Eloise terbiasa menyembunyikan luka dan ketakutan dalam diam. Hingga Sebastian datang dalam kesulitannya, ia dingin, memikat, dan tak memberi ruang untuk lari. Dalam keheningan dan tatapan yang tak bisa ia hindari, perlahan Eloise menemukan cinta yang tak pernah ia harapkan… tapi diam-diam ia rindukan.
View More“Jangan, tuan Jeff,” pinta Eloise panik saat Jeff Barnard berusaha menciumnya. Lelaki tua tak tahu diri itu meraba dada Eloise hingga gadis itu terpekik kaget dan meronta.
“Sudah, diamlah, Eloise, aku akan memberimu kenikmatan sebentar lagi,” seringai Jeff buas. Pria itu masih bugar di usianya yang lebih dari 60 tahun. Selain menjaga fisik dengan olahraga teratur, pria itu juga disiplin mengatur pola makannya hingga sebagian orang masih percaya jika Jeff membual dirinya berusia 50 tahun. Eloise meronta panik saat Jeff menaikkan rok gadis itu dan meraba celana dalam Eloise. “Tidak!Hentikan, Tuan!” teriak Eloise katakutan. Tangannya berusaha melindungi tubuhnya dari sentuhan pria sinting itu. Enam bulan mengenal pria itu, meski secara hukum Jeff adalah ayah tirinya, tak sekalipun Eloise pernah memanggilnya dengan sebutan papa. “Kumohon, hentikan,” pinta Eloise memelas. Meski dengan seluruh kekuatannya, ia masih kalah tenaga dengan lelaki itu. . Tubuh Eloise terhimpit di antara meja kerja dan tubuh Jeff. Pria itu membalik tubuh Eloise dan mendorongnya ke atas meja hingga posisi gadis itu membungkuk dan Jeff dengan leluasa menaikkan kembali rok Eloise dan menurunkan celana dalam Eloise. Tangan Eloise menggapai apapun di meja saat suara nafas Jeff yang penuh gairah terdengar sangat dekat di telinganya, membuatnya bergidik ngeri dan jijik. Saat Jeff menurunkan resleting celananya, saat itu pula Eloise membalikkan tubuh dan menyambar sebuah benda berat dan memukulkan benda itu sekuat tenaga ke arah Jeff Barnard. Pria itu terhuyung sembari memaki dengan keras. Ia memegang kepalanya dengan beringas menatap Eloise. “Sialan kau gadis jalang!” Ia terhuyung berjalan mendekati Eloise yang tampak gemetar ketakutan. Dengan sisa tenaga dan rasa panik, Eloise kembali membenturkan pemberat kertas yang masih di tangannya ke kepala Jeff hingga pria tua itu terjerembab jatuh. Tubuh Eloise gemetar, pikirannya kacau. Pemberat kertas berbentuk Sphinx Egypt terlepas dari tangannya hingga menimbulkan bunyi nyaring. Apa yang telah dilakukannya?Ia bersandar di tepi meja hingga kekuatannya tiba-tiba melemah karena panik, tubuh Eloise melorot turun dan jatuh terduduk di lantai ruang kerja Jeff Barnard. Ia menatap nanar tubuh Jeff yang tak bergerak samasekali. Apa lelaki itu telah mati?Mata Eloise memanas dan detik berikutnya ia menangis ketakutan. Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Sosok tampan bermata hijau terlihat berdiri di ambang pintu. Ia membeku di tempat, terperangah mendapati tubuh Jeff yang berbaring tak bergerak di lantai sementara Eloise duduk di lantai dengan tangis ketakutan. Sebastian Harold, putra tiri Jeff Barnard. Wajah dingin yang biasa terlihat dari lelaki itu kini berganti keterkejutan. Ia memaki pelan. Hanya beberapa menit ia tampak kaget, detik selanjutnya ia menutup pintu ruang kerja Jeff, mengunci pintu rapat dan berjalan mendekat. “Apa yang terjadi?” tanyanya dengan suara bariton rendah. Eloise mendongak. Wajahnya penuh air mata. “Aku terpaksa melakukannya.” “Kau membunuhnya?” tanya Sebastian dingin. “Aku..aku..” Eloise terbata. “Dia mencoba memperkosaku,” bisik Eloise parau. Sebastian mendengus sinis. Dasar bandot tua, maki Sebastian dalam hati. Jeff Barnard tak sekali ini tertangkap basah melecehkan gadis-gadis muda. Meski semua gadis yang dilecehkannya tak berani bersuara, tapi Sebastian tahu hampir semua kelakuan busuk ayah tirinya. Sebastian mendekati tubuh Jeff Barnard, berjongkok di sebelah kepala pria itu dan memeriksa nadi di leher Jeff. Dari telinga pria itu keluar cairan berwarna merah. “Dia sudah mati,” ucap Sebastian tanpa ekspresi. Eloise kembali menangis tersedu. Tangannya gemetar saat mengusap pipinya yang basah oleh air mata. “Aku hanya membela diri,” ucapnya cemas. Sebastian tiba-tiba mendapat kesempatan dengan situasi ini. Pikiran licik dan otak cerdasnya berkolaborasi hingga mencapai satu kesimpulan. Memanfaatkan Eloise Johnson. “Aku akan lapor polisi,” ucapnya pendek dengan nada mengancam. “Apa aku akan dipenjara?” tanya Eloise ketakutan. “Bagaimana menurutmu?Kau telah membunuhnya, kan?” Sebastian bangkit berdiri. “Tapi aku tak sengaja,” balas Eloise mencoba membela diri. Ia mendongakkan wajah menatap sendu pada Sebastian. “Katakan itu pada polisi,” kata Sebastian dengan nada tidak yakin. “jika mereka percaya kau akan mendapat tuduhan pembunuhan tak disengaja, kemungkinan hukuman lima tahun penjara,” ucap Sebastian penuh penekanan. Ucapannya bias. Berusaha mempengaruhi Eloise agar semakin panik. Dan itu terbukti manjur. Gadis itu terbelalak ngeri. “Tidak, tolong aku, aku benar-benar tak sengaja,” pintanya memelas. Kali ini ia bersimpuh di kaki Sebastian. “tolong aku.” Sebastian diam sejenak. Memikirkan suatu rencana. “Baiklah,” ujarnya sesaat kemudian. “aku akan melindungimu, tapi dengan satu syarat.” Eloise sedikit lega. “Apa itu?” “Menikah denganku,” ujar Sebastian yakin. Di kepalanya telah tersusun berbagai rencana licik. “Apa?” tanya Eloise terperanjat. “Kau tak perlu tahu alasannya. Jika kau setuju, aku akan merekayasa kematian Jeff seperti kecelakaan. Bagaimana?” Pria ini sama dengan Jeff Barnard, batin Eloise panik. Sama-sama gilanya. Tapi ia tak punya pilihan lain. “Tak ada waktu, Eloise.” Sebastian mengingatkan. Eloise mengangguk samar. “Bagaimana?” tanya Sebastian tak sabar. “Baiklah.” “Oke, sekarang keluarlah,” ucap Sebastian seraya merogoh ponsel di saku celananya. Ia memeriksa layar di ponsel. Sebuah rangkaian gambar CCTV terhubung online di ponsel canggih milik Sebastian. Di luar ruang kerja Jeff Bernard tampak lengang. Tak ada seorang pun nampak di sepanjang koridor menuju ruang kerja pria itu. Eloise tampak gugup saat membuka kunci pintu ruangan, dengan ragu ia berdiri sejenak sebelum membuka pintu. “Cepatlah!” bentak Sebastian tak sabar. “di luar sepi jika kau keluar dari sini sekarang. Atau kau mau menunggu pelayan melihatmu keluar dari sini?” Eloise dengan tergesa keluar dari ruang kerja Jeff Barnard. Ia menyesal mengapa tadi ia tidak menolak permintaan Paul, kepala pelayan yang menyuruhnya datang ke ruang kerja Jeff. Tapi apa dayanya menolak permintaan ayah tirinya. Eloise masuk ke kamarnya dan menutup pintu rapat. Bayangan kejadian yang baru saja terjadi membuatnya kembali limbung. Ia terduduk di lantai, menyandarkan tubuh di dinding kamar. Dia telah membunuh Jeff Barnard. Bagaimana jika ibunya tahu akan hal ini?Tidak, tidak. Itu tak boleh terjadi. Ibunya, Valerie Ariadne, akan mengusirnya dan membuatnya menjadi gelandangan. Eloise menangis tersedu, meratapi nasib.Suara mesin kopi di pantry Stratton Consulting mendengung pelan saat Jolie menuang cappuccino ke cangkir kertas. Kantor sudah mulai ramai, layar komputer menyala, suara tuts keyboard bercampur dengan dering telepon.Ia melirik jam, pukul 09.15. Hari baru, proyek baru, rutinitas yang mulai membuatnya terbiasa. Jolie kembali ke mejanya yang rapi, penuh dengan tumpukan laporan dan daftar tugas. Di layar, email dari klien AS menunggu balasan. Ia mulai mengetik, tapi pikirannya melayang pada percakapan kemarin di kafe, kata-kata Adrian yang masih terngiang. Penawaran kerja dari pria itu sedikit membuatnya bimbang. Tapi Jolie mencoba menepisnya. Stratton memang tidak membayar setinggi perusahaan Adrian, tapi di sini ia punya rekan kerja yang ramah, atasan yang suportif, dan jam kerja yang masih manusiawi. Setelah kegagalan pernikahan dengan Sean, kestabilan ini adalah obat yang ia butuhkan. Setidaknya, ia merasa mandiri dan berguna. Namun, saat rapat mingguan dimulai, saat rekan-rekannya
Hari Sabtu pagi di London dimulai dengan suara kereta overground yang bergemuruh dari kejauhan. Jolie bangun di ranjang sempit, cahaya matahari musim dingin menembus tirai tipis berwarna krem. Udara kamar sedikit lembap, dan ia meraih sweater tebal sebelum menyalakan ketel air untuk membuat teh. Ia menatap jam di dinding: pukul 7.30. Dulu, jam segini ia sudah berlari mengelilingi Regent’s Park, lalu sarapan di kafe mahal bersama teman-teman kampus. Pagi-pagi mereka diwarnai tawa dan rencana besar untuk menaklukkan dunia bisnis. Sekarang? Ia duduk sendirian di meja kecil, menyeruput teh murah yang rasanya terlalu pahit. Meski begitu, ada sesuatu yang mendorongnya untuk keluar. London bukan kota asing baginya, dan sebagian hatinya ingin membuktikan bahwa ia masih bisa berjalan di jalanan ini tanpa merasa kalah. Jolie memutuskan untuk pergi ke Marylebone, daerah yang dulu jadi titik favoritnya. Bus dua tingkat membawanya melintasi jalan-jalan penuh toko kecil dan rumah bata mera
Valerie menyukai apartemen yang dipilih Sebastian untuknya. Tidak terlalu besar tapi terkesan bersih dan mewah. Dan yang terpenting, Valerie tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membayar gaji karyawan dan semua pengeluaran bulanan di mansion. Tanpa banyak drama dan keluhan, Valerie menyiapkan semua barangnya dan pindah di hari ketiga saat Sebastian telah melunasi harga apartemen dan mentransfer sejumlah besar uang sebagai harga saham yang dibelinya. Di hari Minggu, mereka tiba di mansion dengan barang bawaan yang cukup banyak. Paul menyambut majikan lamanya dengan suka cita. Pemilik sah dan pewaris Harold telah datang dan tinggal di mansion. "Selamat datang Tuan dan Nyonya Harold." Paul membuka pintu mansion lebar. "Terima kasih, Paul," ucap Sebastian dengan senyum. Rosa sangat bahagia kembali tinggal di mansion, bertemu kembali dengan teman-teman lamanya. "Terima kasih, Paul," kata Eloise. Mereka menempati kamar Sebastian yang telah kosong lama, sementara Ethan ting
Keesokan harinya, Valerie nekat menemui Sebastian di ruang kerja presdir. Siang sebelum istirahat makan siang, Valerie telah berada di depan pintu ruangan Sebastian, menunggu sekretaris pria itu menelepon atasannya dan mempersilahkan Valerie masuk. Sebastian duduk dengan arogansi yang selalu terlihat di setiap gestur tubuh nya. Setidaknya itu yang Valerie lihat pada Sebastian. "Ada apa, Valerie?" tanya Sebastian tak sabar seakan kedatangan wanita itu sangat mengganggunya. "Aku ingin menawarkan saham ku karena aku butuh dana untuk modal pengembangan butikku." Valerie enggan menjelaskan keadaan yang sebenarnya jika butiknya hampir bangkrut. Sebastian tampak mempertimbangkan ucapan Valerie. "Aku akan membelinya sedikit di atas harga pasar saat ini, bagaimana?"Valerie berseru gembira dalam hati. Ia tak bisa membayangkan berapa banyak kekayaan yang dimiliki pria itu hingga dengan mudahnya menyanggupi membeli saham miliknya. "Jadi kapan aku bisa mendapat uangnya?" tanya Valerie mendes
Sean berangkat ke Kansas setelah acara penyerahan jabatan. Sebastian berbicara dengan beberapa pemegang saham, menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar situasi di cabang Kansas, apakah harus dilakukan tindakan penutupan atau tidak. "Kita usahakan yang terbaik untuk meningkatkan penjualan di Kansas, beri kami waktu sampai akhir tahun." Sebastian berusaha meyakinkan. Setelah pembicaraan panjang dan melelahkan, akhirnya mereka sepakat menunggu hingga akhir tahun. Malam itu Sebastian pulang tepat waktu. Ia menyempatkan bermain dengan Ethan setelah beberapa kali dirinya pulang malam dan hanya bertemu saat hari libur. "Jagoan Papa." Sebastian mengangkat putranya tinggi membuat Ethan tertawa senang. Ethan memperlihatkan mainan barunya yang dibelikan Eloise tadi siang. Sementara itu Eloise tengah menyiapkan makan malam bersama Rosa dan sesekali tersenyum melihat Ethan dan Sebastian yang tampak sibuk bercengkrama bersama. Setelah makan malam dan menidurkan Ethan, Sebastian duduk di sofa me
"Aku ingin menyerahkan jabatanku." Sean berujar tanpa basa basi saat mereka telah duduk di sebuah coffe shop di sekitar gedung Olympic Corp. Sebastian menatap sekilas pada Sean seperti ucapan Sean tidak sungguh-sungguh. Ia kembali membalas pesan dari bawahannya yang menanyakan tentang jadwal rapat untuk besok. "Aku ingin fokus ke kantor cabang Kansas, jadi aku akan menetap di sana."Sebastian mengalihkan pandangan dari layar ponsel memperhatikan Sean. "Jangan melepas tanggung jawab setelah kau membuat kekacauan.""Aku tidak akan melepas tanggung jawab justru aku akan memperbaikinya. Tapi kurasa jabatan presdir memang bukan untukku, aku tak bisa hidup nyaman karena penuh tekanan," ucap Sean dengan senyum getir, "aku akan memulai menata hidupku di kota baru, semoga saja aku bisa memperbaiki kesalahanku."Sebastian terpekur lama. Memikirkan hal awal yang membuat dirinya harus melepaskan jabatan presdir dulu. "Aku melepas jabatan itu karena aku tak ingin rahasia video Eloise tersebar."
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments