Share

2

last update Last Updated: 2022-01-07 20:15:35

Geram, aku langsung mematikan sambungan telepon. Kuremas ponsel pintarku seakan itu adalah muka Mas Faisal dan Adelia. Tak kuduga, permainan mereka sebusuk itu selama ini.

            Sejak kapan? Di mana mereka menikah? Siapa saksinya? Apakah Tante Silvia dan Om Bahtiar tahu tentang hal ini? Mereka setuju Adelia menikahi sepupunya sendiri yang sudah beristri? Gila! Semua ini tak masuk akal bagiku.

            Dengan bersimbah air mata, aku memutuskan untuk kembali ke kamar. Pelan-pelan aku menapaki lantai, takut bila Syifa kaget dan bangun dari lelapnya.

            Yang kutuju adalah lemari pakaian. Dengan penuh gejolak emosi, kukeluarkan seluruh pakaian Mas Faisal dari dalam sana. Tak hanya pakaiannya saja, segala dokumen penting juga ikut kukeluarkan. Malam ini juga, musnah hidupmu, Mas!

            Sekurangnya tiga puluh menit, aku telah berhasil mengumpulkan seluruh barang pribadi milik Mas Faisal ke dalam koper besar. Ada baju-baju kerja, pakaian dalam, pakaian santai, asesoris, ijazah, dan buku tabungan.

            Kugeret koper beroda itu pelan-pelan keluar kamar. Tak puas hanya mengemasai barangnya, aku juga menerobos masuk ke ruang kerja Mas Faisal yang letaknya bersebelahan dengan ruang tamu. Ruangan berukuran 3 x 4 meter yang dilengkapi dengan set kursi-meja kerja dan lemari Brother berangka besi yang penuh dengan gobi berisi berkas itu pun tak luput dari kemarahanku. Seluruh gobi yang ada di lemari aku keluarkan. Tak peduli itu penting atau tidak, yang kutahu semua itu adalah barang-barang milik Mas Faisal.

            Kamu bilang aku akan jadi gembel tadi, Mas? Sepertinya kamu salah besar. Yang akan jadi gembel adalah kamu! Ya, kamu. Bukan aku.

            Banyak sekali berkas dari ruang kerja milik Mas Faisal yang kukeluarkan. Sebagai sarjana teknik sipil yang bekerja di sebuah kantor konstruksi, ijazah, sertifikat pelatihan, perizinan yang terkait dengan profesinya, maupun berkas-berkas perusahaan yang dia kerjakan dan simpan di rumah, sudah barang tentu penting, bukan? Malam ini juga, bakal kumusnahkan satu per satu! Kujadikan abu, agar dia tahu siapa yang akan menjadi gembel setelah ini!

            “Kamu nekat, aku bisa lebih nekat lagi!”

            Susah payah, kubawa sedikit demi sedikit barang itu menuju halaman belakang rumah kami. Kumasukan baju-baju dan ijazahnya terlebih dahulu ke dalam drum besi yang telah dipotong sebagian. Drum itu berfungsi untuk tempat pembakaran sampah.

            Malam-malam buta, semua barang milik Mas Faisal kusiram dengan sisa tiner yang kuambil dari gudang. Korek api batang yang selalu kusediakan di dalam laci kitchen set, turut membantu aksi malam ini. Ucapkan selamat tinggal untuk barang-barangmu ini, Mas. Hiduplah bahagia bersama istri barumu.

Saat api telah menyala di dalam drum dan mulai membakar tumpukan kain maupun kertas yang mengisi penuh, aku pun mulai memvideokan aksi gilaku. Dengan santainya, kuungah ke W******p agar semua keluarga Mas Faisal maupun Adelia menonton.

            [Mas Faisal, barang-barangmu sudah kubakar bersama kenangan pernikahan kita selama enam tahun ini. Berbahagialah bersama Adelia, sepupu kesayanganmu itu.]

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Bagus dan buang kelaut sauami gak tau diri
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   88. Kebahagiaan Tanpa Tepi

    Bab 88 Kebahagiaan Tanpa Tepi Sebulan Setelah Kelahiran Anak Pertama Sofyan Setelah melalui banyak cobaan yang berat, akhirnya rumah tangga Sofyan dan Karmila kini terlihat adem ayem. Apalagi usai mendapatkan seorang anak lelaki lucu yang diberi nama Shakeel. Bocah kecil yang lahir sebulan lalu dengan bobot 3,8 kilogram dan panjang 52 sentimeter itu sangat lucu, putih, dan menggemaskan. Siapa pun sayang kepada Shakeel. Baik dari pihak keluarga Mila, maupun keluarga dari pihak Sofyan. Tak sampai di situ saja, keluarga dari mantan suaminya Mila, yakni Faisal pun juga sangat menyayangi dan menyanjung-nyanjung Shakeel yang kian gempal setiap harinya. Faisal kini sudah sembuh total dari penyakit mentalnya. Pria itu hanya dirawat selama beberapa bulan saja di rumah sakit jiwa. Setelah mendapatkan pengobatan yang teratur dan berkualitas, pria itu sudah dapat kembali beraktifitas seperti layaknya manusia normal yang lain. Tubuh Faisal yang

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   87. Pesan-pesan

    Bab 87POV SofyanPesan-pesan “Sabar ya, Pak,” ujarku sambil meraih tangan keriput milik Pak Beno. Lelaki tua itu menatapku lesu. Senyum di wajahnya tak tampak. Seperti matahari yang tersembunyi di balik kepungan awan hitam. “Anakku enam, Yan. Dua perempuan, tiga lelaki. Dokter spesialis paru, dokter umum, dosen, pengusaha, polisi, dan lawyer. Tidak ada yang pengangguran. Mereka sibuk sekali dengan urusan masing-masing.” Pak Beno mulai terbuka. Aku tak menduga juga bahwa kami berdua bisa berbicara dengan sangat leluasa begini. Aku pun semakin tergelitik untuk mendengarkan kisah selanjutnya. “Tiga tahun lalu, aku mengalami depresi. Pemicunya adalah kematian istriku. Dia belahan jiwa satu-satunya yang paling mengerti dengan apa yang kubutuhkan di dunia ini,” ucapnya sembari menerawang jauh. “Aku mulai sulit untuk tidur, tidak mau makan, kehilangan selera untuk merawat diri, dan yang lebih parahnya lagi, mood-ku naik

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   86. Sebuah Kisah

    Bab 86POV SofyanSebuah Kisah Tatapan kosong Faisal dia akhiri dengan kerling mata yang sendu. Dia pandangi Syifa tanpa berkedip sedikit pun. Tangannya berusaha meraih wajah anak itu dengan jari jemari yang gemetaran. “Syifa … Ayah … ingin pulang, Nak,” ulangnya pelan. Syifa langsung menoleh kepadaku. Anak itu kelihatan bingung. Bibirnya pun mulai melengkung terbalik, seolah-olah akan mencetuskan sebuah kesedihan. “Pa ….” Syifa memanggilku. Dia menggantung kata-katanya dengan ekspresi yang tertekan. “Iya, iya,” jawabku sambil mengayunkan telapak tangan ke bawah dengan gerakan perlahan. Aku juga bingung mau menjawab apa. Aku ini memang pria penolong yang kata orang-orang sangat baik hati. Namun, apa mungkin jika aku menampung Faisal di rumah kami jika pria itu sudah sehat? Tidak mungkin, kan? Itu namanya bodoh. Sebaik-baiknya seorang pria, mana ada yang mau berlapang dada menampung mantan suami dari is

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   85. Perjumpaan Penuh Sesal

    Bab 85POV SofyanPerjumpaan Penuh Sesal “Astaga! Bapak kenapa? Nggak apa-apa, kan?” Seorang bruder alias perawat lelaki sigap menahan kedua bahuku saat tubuh ini limbung akibat menabrak badan si bruder. Pria berseragam serba hijau itu memperhatikan rautku yang kini penuh dengan cemas. Debaran di dadaku pun terasa terus mencelat naik, tanpa mau diajak berkompromi. Sementara itu, Syifa tak juga mau melepaskan pelukan eratnya di pinggangku sambil merengek ketakutan. “Papa! Syifa takut, Pa! Napasku terengah-engah. Bayangan akan sosok Pak Beno yang tiba-tiba datang dengan gerakan mencurigakan, serta isak tangis Faisal yang deras seperti hujan badai itu, kini terus mengitari kepala. Aku rasanya ingin cepat-cepat meninggalkan bangsal ini. “S-saya nggak apa-apa, Mas!” sahutku terengah dengan ekspresi yang panik kepada bruder bertubuh jangkung dengan kulit sawo matang itu. “Kenapa Bapak teriak sambil lari begitu? Apa Pak

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   84. Bangsal Seroja

    Bab 84POV SofyanBangsal Seroja Pak Wahyu mengantar kami ke bangsal Seroja di mana Faisal kini dirawat. Ternyata, letak kamarnya tidak begitu jauh dari pos satpam tadi. Ruangan dengan pintu tinggi bercat hijau tua itu pun keberadaannya hanya satu meter dari ruang jaga perawat yang terlihat ada tiga orang bruder tengah berjaga sambil sibuk mengerjakan laporan. Pintu hijau dengan tinggi sekitar dua meter itu tampak tertutup rapat. Sebelum meninggalkan kami, Pak Wahyu sempat berpesan. Ucapan pria berkulit gelap itu terdengar sedikit mengerikan, hingga membuat bulu kuduk ini merinding. “Pak, maaf, ruangan Seroja ini ada dua orang penghuninya. Satunya Pak Faisal, satunya lagi Pak Beno. Pak Beno ini sebenarnya sudah sembuh, cuma … suka cari perhatian. Kalau semisal agak mengganggu, segera keluar aja ya, Pak,” bisiknya kepadaku. Bibir hitam tebal Pak Wahyu tersenyum simpul. Lirikan matanya kelihatan menunjukkan sedikit rasa khawatir. Tentu saj

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   83. Permintaan Maaf

    Bab 83POV SofyanPermintaan Maaf Kami saling diam di dalam kabin mobil yang seketika berubah jadi panas usai meledaknya tangisan Syifa. Aku tak lagi membujuk anak sambungku tersebut. Kupilih untuk bungkam saja, alih-alih memohon maaf kepadanya agar dia tak lagi bersedih. Sepertinya, gara-gara sikap dinginku itu, Syifa jadi benar-benar merajuk. Hingga mobilku telah parkir di depan pintu masuk RSJ tempat Faisal dirawat pun, Syifa tak juga mengajakku bicara. Aku tetap mencoba tenang, meski sebenarnya hati berontak. Mobil pun berhasil terparkir dengan baik di tengah-tengah antara mobil SUV berwarna hitam dan sedan antik warna merah darah. Kuhela napas dalam sambil melepaskan sabuk pengaman dari pundak. Sekilas, kutoleh Syifa dengan ekor mata.&nbs

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status