Share

Terikat hubungan dengan mantan Kakak Ipar
Terikat hubungan dengan mantan Kakak Ipar
Author: Dsdjourney17

Bab 1

“Kedua anak kembar kakak anda berhasil kami selamatkan, Nona Solana. Namun, mohon maaf, nyawa Nyonya Sashi tidak tertolong,” ucap seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi itu berhasil meruntuhkan dunia seorang Solana.

Bagai petir di siang bolong, kalimat sederhana itu benar – benar mampu membuat dunia Solana seolah berhenti berputar. Ibu Solana langsung jatuh pingsan, untung Pak Surya suaminya berhasil menangkap tubuh Ibu Enny sebelum jatuh terhempas ke lantai rumah sakit yang dingin. Sedingin tubuh Sashi, yang sudah terbujur kaku tidak bernyawa.

Bagaimana tidak, kakaknya yang bernama Sashi telah diceraikan oleh suaminya. Keluarga dari Naufal benar – benar membenci Sashi, dan tidak pernah menginginkan kakak dari Solana itu menjadi anggota keluarga mereka.

Hingga pada akhirnya mertua Sashi berhasil membujuk Naufal agar mau menceraikan Sashi. Tanpa mereka ketahui bahwa Sashi sedang mengandung anak  Naufal.

Solana dan kedua orang tuanya tidak ada pilihan lain, selain menerima takdir yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka. Mereka sepakat merawat bayi kembar tanpa sepengetahuan keluarga Naufal.

Tiga tahun kemudian, nasib buruk kembali menimpa Solana.

“Nona, kedua orang tua anda tidak dapat bertahan karena cidera parah pada otak yang menyebabkan pendarahan hebat.” Kalimat itu seperti sebuah dejavu bagi Solana. Bagaimana tidak, kalimat menakutkan yang pernah dia dengar tiga tahun lalu karena kematian kakaknya, kini dia dengar lagi dan berhasil meruntuhkan kehidupannya.

“A-apa?!” sahut Solana dengan pandangan yang semakin buram.

Lehernya seperti sedang diikat dengan tali yang sangat kuat. Dadanya terasa sesak, sakit dan berat. Mulutnya masih ternganga, air mata meleleh tanpa bisa dia kendalikan.

“Maaf, Nona Solana. Kami sudah tidak bisa mengupayakan apa pun. Bahkan kedua orang tua anda sudah meninggal sebelum memasuki ruangan,” jelas sang dokter lagi yang baru saja keluar dari ruang di mana kedua orang tua Solana.

Solana tidak bisa lagi berkata – kata. Kaki kuat yang terbiasa menendang samsak, kini tiba-tiba berubah menjadi jeli yang tidak berdaya dan tidak mampu lagi menopang berat tubuhnya.

Badannya luruh ke lantai. Pikirannya kosong, pandangannya kabur dan leher terasa bagai sedang dicekik dan kepalanya terasa sangat berat.

“Apa lagi ini, Ya Tuhan? Apa lagi ini?” ucapnya tanpa suara. Solana benar – benar tidak bisa mengeluarkan suaranya saat ini.

Beberapa hari setelah kematian kedua orangtuanya, Solana berusaha mencari informasi soal kecelakaan yang berhasil merenggut nyawa Ayah dan Bunda.

Solana mendatangi kantor polisi yang berlokasi dekat dengan TKP. Dan pada saat itu juga, seseorang yang sangat dia kenal sedang berada di sana.

Dia adalah mantan ibu mertua kakaknya, yang bernama Dewi.

“Silakan duduk,” ucap salah satu polisi yang mengatar dirinya masuk ke dalam sebuah ruangan.

Solana tidak berniat berbicara , apalagi melirik ke arah wanita paruh baya yang telah menyakiti mendiang kakaknya pada saat masih hidup itu. Solana benar – benar tidak ingin terjalin urusan apa pun dengan keluarga kematian itu.

“Jadi begini, Nona. Nyonya ini adalah orang yang tidak sengaja terlibat kecelakaan dengan kedua orang tua anda. Beliau berniat bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi.” Seorang polisi kembali menjelaskan soal wanita itu.

Solana masih terdiam. Dia masih berusaha mencerna apa yang baru saja dia dengar.

Apa tadi? Tidak sengaja terlibat? Apa maksudnya? Solana mengingat bentuk sepeda motor kedua orang tuanya yang hancur tidak berbentuk.

Apakah itu masih bisa dikatakan sebuah ketidaksengajaan?

“Anda bilang Nyonya ini akan bertanggung jawab?” tanya Solana tanpa berniat menoleh sedikitpun ke arah Dewi.

“Iya, Nona. Nyonya Dewi akan bertanggung jawab meski itu semua adalah murni sebuah kecelakaan yang tidak disengaja,” jawab polisi itu lagi.

“Dengan cara apa?”

“Saya akan memberikan tunjangan sepuluh miliar untuk anda,” timpal Ibu Dewi sambil menatap lekat ke arah Solana.

Solana menyadari hal itu, namun dirinya sungguh masih belum berniat melihat ke arah wanita yang telah membunuh kedua orangtuanya itu.

Solana diam. Dia memikirkan banyak hal. Ada dua wajah menggemaskan muncul di dalam benaknya. Keponakan kembar yang kini sudah berusia tiga tahun. Dua anak menggemaskan itu butuh dana untuk kehidupannya yang lebih baik.

Mengandalkan kemampuan menulis novel, jelas masih belum bisa mencukupi semua kebutuhan yang harganya semakin melambung.

“Baik, saya setuju.”

“Anda yakin?” tanya salah satu polisi sambil memiringkan wajahnya.

Tampaknya polisi itu tidak begitu yakin dengan jawaban Solana yang cenderung gegabah. Padahal sebelumnya polisi itu melihat api amarah di mata Solana.

Tapi saat mendengar angka sepuluh miliar, tiba – tiba mata itu berubah redup. Entah apa yang dipikirkannya, hingga membuat Solana berbalik arah dan memilih untuk menerima uang sepuluh miliar itu.

Sebelumnya, Solana sudah meyakinkan diri untuk tetap mengejar kasus ini sampai Si Pelaku berakhir masuk penjara. Namun rencana itu sudah benar – benar memutar arah.

Solana memutuskan untuk menerima tunjangan itu. Solana berpikir uang lebih dia butuhkan saat ini, demi bisa tetap memberikan semua hal yang terbaik untuk kedua keponakannya.

Dua tahun setelah Solana menerima uang sepuluh miliar, dia selama itu mempersiapkan dirinya. Mengasah seluruh kemampuan yang ada di dalam dirinya. Kemampuan menulisnya pun semakin baik. Latihan ilmu bela diri yang dia lakukan tiga minggu sekali pun semakin luar biasa.

“Kami pulang!” seru dua anak kembar secara bersamaan.

Solana yang sedang melamun di ruang keluarga, hanya tersenyum tanpa ada semangat di wajahnya. Dia menatap dua wajah menggemaskan, yang saat ini sedang sibuk melepas tas dan sepatu sekolahnya.

Melihat dua anak piatu itu semakin membuat Solana yakin, akan rencana balas dendamnya terhadap keluarga mantan suami mendiang kakaknya.

Meski sepuluh miliar sempat meredam masalah yang terjadi dua tahun lalu, namun tetap saja nominal berapapun tidak bisa menggantikan rasa sakit dan penderitaan yang dialami oleh Solana selama ini.

Sashi meninggal saat melahirkan dan setelah beberapa bulan dipaksa cerai oleh keluarga  Naufal. Lalu dua tahun kemudian, dia harus kehilangan kedua orangtuanya.

Dan sakitnya, kedua orang tua Solana meninggal karena ulah Dewi, mantan ibu mertua mendiang kakaknya. Bukankah ini sangat gila?

Satu keluarga berhasil membunuh semua orang terkasih Solana. Bukankah ini sudah lebih dari cukup untuk menjadikannya alasan balas dendamnya?

“Bersiaplah Naufal, aku pasti akan menghancurkan kehidupan kalian. Jangan pikir kalian bisa hidup dengan tenang setelah membunuh saudari dan kedua orangtuaku!” ucapnya pelan sambil terus menyaksikan kedua keponakannya yang kini berjalan menuju kamar mereka untuk berganti pakaian.

“Mommy bilang apa?” tanya Raja, sesaat sebelum masuk ke dalam kamarnya.

Tampaknya anak itu mendengar Solana berbicara sendiri.

“A-apa? Ah, tidak, Sayang. Cepat ganti baju terus makan, ya?” sahut Solana cepat menutupi kegugupannya.

Raja akhirnya masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan Solana kembali sendiri di ruang keluarga yang selalu terasa hampa, saat kedua keponakannya pergi ke sekolah.

“Kak, Raja dan Ratu kedua anak kembarmu sangat menggemaskan juga pintar. Tidakkah kamu melihat dari sana?”

“Ayah, Bunda, Kak Sashi, maaf untuk keputusan Solana kali ini. Rasa sakit di hatiku sepertinya tidak akan pernah berakhir sebelum mereka menderita.”

“Apakah kalian marah padaku?”

Tapi tidak ada jalan untuk mundur, jadilah keesokan harinya Solana berjalan dengan langkah pasti menuju kantor sang mantan kakak ipar.

Setelah memastikan kedatangannya tidak disadari oleh orang lain, Solana memasukkan amplop coklat berisi komik p*rno hasil karyanya ke meja resepsionis yang kebetulan sedang kosong.

Di bagian atas amplop coklat tertulis, Kepada yang terhormat Bapak Naufal Darry Ayyash. Tidak lupa di dalamnya, Solana sisipkan sebuah alat perekam suara yang tersambung langsung ke handphone miliknya.

Di jalan pulang sambil mengendarai mobil, Solana mendengarkan alat perekam menggunakan earphone.

"Selamat pagi Pak Naufal, ini ada paket untuk anda," ucap  seorang wanita yang terdengar dibuat manja dan sensual.

"Letakkan saja di meja saya!" perintah suara berat, yang sangat Solana ingat bagaimana bentuk wajah serta tubuh pemiliknya.

Tidak lama terdengar amplop dibuka, lalu buku komik diambil. Setelah itu suara lembaran kertas komik di balik, terdengar pelan. Tapi tidak lama, terdengar jeritan nyaring pertanda kemarahan sedang menguasai Naufal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status