Sean berangkat ke Kansas setelah acara penyerahan jabatan. Sebastian berbicara dengan beberapa pemegang saham, menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar situasi di cabang Kansas, apakah harus dilakukan tindakan penutupan atau tidak. "Kita usahakan yang terbaik untuk meningkatkan penjualan di Kansas, beri kami waktu sampai akhir tahun." Sebastian berusaha meyakinkan. Setelah pembicaraan panjang dan melelahkan, akhirnya mereka sepakat menunggu hingga akhir tahun. Malam itu Sebastian pulang tepat waktu. Ia menyempatkan bermain dengan Ethan setelah beberapa kali dirinya pulang malam dan hanya bertemu saat hari libur. "Jagoan Papa." Sebastian mengangkat putranya tinggi membuat Ethan tertawa senang. Ethan memperlihatkan mainan barunya yang dibelikan Eloise tadi siang. Sementara itu Eloise tengah menyiapkan makan malam bersama Rosa dan sesekali tersenyum melihat Ethan dan Sebastian yang tampak sibuk bercengkrama bersama. Setelah makan malam dan menidurkan Ethan, Sebastian duduk di sofa me
"Aku ingin menyerahkan jabatanku." Sean berujar tanpa basa basi saat mereka telah duduk di sebuah coffe shop di sekitar gedung Olympic Corp. Sebastian menatap sekilas pada Sean seperti ucapan Sean tidak sungguh-sungguh. Ia kembali membalas pesan dari bawahannya yang menanyakan tentang jadwal rapat untuk besok. "Aku ingin fokus ke kantor cabang Kansas, jadi aku akan menetap di sana."Sebastian mengalihkan pandangan dari layar ponsel memperhatikan Sean. "Jangan melepas tanggung jawab setelah kau membuat kekacauan.""Aku tidak akan melepas tanggung jawab justru aku akan memperbaikinya. Tapi kurasa jabatan presdir memang bukan untukku, aku tak bisa hidup nyaman karena penuh tekanan," ucap Sean dengan senyum getir, "aku akan memulai menata hidupku di kota baru, semoga saja aku bisa memperbaiki kesalahanku."Sebastian terpekur lama. Memikirkan hal awal yang membuat dirinya harus melepaskan jabatan presdir dulu. "Aku melepas jabatan itu karena aku tak ingin rahasia video Eloise tersebar."
Sean duduk di balkon kamar apartemennya. Memandang gemerlap lampu kota dengan pikiran resah. Ia baru saja menelepon Jolie dan mengetahui jika istrinya telah berada di London. Ada perasaan kehilangan. Bukan karena jarak yang kini menjadi jauh. Tapi karena ia tahu kepergian Jolie meninggalkan luka karena pengakuannya. Sean menghela nafas berat. Setahun lebih pernikahan yang mereka jalani, tapi ia belum bisa mencintai Jolie sepenuhnya, bahkan hatinya goyah hanya karena kehadiran Sarah. Betapa egois jika dirinya menahan Jolie untuk tetap di sisinya. Menahan Jolie menemukan kebahagiaan dengan pria lain. Sean meraih ponselnya, menekan sebuah nama. "Halo." Terdengar suara Jolie setelah beberapa saat nada tunggu. "Kau sedang apa sekarang?" tanya Sean lirih. "Aku sedang mencari apartemen yang murah. Aku tak ingin merepotkan temanku jika terlalu lama menumpang di sini." Tak ada kemarahan lagi dari nada suara Jolie. Keduanya berbicara layaknya seorang teman. Sean diam sesaat. "Jolie, aku m
"Ada apa denganmu? Kenapa kau menjadi bodoh seperti ini?" Valerie tiba di mansion satu jam setelah Jolie mengirim pesan untuk berpamitan. Mata Valerie nyalang menatap koper besar di sisi tempat tidur."Aku sudah memutuskan," ucap Jolie mantap. Ia bangkit berdiri dari duduknya. "Memutuskan apa, huh? Kau tak mungkin bisa memutuskan sesuatu tanpa aku!" hardik Valerie berang, "semua hal dalam hidupmu, aku yang memutuskan, kau tak bisa apa-apa tanpaku."Jolie menahan rasa tersinggung, jika ia marah, akan ada adu pendapat yang membutuhkan waktu lama, dan ia tak memiliki banyak waktu. Ia harus segera pergi. "Aku berterima kasih padamu telah mengurus ku selama ini, sekarang waktunya aku hidup mandiri." "Kau pikir kau bisa hidup sendiri tanpa bantuan finansial dariku atau suamimu? Sekarang kau memutuskan pergi dari Sean, dia tak mungkin mau memberimu uang seperti yang selama ini dilakukannya."Jolie menghela nafas panjang. "Aku masih memiliki tabungan, aku akan berhemat selama bekerja nant
Sarah memandang layar ponsel yang menampilkan pesan dari Sean beberapa menit yang lalu. Ia membaca, mencerna tapi enggan untuk membalas. Ia wanita bermoral yang tak akan mencuri suami orang. Meski perlahan timbul perasaan berbeda terhadap Sean, lebih dari biasanya, lebih daripada bawahan terhadap bos, tapi Sarah menolak untuk terbawa perasaan, ia memiliki prinsip hidup kuat. Sementara Sean menunggu pesan balasan dari Sarah, ia juga mengirim permintaan maaf kepada Jolie meski istrinya tak membaca pesan-pesannya. Sean tak sabar. Ia segera menekan sebuah nama untuk melakukan panggilan. "Halo.""Sarah, aku menunggu jawabanmu." Suara Sean terdengar penuh harap. "Jawaban seperti apa?" tanya Sarah malas. "Aku sudah mengungkapkan perasaanku, aku ingin tahu perasaanmu."Hening sesaat. Sarah menghela nafas panjang. "Aku bukan perebut suami orang. Maaf, Pak.""Bagaimana jika kami berpisah?" Tiba-tiba Sean mengucapkan ide gila. Sarah mendengus. "Aku tetap pada pendirianku. Sebaiknya kamu
Sebastian dan Dominic tampak sibuk membalik daging bakar di atas alat pemanggang sementara Rosa menyiapkan masakan di atas meja. Eloise menjaga Ethan yang bermain di ruang tengah saat sebuah pesan masuk di ponselnya. Dari Jolie. "Bisakah kita bicara? Aku butuh teman ngobrol." Pesan itu tampak seperti orang yang tengah putus asa. Eloise segera menelepon Jolie. "Aku sedang berada di rumah danau. Sebaiknya kau ke sini, kukirim alamatnya, okay?"Jolie terdengar ragu. "Tidak, aku tak ingin mengganggu liburan kalian." "Tak apa, Jolie. Aku bersama Dominic dan Rosa."Setelah lama membujuk, akhirnya Jolie bersedia datang. Beberapa jam lalu Jolie telah menghubungi teman-teman terdekatnya yang berada di New York, mengajak mereka bertemu sekedar ngobrol untuk meluapkan kesedihannya. Tapi di akhir pekan seperti malam ini, kebanyakan dari mereka telah memiliki agenda sendiri. Eloise menghampiri Rosa. "Kita butuh satu piring lagi. Jolie akan datang kesini.""Baik, Nyonya."Sebastian menoleh me