayla tentang tuduh Tryan. Mereka bertengkar hingga tanpa mereka sadari Narumi berdiri didekat mereka tapi tak disadari keduanya. Narumi berjalan pergi meninggalkan mereka yang sedang bertengkar. Tapi Nayla yang tersulut emosi. Melihat Narumi yang berlalu begitu saja. Dengan gerakan cepat Nayla menarik rambut Narumi yang terikat di tengah ramainya poli klinik di rumah sakit i
Di Cafe tempat Narumi bekerja, setelah kepergian Wala. Narumi kedatangan seorang yang menagih utangan atas perjanjian yang telah mereka sepakati. Narumi menghela napas lalu menarik Kaisar sedikit menjauh dari keramaian cafe tersebut. Ruangan kerjanya menjadi tempat mereka berbicara saat ini. Narumi mempersilahkan Kaisar duduk dan tak lupa memberikan minuman juga camilan. Narumi pun duduk berhadap-hapan dengan Kaisar. Narumi menghela napasnya sebelum mulai pembicaraan mereka. "Bagaimana Tuan? Apa sudah menemukan keluarga yang akan menikahkan saya? atau mereka sudah meninggal semua?" Kaisar pun menatap Narumi penuh arti, "Entah ini kabar baik atau kabar buruk buat kamu. Ada dugaan mereka keluarga kamu. Tapi aku belum tahu pastinya." "Bukankah sudah saya berikan sampel rambut saya? Belum cukup untuk mengetahui mereka benar-benar keluarga saya atau tidak?" kata Narumi penuh dengan ketenangan. "Untuk memastikan hal tersebut. Lebih baik kamu ikut saya sekarang juga." "Baiklah.
Bruk!! Narumi mendorong tubu yang memeluknya. Bukan membalas pelukan itu melainkan menghindari pria itu. "Kenapa Rumi? Biasanya kalau kita saling rindu. Kita kan berpelukan kena sekarang kamu?" Wala bertanya tanya akan perubahan sikap Narumi. "Bukan seperti itu, hanya saja. Kita sudah dewasa dan pelukan seperti itu bisa menjadi kesalah paham orang yang melihat," alibi Narumi. "Kesalahpahaman bagaimana? Kita kan kakak beradik. Semua juga pasti tahu itu," ucap Wala menenangkan Narumi. "Tapi... Rumi risih, maaf." Tak mau berdebat dan mendapatkan kedekatan yang lebih lagi. Narumi beranjak dari tempat itu. Tapi sayang sekali Wala tidak membiarkan Narumi lepas begitu saja. Dia memang merindukan Narumi. Bahkan semenjak Wala datang ke Rumah Sakit. Narumi tak pernah lama untuk ber-interaksi dengan dirinya. Hal itu yang membuat Wala bingung tak seperti biasanya. Bergelayut manja pada dirinya saat sudah lama tak berjumpa. "Jujur kenapa kamu menghindari ku?" tanya Wala dengan p
Disebuah rumah yang cukup besar dari tempat tinggal mereka 18 tahun yang lalu. Dua paru baya sedang menikmati sebuah kopi dan teh dengan menyaksikan sebuah proyektor yang memperlihatkan video sebuah kelahiran bayi perempuan yang sangat cantik. Kain bedong yang membalut tubuh kecil itu. Kian yang hilang bersama anaknya setelah dilahirkan. "Dia sudah besar sekarang ya, Mas. Apa langkah besar kita bisa mencarinya lagi?" tanya wanita parubaya itu pada suaminya. Dulu karena perjuangan mereka mencari keberadaan anaknya. Mereka kehilangan banyak perusahaan maupun usaha mereka. Karena mereka butuh dana untuk mencari seorang yang berharga. Rasa sesak pun terjadi lagi, pria itu pun menuntun istri masuk kedalam kamar. Untuk membiarkan istrinya istirahat. Membiarkan video itu terus berputar tanpa ada yang menontonnya. Sampai dimana anak sulungnya datang dari pencarian yang sangat lelah tiga hari ini. Dia sudah pusing karena sudah dikejar-kejar deadl
Narumi mengeluarkan hasil test Dna yang tadi diambilnya. Kaisar meraihnya walaupun sudah tahu apa isinya. "Apa ini?" Kaisar pura-pura bertanya pada Narumi. "Ini hasil test aku bukan anak Pak Nusa. Bukan karena ingkar akan perjanjian kita. Tapi soal wali yang akan menikahkan ku. Aku tak tahu," jelas Narumi. "Aku tahu, aku sedang berusaha mencari siapa orang tua kamu sebenarnya. Pak Nusa juga sudah memberi tahu ku. Kita tinggal tunggu hasilnya. Tapi jangan harap kamu bisa berpaling dari ku, ingat itu!" peringatan itu yang Kaisar berikan pada Narumi. Tok! Tok! "Masuk!" Klik! Suara kunci ruangan punn terbuka. Seorang pria masuk, dia Putra Dewanga. Salah satu sahabat Kaisar dan orang yang diminta tolong Kaisar untuk menemukan data kehilangan di berbagai daerah pada tahun-tahun Narumi ditemukan oleh Pak Nusa."Wah siapa lagi nih Bro?" ucap Dewa panggilnya. Menggoda Kaisar karena sering kali Kaisar berganti wanita yang menemaninya hanya untuk memastikan sesuatu. "Bukan urusanmu, bag
Kaisar dan Narumi menahan napas saat melihat apa yang dilakukan Bu Hermina. Bu Hermina membuka surat itu perlahan. Tangannya anggun tapi tegas, dengan kuku terawat sempurna yang menandakan betapa ia terbiasa mengurus hal-hal penting dalam hidup dan bisnis. Kaisar sempat menahan napas, dan Narumi secara refleks menahan lengan baju Kaisar—tak sadar bahwa ia sedang melakukannya.Namun begitu deretan kalimat dalam kertas itu mulai terbaca, gurat tegang di dahi Bu Hermina mulai memudar. Sorot matanya berubah dari curiga menjadi datar, lalu beralih sedikit lega.“Surat perjanjian kerja sama?” gumamnya pelan, lebih seperti sedang meyakinkan diri sendiri daripada bertanya. Ia membaca cepat tapi teliti: perihal kerja sama proyek pemasaran konten digital antara Gumilar Group dan startup tempat Narumi magang. Ada tanda tangan digital dari pihak legal perusahaan, serta bukti bahwa proposal itu masuk melalui prosedur resmi.Kaisar segera angkat suara, seolah ingin mempertegas. “Itu kerja sama anta