Share

Bab 2 : Hamilnya Minah

Terjebak Bersama Wanita Gila

Bab 2 : Hamilnya Minah

"Minah hancur, Minah hancur, Minah Hancur .... " Anak-anak menyoraki Minah, mereka mengelilingi gadis gila yang sedang menari-nari di pinggir jalan itu.

"Minah jadi hancur, hancur jadi Minah, hancur ... Minah .... " Nyanyian anak-anak sambil bertepuk tangan di sepanjang jalan membuat Minah kesenangan. Walau dengan kondisi hamil besar, tak ada raut kesusahan di wajahnya. Ia masih saja tertawa riang sambil terus menari.

Kulajukan sepeda motor melewati kerumunan itu, entah kenapa juga, aku selalu merasa kasihan jika melihat Minah yang dikerjai banyak orang, baik muda maupun tua. Ah, jangan-jangan aku sudah ketularan gilanya.

*******

Sore itu, kulihat Rudi cs sedang nongkrong di depan kios minyak di perempatan jalan. Tempat ini memang tongkrongan kami setiap sore. Kuparkirkan motor dan langsung bergabung bersama mereka.

"Sombong lo, Yop, akhir-akhir ini jarang banget ngumpul ma kita-kita," sapa Ramlan sambil menghisap rokoknya.

"Iya, nih ... kenapa lo?" timpal Rudi.

Aku hanya tertawa sambil mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celana, lalu menghisapnya dalam-dalam.

"Cuma bawa ini lo? Gak ada bawa minuman?" cecar Rudi.

"Gak ada, lagi bokek gue," jawabku.

Taklama kemudian, terlihat Minah dari ujung jalan. Ia berjalan sambil memegangi perutnya. Bayangan perbuatan bejat teman-temanku kala itu mulai terbayang lagi.

"Tuh Si Minah hamil, woy ... Ulah dari lo-lo pada tuh .... " hardikku sambil menunjuk wajah ketiga temanku satu persatu.

Rudi menyeringai, lalu berkata, "Yang jelas bukan gue."

"Bisa jadi dia hamil anak lo, Rud! Kan, lo yang pertama kali memperawani gadis gila itu." Kutatap tajam Pria pengangguran yang bernama Rudi itu.

"Eh, jangan asal nuduh lo? Bukan cuma gue kali, semua laki-laki di kampung ini pernah mencicipi Minah kok, hahaa .... " Rudi tersenyum sinis.

"Lo harus nikahi Minah, Rud!" ujarku sambil menarik kerah baju pria berkulis kuning langsat dengan rambut pirang itu.

"Enak aja, lo aja yang nikahi dia! Kan, lo juga ada mencicipi dia!" Rudi mendorong tubuhku dengan kasar.

Ketika aku dan Rudi hendak terlibat baku hantam, Fatur dan Ramlan langsung melerai. Kukepalkan tangan dengan geram.

"Eh, lo berdua jangan berantem cuma gara-gara Minah dong. Dianya saja happy aja dibikin hamil, kok lo yang repot sih, Yop?" Fatur menatap tajam padaku.

"Ah, kalian semua memang bajingan!"

"Ya elah, gak minun juga bisa mabok lo? Hahaaa .... " Ramlan menetertawaiku.

"Ah, awas lo bertiga, salah satu dari kalian harus ada yang mau nikahi Minah. Kalau tidak, gue bakal lapor Polisi!" ancamku lalu bergegas menaiki motor lalu pergi meninggalkan teman-teman maksiatku itu. Dulu mereka memang teman baikku, tapi sekarang sudah tidak lagi, semenjak mereka suka mengerjai Si Minah.

Kuparkirkan motor di depan warung Mpok Minah, lalu memesan nasi lengkap dan teh es. Taklama kemudian Minah juga terlihat memasuki warung sambil kasak-kasuk. Ia menghampiriku.

"Pergi sana Minah! Warung gue lagi sepi, cuma Yoppy doang. Sana lo, wus ... wus .... " Mpok Wati mendorong tubuh Minah keluar.

Minah langsung duduk di lantai dan menangis sambil guling-guling.

"Minta minum, minta kue ... Huhuuu .... " teriak Minah.

"Udah, Mpok! Biar saja, jangan diusir, kasihan." Aku mendekat pada Minah sambil membawa segelas tes es dan sepiring gorengan..

Minah langsung menerimanya dengan wajah senang, ia melahapnya dengan rakus.

Mpok Minah hanya geleng-geleng kepala, lalu kembali masuk ke dalam warungnya.

Setelah sepiring pisang goreng itu ludes tak bersisa, Minah langsung menatapku sambil menyingkap dasternya.

Aku mengeryitkan dahi.

"Ayo! Ayo!" ucapnya sambil berusaha menarik tanganku dan terus menyingkap daster kumalnya.

"Nggak, Minah! Kalau kamu sudah kenyang  segera pulang sana! Jangan berkeliaran lagi!" ujarku sambil beranjak meninggalkannya.

Ah, dasar Minah, ia yang sudah terbiasa memberi imbalan dengan menyingkap dasternya jika ada yang memberinya sesuatu. Kasihan dia.

Keesokan harinya, setelah pulang bekerja di pasar, sengaja ku singgahi rumah Nek Ona, Neneknya Minah.

"Assalammualaikum, Nek," ucapku pada Nek Ona yang sedang duduk di depan rumah sambil memberi ayamnya makan.

"Waalaikumsalam," jawabnya sedikit heran dengan kedatanganku. "Ada apa dan kamu ini siapa?"

"Saya Yoppy, Nek. Oh iya, Minah mana, Nek?"

"Minah masih belum pulang. Ada apa nyari dia? Apa dia ada bikin masalah?"

"Gak ada, Nek. Saya ke sini hanya prihatin saja pada kondisinya saat ini."

"Oh, begitu .... "

"Kenapa Minah tidak dimasukan ke rumah sakit jiwa saja, Nek?"

"Oh, masalah itu. Nenek gak mau dia ke mana-mana. Nenek cuma punya dia."

"Biar Minah mendapatkan penanganan dari dokter dan bisa sembuh."

"Minah udah gak bisa sembuh, Nak. Dia mengalami keterbelakangan mental sejak lahir."

"Oh begitu. Tapi, apa Nenek gak bisa menahan dia di rumah saja? Jangan dibiarkan ke mana-mana!"

"Nenek gak mau dia dipasung, Nak. Kasihan."

"Memang kasihan, tapi lebih kasihan lagi melihat dia hamil besar akibat ulah orang-orang tak bermoral itu!"

"Biar saja Allah yang akan membelas perbuatan keji orang-orang itu padanya! Nenek tetap tidak bisa mengurung Minah atau pun memasukan dia ke rumah sakit jiwa. Biarlah tetap seperti ini."

Jawaban dari Nek Ona sudah tegas, dia menolak usulanku. Minah, Minah ... hidupmu akan semakin hancur kalau tetap suka berkeliaran di kampung ini. Hemm, kok aku jadi peduli begini gadis gila itu? Sumpah, aku hanya iba saja. Jangan ada yang mengiraku tertarik pada gadis gila itu, siapa juga yang mau? Aku ini masih waras.

Bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status