Masuk“Aku menolak perjodohanku yang ditawarkan.” Ucap David di tengah keluarga mereka yang kini sedang makan malam, disampingnya ada Agnes yang berusaha untuk terlihat tidak gugup.
Sunyi, dingin, begitu kiranya suasana di tengah-tengah keluarga Hendrix yang sedang berkumpul. Semuanya tampak memperhatikan setiap gerak-gerik wanita yang dibawa oleh cucu sulung keluarga Liam.
Agnes yang kini menjadi pusat perhatian hanya bisa tersenyum canggung pada setiap mata yang berpapasan dengan bola matanya, suara jarum jam dinding yang terus bergerak justru kian menambah suasana menjadi tidak nyaman.
“Aku kira kamu setuju dengan acara pertunangan yang ayahmu sampaikan!” celetuk Betty, ibu tiri David yang sejak tadi secara terang-terangan melemparkan sorotan tajam pada Agnes semenjak wanita itu datang.
“Bukan ayah yang menginginkan, tapi tante sendiri!” jawab David dengan wajahnya yang terlihat datar, enggan untuk menanggapi ucapan Betty yang pasti akan memberondong dengan beberapa pertanyaan.
“Lagipula dimana kurangnya Lucy?” tanya Betty yang tak puas dengan jawaban David.
“Siapa Lucy?” batin Agnes yang menoleh pada David, tentu saja dia hanya mampu berbicara di dalam hati pasalnya acara makan malam yang digelar secara dadakan ini tidak mengarah pada acara berkumpulnya suatu keluarga, melainkan seperti sidak sebuah masalah.
“Tidak ada, aku hanya tidak mencintainya.” Jawab David yang sejak tadi enggan menatap wajah menyebalkan ibu tirinya, dia hanya menatap gelas dihadapannya, memainkannya dengan tangan kanannya.
Hendric hanya bisa menggelengkan kepalanya, setiap David dan ibu tirinya disatukan dalam satu meja, bahkan satu ruangan saja akan menimbulkan perdebatan yang berawal dari masalah sepele. Max, ayah Betty hanya bisa menarik napas panjang, menahan kesabaran yang entah sampai kapan bersemayam di relung hatinya, padahal tadinya dia sangat bahagia dengan kedatangan David.
Meski Max bisa dikatakan hanya kakek tiri untuk David, tapi dia tidak bisa mengabaikan David. Sikap David benar-benar mengingatkannya pada sahabat lamanya, Liam. David tidak menginginkan Betty dalam keluarganya namun dia tetap menghormati Max.
“Jadi siapa namamu?” Tanya Max memotong perdebatan di antara anak dan ibu tiri yang tak akan pernah selesai itu.
“Agnes Lidya Zeline.” Jawab Agnes dengan senyuman yang dipaksakan ramah, akhirnya giliran dia mengeluarkan sepatah kata itu tiba, tidak menjadi patung kala drama sedang berlangsung.
“Apa pekerjaanmu?” Sahut Betty terdengar begitu sinis, melihat Agnes dengan pakaian kantor tidak menampilkan bahwa dia salah satu kaum elit seperti mereka.
“Saya salah satu karyawan di Perusahaan Pak David.” Jawab Agnes seraya melirik David yang kini menatapnya, wanita itu takut jika salah bicara namun melihat reaksi lelaki itu yang hanya memperhatikannya membuat Agnes sedikit bisa bernapas.
“Dia bawahanmu? Apa kamu menjadikan dia sebagai istrimu, agar bisa menolak Lucy?” Tanya hendric tampak tidak menyangka, ia pikir David mempunyai alasan lain mengapa ia tidak bersedia menikahi Lucy.
“Mana mungkin sayang, bukankah putra kesayanganmu itu tidak bisa lari dari bayang-bayang Lisa.” Sahut Betty dengan tertawa hambar, mengingat bagaimana David hampir gila karena ditinggal Lisa.
Betty membuang muka begitu David menatapnya tajam dengan tangan yang mengepal. Lelaki itu begitu mudah terpancing emosi jika menyangkut sang mantan kekasih. Tatapan David yang begitu tajam bake lang mencari mangsa selalu mampu melumpuhkan aksi ibu tirinya agar tidak bertindak melampaui batas. Sedangkan disampingnya, Agnes tampak seperti orang bingung, sibuk menerka-nerka kemana arah pembicaraan ini.
“Siapa Lucy? Kemudian Lisa? Sepertinya hidup David memang dikelilingi dengan beberapa wanita.” Batin Agnes menatap David dengan tatapan yang sulit diartikan, lelaki itu menaikkan sebelah alisnya meminta penjelasan dari tatapan Agnes yang tampak mengintimidasinya.
Agnes sibuk dengan pertanyaan yang muncul secara berkala di otaknya. Wanita itu memilih menjadi pendengar saja, suasana makan malam di keluarga David penuh dengan pertarungan sengit, setiap kalimat yang terdengar mengandung serangan satu sama lain.
“Bagaimana hubunganku dengan Lucy atau pun Lisa tidak ada hubungannya denganmu, Tante! Anda cukup tahu bahwa Agnes adalah calon istri saya, sudah itulah ranah anda!” Tegas David menghentikan Betty agar tidak terus menyebut wanita di masa lalunya itu, lagipula biarlah itu menjadi kisah abadi yang tak perlu David ceritakan pada Agnes.
“Bagaimana bisa? Bukankah kakekmu sudah menentukan siapa yang akan menjadi calon istrimu!” bantah Betty tampak tidak senang dengan sikap David yang tidak pernah menghargainya, wanita paruhbaya itu melirik Hendric dan Max mencoba mendapatkan bantuan dari mereka.
“Iya, Kakek sudah menentukan dengan siapa aku menikah! dengan Agnes! Agneslah yang tertulis di wasiat itu? Bukan Lucy!” Ucap David membuat semua mata tertuju padanya, membulat sempurna terkejut mendengar pernyataan David.
Betty bungkam, kalimat itu membuatnya tidak bisa berkutik. Dia memang tidak tahu apapun tentang surat wasiat ayah mertuanya itu, yang ia tahu lelaki tua itu tidak memberikan hartanya pada putranya, Derry.
“Lagipula siapa yang sudah membaca surat wasiat itu? Pengacara Han hanya memberitahuku secara pribadi? Apakah Tante sudah membacanya?” Tanya David sinis, melihat raut wajah Betty yang terpaku tidak bisa membantah membuat David tertawa menang.
“Aku akan menikahi Agnes secepatnya, mulai sekarang siapapun yang berani mengusik wanitaku aku tidak segan-segan memberikan Pelajaran.” Tatapan David berapi-api, terlebih penuh penekanan ketika matanya dan mata saudara tirinya bertemu, sebuah ancaman serius untuk Derry.
Max yang mendengar ucapan sang cucu hanya menatap lekat David, mencoba mencari kebohongan juga membaca apa yang sedang direncanakan oleh David. Dari wajah David yang tampak tegas, sorot matanya lurus menembus tembok besar memperlihatkan bahwa lelaki bertubuh atletis itu bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Betty yang sejak tadi meremehkan keberadaan Agnes, kini tampak menatapnya tajam bak seekor singa yang siap menerkam. Agnes menahan napas, suasana yang tadinya cukup tegang kini kian terasa dingin, lagi dan lagi detak jantungnya berdetak duakali lebih cepat.
“Aku lebih percaya kau ingin segera menikah dengan Lisa daripada gadis ini!” Seru Derry akhirnya angkat bicara, David membuang mukanya tertawa lantang, menggema di seluruh ruangan. Agnes yang melihat perubahan suasana hati David yang dengan mudah berubah justru bergedik ngeri.
“Kenapa? Kamu mulai tertarik dengan wanitaku? Lagi?” Tanya David pada Derry, kata terakhir membuat ruangan menjadi hening, sebuah kejadian yang terlupakan kembali berputar di hadapan mereka.
“Kamu yakin wanita ini yang ditulis kakekmu Dav?” Tanya Hendric memastikan bahwa David tidak salah atau pun terjebak dengan suatu hal lain.
“Benar, Ayah! Lagipula David justru tidak yakin jika Lucy yang dijodohkan kakek untukku. Sedangkan yang mengenal Lucy dengan sangat baik hanya Tante Betty!” sekali lagi, ucapan David tepat sasaran membuat Betty membeku ditempatnya, wanita parubaya itu tidak mampu menjawabnya, Betty beberapa kali menarik napas, semua mata tertuju padanya menuntut penjelasan.
“Kakek memang tidak berhak ikut campur di kehidupan kamu, Kakek harap meski kamu menikah karena perjodohan masa lampau kau tidak mempermaikannya Dav!” Jelas Max, seketika Agnes merasa sangat kesulitan meneguk ludahnya, benar-benar tepat sasaran.
“Tentu saja tidak Kakek! Janji suci itu begitu sakral tidak mungkin aku mempermainkannya!” bantah David kemudian menggenggam erat tangan Agnes yang dalam genggamannya terasa begitu dingin, lelaki itu menunduk sejenak tak kuasa menahan senyumannya karena Agnes yang berada disampingnya tampak pendiam dan hanya menyimak, berbeda jauh kala mereka hanya berdua saja.
“Bukan begitu, Nes?” tanya David menggoyangkan genggamannya, membangunkan Agnes dari lamunannya. Matanya menatap satu per satu mata yang kini menatapnya lekat dan penuh makna, terutama Max.
Sang kakek tampak tersenyum penuh harap, Agnes akhirnya mengangguk pelan.
“Aku tidak setuju.” Gumam Betty yang sejak tadi sibuk dengan lamunannya sendiri, kini semua mata tertuju padanya terlebih David. Lelaki itu hanya menghela napas kemudian membuang pandangannya.
“Ayah! Bagaimana bisa cucu kolongmerat seperti David menikahi karyawannya sendiri? bukankah lebih baik David dengan Lucy, pernikahan mereka nanti akan membuat citra perusahaan semakin baik begitu juga dengan kerja samanya.” Jelas Betty pada Max yang kini tampak berpikir.
“Jangan mengatur hidupku! Kamu bukan ibuku!” Sarkas David dengan mata yang tajam siap mencabik-cabik setiap objek yang tertangkap dengan matanya.
“Dav!” tegur Hendrix yang mulai merasakan jika putranya mulai tersulut emosi.
“Aku pamit.” ucap David berdiri, sedikit menarik tangan Agnes dengan paksa, lelaki itu melenggang pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Agnes yang memang hanya menjadi peran pendukung hanya pasrah, dia tersenyum canggung pada orang tua David juga sang kakek. Rasanya dia sudah pusing, hidup seorang yang kaya raya memang benar-benar rumit.
David kembali mengunjungi restoran yang tempo hari ia kunjungi bersama Agnes, namun hari ini ia datang bersama Lisa. Kekasih sebenarnya yang kini rela untuk terbang ke Korea demi bertemu dengannya, ah tidak lebih tepatnya untuk benar-benar menjadi perannya sebagai kekasih David secara utuh. Menu yang dipesan pun juga sama, hanya berbeda dengan siapa dia menikmatinya sekarang. “Kamu kenapa sih sayang? Daritadi kelihatan nggak tenang banget. Kamu lagi nungguin siapa?” Tanya Lisa yang mulai kesal karena David sedikit mengabaikannya. “Tidak ada apa-apa.” Jawab David berusaha tetap tenang meski dia tidak bisa menutupi raut wajahnya yang memang terlihat cemas. Lisa bergelayut manja pada lengan David, menghirup aroma tubuh sang kekasih yang ia rindukan selama ini. Hubungan yang harus dijalani tersembunyi demi tercapainya sebuah tujuan untuk kebahagiaan bersama. “Jangan bilang, kamu takut wanita itu akan melihat kita disini!” Celetuk Lisa penuh curiga, David tidak marah justru lelaki itu
Agnes hanya melirik David yang terlihat mondar-mandir mencari sesuatu, seolah mengabaikan keberadaan istrinya yang sejak tadi sudah terbangun karena pusing yang kini mulai mereda. Agnes pun juga tidak berniat bertanya apa yang sebenarnya sedang lelaki itu cari, memilih menikmati udara segar di pagi hari dan pemandangan kota Seoul dari balkon kamar hotel benar-benar membuat suasana hatinya membaik. “Apa kamu tidak melihat dasiku?” Tanya David akhirnya mengeluarkan sepatah kata, Agnes menoleh dan mengangkat dasi yang sejak tadi tergeletak disamping cangkir kopi miliknya. “Kenapa kamu tidak bilang, aku mencarinya sejak tadi!” Gerutu David dengan kesal sambil merebut dasi itu dari tangan Agnes. “Kamu tidak mengatakan kamu mencarinya.” Jawab Agnes enteng, suasana hatinya sedang membaik sehingga dia tidak akan membalas sikap David yang terlihat buru-buru. “Aku akan bertemu klien hari ini, kalau kamu bosan kamu bisa pergi jalan-jalan sendiri!” Seru David sambil memakai jam tangan mahal y
“Kamu membiarkan istrimu sendirian dengan mantan kekasihnya?” Tanya Lisa yang mengikuti David ke toilet, nyatanya lelaki itu tidak pergi kesana hanya menyendiri di lorong, sesekali melihat layar ponselnya.“Aku tidak membiarkannya, aku hanya memberi waktu agar Agnes untuk menyelesaikan apa yang belum selesai.” Jawab David enteng, dia bukan lelaki yang bodoh. Sejak tadi dia hanya mengamati dan membaca situasi yang ada. Lagipula Agnes bukan istri sesungguhnya, jadi tidak ada kekhawatiran jika Kevin akan merayu Agnes dan berhasil membuatnya kembali.Lia mendengus, dia benar-benar kesal mengingat bagaimana mata suaminya yang tidak bisa berhenti menatap Agnes. Bahkan secara terang-terangan lelaki itu ikut tersenyum saat Agnes tertawa, mengabaikan Lia di sampingnya. Kevin benar-benar memperlakukannya sebagai kekasih bayangan, dia akan bersikap baik dan penuh perhatian jika tidak ada Agnes di sekitarnya.“Lalu mengapa kamu mau menikah dengan Kevin? Sedangkan kamu tahu sendiri siapa yang Kevi
“Agnes!”Suara bariton seorang pria itu terdengar di tengah hiruk pikuk lautan manusia yang sedang menikmati pasar malam di Seoul. Agnes yang tadinya ingin segera pergi kini sudah tertangkap keberadaannya oleh Kevin dan juga Lia, sepertinya mereka juga sedang honeymoon di Seoul, sama seperti Agnes dan David meski pasangan satu ini tidak sepenuhnya honeymoon dengan arti yang sama.“Nggak nyangka bakal ketemu lagi disini!” Seru Kevin menggenggam tangan Lia, Lia hanya tersenyum tipis pada Agnes. Kedua wanita itu hanya basa-basi, mengingat mereka tidak saling kenal.“Halo Pak David!” Sapa Kevin sebentar pada David pun yang mengangguk, Kevin melirik genggaman erat tangan David pada Agnes namun langsung mengalihkan pandangannya kala David menyadari arah pandangannya.“Kebetulan kita bertemu disini, bagaimana jika kita makan malam bersama!” Ajak Kevin tampak bersemangat, berusaha ramah pada David yang sejak tadi hanya menatapnya datar dan Agnes yang menghindari kontak mata dengannya.“Tidak
Tujuh jam perjalanan dari Jakarta menuju bandara Incheon, Korea Selatan. Meski David mengambil kelas Bisnis namun tetap saja rasa pegal di badan tetap terasa, Agnes berjalan menelusuri bandara dengan David disampingnya, kacamata hitam bertengger di hidung keduanya, ditambah gaya pakaian mereka yang kini casual tampak seperti pasangan yang serasi.Tidak ada yang tidak memimpikan Korea sebagai salah satu destinasi liburan yang beberapa orang inginkan, termasuk Agnes. Sayangnya, embel-embel honeymoon melekat untuknya karena dia datang bersama seorang lelaki yang beberapa minggu kemarin menikahinya.Mereka menaiki taxi untuk menuju penginapan, David tampaknya juga merasakan lelah yang sama karena sejak tadi lelaki itu hanya diam dan sesekali mengecek layar ponselnya. Agnes membiarkannya, memilih menikmati keheningan yang tercipta di antara keduanya terasa begitu damai dan sangat jarang terjadi.“Ini Tuan, kartu smartkey untuk kamar yang anda pesan!” Ucap pegawai resepsionis menyerahkan se
Sudah sepekan lamanya, David menginap di apartemen Agnes. Mereka menikah karena sebuah kesepakatan, namun Agnes merasa David seolah tidak memahami Batasan yang sebagaimana ada di antara mereka. David terlalu mendalami perannya sebagai suami, membuat Agnes seakan lupa akan status mereka. Wanita itu mulai merasa jika kini dia memang sudah bersuami.Agnes melihat jam makan siang hampir berlalu, sejak tadi dia hanya mengurung diri di kamar. Tidak ada kegiatan, mmebuatnya hanya beraktivitas di kamar terlebih David tidak ke kantor hari ini, beralasan sedang tidak enak badan. Kenyataannya, lelaki itu dari pagi sampai siang terus berkutik di depan laptop miliknya.“Kamu tidak makan siang?” Tanya Agnes mengusik David yang matanya bahkan sibuk pada monitor laptop dan kedua tangannya sibuk dengan keyboard, entah apa yang sedang ia kerjakan.“Vid!” Panggil Agnes lagi, David baru tersadar dengan keberadaan Agnes yang duduk di meja makan kini sedang menghadapnya.“Apa kamu mengajakku bicara?” Tanya







