Beberapa menit kemudian Azkara tertidur lalu lampu yang tadi menyala seketika padam. Kamera CCTV pun otomatis berhenti merekam.
"Agghhrr," teriak Azkara.'Apa yang terjadi selama listrik padam?' ucapnya dalam hati.Wajahnya tampak tak tenang, ia geram pada keadaan."CCTV itu juga tidak bekerja!" gerutunya. Ia menyandarkan tubuhnya di senderan kursi lalu memandang langit-langit ruang kerjanya.'Aku yakin pasti telah terjadi sesuatu pada Meika saat lampu itu padam,' batinnya.Arland sudah sampai di kediaman Azkara. Mereka tengah berada di ruang kerja Azkara, sebuah ruangan khusus yang Azkara siapkan di rumahnya, tepat di sebelah kamar tidurnya."Apa Meika sudah ditemukan? Di mana dia dan bagaimana keadaannya?" tanya Azkara penuh harap."Tidak, Tuan. Kami belum berhasil menemukannya. Tapi, ada satu titik lokasi bahwa Nyonya Meika diduga berada di sana. Namun, setelah didatangi, Nyonya tidak ada," ungkap Arland."Di mana lokasinya?" tanyanya lagi."Lokasinya di hotel G Foresst sebelah selatan kota Z, Tuan Muda. Ada salah satu anak buah kita yang mendapat info dari staff hotel tersebut bahwa ia melihat perempuan yang mirip sekali dengan Nyonya. Namun, saat melakukan cek-in dia memakai nama Yasmin Evlynzee. Informasi yang didapat ini dirasa kurang akurat, Tuan. Mengingat bahwa staff itu juga sangat jarang melihat atau bertatap langsung dengan Nyonya Meika. Lagi pula, untuk apa Nyonya menggunakan nama lain? Tapi saya tetap menyuruh beberapa anak buah untuk datang mengecek langsung ke sana," pungkas Arland."Satu jam yang lalu saat mereka tiba di hotel itu. Perempuan yang dianggap mirip seperti Nyonya Meika sudah terlebih dahulu chek-out. Untuk memastikan apakah itu memang benar Nyonya Meika, pengecekan CCTV di bagian resepsionis hotel pun dilakukan. Wajah perempuan itu memang mirip dengan Nyonya, Tuan! Ahh bukan mirip lagi melainkan sama," lanjutnya."Berarti dia memang istriku, Lan! Lalu selanjutnya apa?" tanya Azkara. Raut wajahnya menunjukkan keceriaan, terbukti dengan adanya informasi mengenai istrinya."Anak buah kita masih terus melacak keberadaan Nyonya melalui plat mobil yang dipakai Nyonya saat meninggalkan hotel tersebut. Tapi, untuk saat ini belum ada informasi lagi dari mereka, Tuan. Mungkin saja mereka masih mengejar mobil Nyonya."Azkara menunduk sesaat lalu melihat Arland dengan sorot mata tajamnya, "Baiklah, saya akan menunggu. Jika sampai malam tidak ada hasil dari mereka. Maka saya yang akan turun tangan langsung untuk mencarinya. Jujur saya sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi, Lan!" ucapnya tegas."Tuan Muda, saya mengerti apa yang Anda rasakan. Semoga Nyonya segera kita temukan."Arland memahami betul kondisi bos sekaligus kawan karibnya itu. Wajah yang tadinya ceria mendadak mendung kembali, Azkara benar-benar telah kehilangan senyumnya.***"Kenapa mereka terus saja mengikutiku?" gerutu gadis yang sedang menyetir mobilnya.Diliriknya bergantian kaca spion luar mobil dan spion tengah (center mirror) mobilnya. Sudah lebih dari lima belas menit sebuah mobil hitam Avanza terus saja mengikutinya. Awalnya ia berpikir bahwa arah mereka memang sama.Namun, ternyata hal itu terbantahkan. Sebab, sudah tiga kali ia memutar ulang mobilnya di jalur yang sama, mobil yang mengikutinya pun lantas melakukan hal yang sama pula.'Kenapa perasaanku tidak enak,' batinnya.Lantas ia pun memacu kecepatan mobilnya menjadi dua kali lipat. Mobil dibelakangnya pun juga semakin cepat mengejarnya, seolah tak mau melepas gadis tersebut.Mata gadis itu melirik jam di tangannya. "Astaga sudah jam satu. Aku akan telat!""Nyonya Meika!" teriak salah satu pria di dalam mobil yang mengikutinya.Kini mobil yang mengejarnya sudah sejajar dengan mobil yang dikendarai gadis bernama Yasmin itu.Yasmin pun berteriak, "Kalian salah orang!""Nyonya, ayo kembali pulang! Tuan Muda menunggu Anda!" teriak kembali pria di seberangnya."Sudah saya bilang, kalian salah orang! Saya Yasmin!"Yasmin terus melajukan mobilnya menembus jalan lintas kota hinga lampu hijau berganti merah. Kendaraan-kendaraan pun berhenti, begitu juga dengan Yasmin. Sekali lagi dilihatnya bahwa mobil yang mengejarnya berada tepat di belakang mobilnya."Aku harus bisa lepas dari mereka. Dasar orang-orang aneh! Mereka pasti penipu atau penculik yang ingin menculikku," cibir Yasmin.'Tapi bagaimana caranya aku bisa lepas dari mereka?'Yasmin terus berpikir sembari menunggu lampu hijau kembali.Setelah satu menit, lampu pun kembali hijau. Bergegas Yasmin menginjak pedal gas mobilnya. Ia nekat menyalip mini truk di depannya. Saat itu mini truk tersebut berkendara dengan kecepatan yang pelan. Tetap saja meski begitu, hal yang dilakukan Yasmin sangat berisiko. Ia tak peduli, baginya ia bisa terlepas dari penguntit. Mobil yang mengikutinya pun terhalang oleh truk yang berada tepat di belakang mobil Yasmin."Huh! Kena kalian! Jangan pernah bermain-main denganku!" ucap Yasmin geram.Meski sudah berhasil menghindari mobil yang mengikutinya. Yasmin gemetaran dan jantungan atas aksi menyalip mini truk tadi. Bisa saja jika memang ajalnya, ia akan sudah mati."Bagaimana ini? Kita tidak bisa menyalip. Kita akan kehilangan jejak Nyonya Meika," tanya pria yang meneriaki Yasmin tadi pada rekannya yang sedang menyetir."Aku tidak menduga Nyonya menyalip seperti itu. Itu berbahaya, Bar. Lihatlah! ada kendaraan lain di kedua sisi truk. Kita tidak akan bisa menyalip. Pasti Nyonya sudah pergi," jawab rekan Akbar yang sedang menyetir itu.***Mobil berwarna silver memasuki parkiran gedung bercat putih gading dengan paduan cat warna kuning corn.Setelah memarkirkan mobilnya, Yasmin keluar dan berlari menuju aula gedung."Haiss, habislah aku!" pekiknya sambil berlari.Sesampainya di aula gedung, ia terkejut karena tak mendapati satu orang pun di dalamnya. Bahkan lampunya pun padam."Apa aku yang datang terlalu cepat? Tapi di jadwal bukannya jam satu sudah mulai? Aku datang hanya lewat lima belas menit saja dari jam satu. Apa mereka semua sudah bubar?" tanyanya pada dirinya sendiri. Wajah gadis itu terlihat sungguh kebingungan.Ia pun berniat untuk pergi dari sana. Saat badannya berbalik, ia dikagetkan dengan rekan kerjanya yang sudah berada tepat di hadapannya dengan rambut hitam panjang tergerai ke depan dada."Astagfirullah!" teriak Yasmin kaget. Rekannya ini benar-benar terlihat menyeramkan ditambah dengan wajahnya yang julid dan galak."Kenapa baru datang? Mereka sudah pergi!" sungut Oliv dengan wajah yang merengut."Apa? Tapi ...."Belum selesai Yasmin bicara, Oliv terlebih dahulu memotong pembicaraan."Aku sudah menjelaskan padamu, kan? Bahwa klien yang satu ini sangat tidak menyukai keterlambatan. Lewat dari satu menit saja, mereka langsung membatalkan kerjasama," timpalnya."Iya aku mengaku salah, Liv. Tadi ada orang aneh yang mengikutiku. Jadi aku berusaha menghindari mereka. Percayalah, tiga puluh menit sebelum jam satu, aku sudah di jalan menuju ke sini," ucap Yasmin menyesal."Sudahlah! Sia-sia saja kita datang ke kota ini. Nyatanya tidak ada kerjasama yang diperoleh. Kita sudah rugi! Percuma saja uang keluar untuk menginap di hotel. Ini semua salahmu!" sergah Oliv dengan tatapan nyalang kepada Yasmin."Yasudah, aku sudah minta maaf. Lagi pula uang bisa dicari lagi," Yasmin berusaha membujuk gadis yang merengut di depannya."Permisi! Apa saya bisa bicara dengan Mrs. Oliv?"Mendengar namanya disebut, Oliv pun berbalik badan. "Ouh, Anda! Bukankah Anda tadi yang bersama Nyonya Calley? Ada apa?" tanya Oliv, ia sedikit berlari mendekatkan diri ke arah wanita yang memanggilnya tadi."Begini .... Jika tadi Nyonya Calley telah membatalkan kerjasama. Sekarang Nyonya Muda saya yang ingin bekerja sama dengan Anda dan juga Mrs. Yasmin," jawab wanita itu sembari menoleh ke arah Yasmin."Maksud Anda bagaimana? Nyonya Muda? Siapa dia?" tanya Oliv ceplas ceplos."Nyonya Muda adalah keponakan dari Nyonya Calley. Saya adalah asisten pribadi dari Nyonya Muda. Nyonya Muda bilang dia ingin langsung tanda tangan kontrak kerjasama dengan persyaratan yang akan diajukannya.""Oh, baiklah. Tapi di mana Nyonya Muda yang Anda maksud itu?""Nyonya sedang menunggu di mobilnya. Kita bisa bicara di sana saja."Wanita itu pun pergi diikuti oleh Oliv. Oliv tidak terlalu mempedulikan Yasmin. Dipikirannya hanya ada kerjasama dan uang, dengan begitu tidak akan menjadi sia-sia baginya untuk datang ke kota Z."Apa itu mobilnya?" tanya Oliv, matanya menelisik mobil yang jaraknya hanya satu meter darinya."Iya, Mrs," jawab Asisten Nyonya Muda.'Wah, dari mobilnya saja sudah sangat mewah. Memang benar-benar fantastis keluarga Nyonya Calley ini,' kata Oliv dalam hati."Mrs, silakan masuk ke dalam! Nyonya Muda ingin berbicara dengan Anda.""Benarkah?" tanya Oliv tak percaya."Ya, Mrs!"Pintu mobil pun terbuka otomatis. Tampaklah seorang wanita muda berusia dua puluh enam tahun duduk dengan anggun, kaki kanannya menyilang di atas kaki kirinya. Ia mengenakan gaun hitam dan kacamata hitam."Hai!" sapa wanita itu."Silakan masuk!" perintahnya pada Oliv yang tengah menatapnya tanpa kedip."Sania, kau bisa pergi! Kembalilah dan temui Tante Calley," sambungnya lagi."Baik, Nyonya Muda!" jawab asistennya disertai anggukan kepala.Oliv kemudian masuk dan duduk tepat di sebelah wanita tersebut. Pintu mobil pun tertutup otomatis, terlihat wanita bergaun hitam itu sedang tersenyum miring.Yasmin menunggu sendirian di aula. Sudah hampir tiga puluh menit, rekannya tak jua kembali. Gadis itu mulai kesal dan bangkit dari duduknya."Kemana dia? Apa dia sudah pulang? Kenapa tidak mengabariku?" gerutu Yasmin. Ia lalu berjalan mondar-mandir.'Jika tidak terpaksa. Aku tak sudi bekerja sama dengan Oliv. Modelan orangnya saja begitu. Dasar jutek!' ucapnya dalam hati.Ia ingin sekali menelepon rekannya itu. Tetapi, ia takut akan mengganggu percakapan antara Oliv dan si Nyonya Muda."Yas!" tegur Oliv.Ia sudah tiba di aula. Kali ini tangannya membawa sebuah map berisi perjanjian kontrak kerja sama dengan Nyonya Muda."Lama sekali kau! Aku muak menunggu di sini," keluh Yasmin padanya."Anggap saja kita impas. Beruntung Nyonya Muda itu mau bekerja sama dengan kita. Nampaknya ia sangat menyukai desain gaunmu. Kode desainmu yang ZD09X.""Oh, yang itu. Aku pikir tidak akan ada yang menyukainya. Karena model yang kubuat itu cukup abstrak. Tetapi biar bagaimana pun itu terlihat unik! Janga
Liza buru-buru beranjak dari sana. Sesampainya di kamar, ia berjalan mondar-mandir. Ia terlihat sedang cemas.'Apa benar itu adalah Meika?''Apa dia berhasil lolos? Tapi kenapa dia tidak langsung pulang ke sini saja?''Apa wanita itu punya rencana lain?'Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benaknya. Liza kemudian menelepon seseorang. Namun, nomor yang dihubungi tidak aktif."Bisa-bisanya saat keadaan gawat seperti ini, dia malah tidak bisa dihubungi!" geramnya.Liza lalu duduk di kasur, dengan kesal ia melempar bantal.***"Arland, siapkan saja semua dana untuk membayar kerugian ini," pinta Azkara."Baik, Tuan Muda!"Arland lalu beranjak pergi membawa beberapa berkas dokumen yang sudah ditandatangani oleh Azkara.Saat hendak berbelok arah ke kanan koridor, tiba-tiba muncul tangan seseorang di balik tembok koridor tersebut yang mencegatnya. Ia sontak berhenti. Hampir saja dadanya mengenai tangan itu. Orang di balik tembok akhirnya keluar berdiri tepat menghadapnya. "Emm ... dengar!
Wanita bersanggul itu kemudian meletakkan cangkir kopinya."Maaf, Nyonya Ira. Mengapa Anda begitu membenci Nyonya Meika?""Apa kau ingin tahu penyebabnya?" tanya Mahira. Arland mengangguk. "Iya, Nyonya.""Arland, bukankah kau tahu bahwa aku tidak membenci sembarang orang tanpa sebab yang fatal. Meika yang kelihatan polos itu benar-benar telah menyakitiku sebagai seorang ibu!" sergah Mahira."Dia memaksaku agar menyetujui pernikahannya dengan Azkara karena rahasiaku yang diketahuinya. Dia menjadikan itu sebagai senjata untuk mengancamku. Apa kau masih berpikir dia wanita tulus dan baik?""Rahasia?" tanya Arland."Ya, aku akan mengatakannya padamu. Aku rasa kau adalah orang yang tepat untuk kuberitahu. Aku mempercayaimu, Arland. Kuminta setelah kau mendengarnya, jangan beritahukan pada siapapun termasuk Azkara dan Liza.""Tapi kenapa, Nyonya Ira? Kenapa mereka tidak boleh tahu?""Mereka mungkin akan terluka," jawab Mahira. Sesaat ia termenung mengingat kejadian dua puluh delapan tahun s
"Baiklah, aku punya sesuatu untukmu," imbuh Oliv."Apa?"Oliv mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang membuat Yasmin semakin heran."Botol parfum?" tanya Yasmin. Sedari tadi ia terus memperhatikan botol di genggaman Oliv."Iya! Ini bukan sembarang botol parfum.""Tapi kenapa warna airnya begitu?" Jarinya menunjuk botol parfum.Oliv meletakkan botol itu di meja. "Ini isinya bukan parfum atau air bibit wangi, melainkan air cabai." "Untuk apa kau membawanya?" Yasmin tercengang tak mengira Oliv bisa menyediakan benda seperti itu di dalam tas. Ia sebenarnya sempat melihat di televisi dan sosmed mengenai botol parfum atau botol semprot yang diisi air cabai sebagai senjata wanita saat bepergian. "Untuk jaga-jaga. Ini bisa jadi senjata pamungkas bagi seorang wanita. Apalagi jika sendirian. Tidak mungkin, kan, kalau kita pergi kemanapun harus membawa pisau atau pistol? Jadi lebih baik pakai ini saja. Kita bisa membawanya di dalam tas. Tapi, tetap harus hati-hati jangan sampai tertukar. N
"Tidak. Aku sengaja tidak memberi tahu Mama. Mama pasti tidak akan mengizinkan karena kondisi mental dan fisikku. Semalam saja Mama terus menyuruhku untuk istirahat akibat obat tidur dan ledakan itu, padahal aku baik-baik saja. Kuminta jangan beritahu siapa pun. Untuk pekerjaan di kantor pusat Kak Liza dan kau yang meng-handle," tutur Azkara. Arland tak habis pikir, kenapa seorang suami harus diam-diam pergi untuk mencari istrinya. "Azkara, kau pergi dengan siapa?" tanya Arland. "Beberapa ajudan dan seorang supir.""Aku akan beri tahu Akbar supaya mereka tidak usah kembali ke sini. Biar mereka tetap di sana saja menunggumu. Mereka yang terlebih dulu tahu info tentang istrimu.""Baiklah, ide yang bagus!" Azkara menaiki tangga menuju pintu perpustakaan diikuti oleh Arland di belakangnya. Saat mereka mendekat, pintu terbuka otomatis. Pintu tersebut terbuat dari mirror glass dengan ukuran besar dan tinggi. Dari dalam bisa terlihat dengan jelas keadaan di luar ruangan.Lain halnya jika
Aldrich sudah tiba di mension. Ia membuka bagasi lalu menggendong Yasmin yang berada dalam kantung jenazah. Pintu mension dibukakan oleh pengawal. Ia masuk kemudian menaiki tangga menuju lantai dua. 'Menyebalkan! Bisa-bisanya dia menempatkan kamar wanita ini di lantai atas,' omelnya dalam hati. Setibanya di kamar, ia membaringkan Yasmin di kasur pasien. Datanglah dua orang perawat yang membantunya mengeluarkan Yasmin dari kantung janazah.Kamar itu berisikan alat-alat medis seperti di kamar rumah sakit pada umumnya. Bahkan yang ada di kamar itu jauh lebih lengkap. Sekarang Yasmin sedang ditangani oleh seorang dokter dan dua perawat. ***Aldrich sedang menunggu seseorang di lantai bawah. Ia meregangkan otot-ototnya. Menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sehingga menimbulkan bunyi gemeretak. Orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. "Oh, Aldrich! Ternyata kau sudah sampai. Di mana Yasmin? Apa dia telah tiada?" tanya seorang wanita dengan gaun hitam yang melekat di tubuhnya. S
"Azkara!" panggil Liza sekali lagi. Ia mengitari kamar adiknya. Mengecek ke kamar mandi dan balkon. Tak jua didapatinya keberadaan sang adik. Pantang menyerah, dia lalu mendatangi seluruh ruangan di lantai dua. Hasilnya nihil. Ia kembali ke kamarnya dan menghubungi Azkara. Namun, nomornya tidak dapat menerima panggilan. "Dia tidak ada di mana pun. Ditelepon juga tidak aktif. Kemana dia selarut ini? Arland, dia pasti tahu ke mana Azkara." Ia kembali turun untuk menemui Arland. Bukannya permisi atau mengetuk pintu, Liza malah menerobos masuk begitu saja."Kau tahu kemana Azkara pergi? Dia tidak ada di kamarnya.""Dia pergi untuk mengurus suatu hal yang penting," jawab Arland. Matanya menahan kantuk. "Iya, tapi kemana, hah? Jangan bilang kalau kau tidak akan memberitahuku. Dengar! Aku berhak untuk tahu.""Saya sudah berjanji padanya untuk tidak memberitahu siapa pun.""Ya ampun! Jangan bilang karena alasan itu makanya Azkara menyuruhmu untuk tinggal di sini kembali.""Saya hanya tingg
Azkara tengah berada di restoran hotel G Foresst bersama dua ajudannya. Ia menanti kehadiran Zayyan sang polisi yang ditugaskan untuk mencari Meika. CEO tampan itu tidak memakai pakaian resmi. Ia terlihat santai dengan gaya berpakaiannya. Hoodie abu-abu dan celana spot panjang dengan warna yang senada. Sepatu kets putih melekat di kakinya. Tentunya semua barang tersebut dari brand terkenal. Dia juga memakai masker agar tak mengundang banyak perhatian. "Selamat pagi, Tuan Muda Azkara Arghantara! Senang bisa bertemu dengan Anda." sapa Zayyan ramah. Ia mengulas senyum serta tangan kanannya terulur kepada Azkara. Azkara menjabat tangan Zayyan. "Selamat pagi, Pak Zayyan. Senang juga bisa bertemu dengan Anda. Maaf jika saya harus memakai masker seperti ini." "Tidak masalah, Tuan. Anda juga harus tetap menjaga privasi Anda di khalayak ramai."Mereka berdua kemudian duduk membahas topik penting yang menjadi tujuan Azkara datang ke sana. "Langsung saja, Tuan Azkara. Saya akan berusaha me