Share

Bab 4 : Patah Hati

Terjebak Cinta Bersmaa Wanita Gila

Bab 4 : Patah Hati

Kutuang botol minuman ke gelas lalu menyodorkannya kepada Minah.

"Minum nih!"

Minah memencet hidungnya sambil menggelengkan kepalanya sambil merengek, "Nggak mau! Mau es cendol aja .... "

"Eh, gue bilang minum!" Kupaksa meminumkan minuman itu kepada Minah.

"Woekkk, pahit ... gak enak, gak mau lagi .... " Minah menjauhkan diri dariku lalu memeluk bayinya yang tadi di atas kursi.

Aku terbahak melihat Minah ketakutan. Rasain lo, gue bikin mabok lo! Kini kutuangkan segelas lagi untuk bayinya Minah.

"Nah, ini untuk bayi lo lagi. Siapa namanya?"

"Eh, jangan! Yoppy, jangan Yoppy .... "

"Biar anak lo waras kayak gue dan gak gila kayak elo," ucapku sambil berjalan sempoyongan menuju ke arah Minah yang ngumpet di balik kursi ruang tamu sambil memeluk bayinya yang menangis.

Namun, belum sempat aku mendekati Minah dan bayinya, tubuhku sudah keburu ambruk lalu tak sadarkan diri.

*******

Kepalaku terasa sakit sekali saat pintu rumah digedor dari luar. Ah, siapa itu? Menggangu saja. Aku bangkit dari lantai dan berjalan menuju pintu.

Segera kubuka pintu dengan geram dan siap memukul orang yang sudah menggedor pintu seenaknya begini.

"Awww .... " Maya menutup wajahnya.

Astaga, segera kuturunkan tangan dan melempar senyum pada pacarku yang sudah lama tidak bertemu ini. Lalu mengucek mata yang terasa masih berat untuk dibuka.

"Abis mabok lo?" tanya Maya ketus sambil memencet hidungnya.

"Eh, nggak kok, Sayang. Ayo masuk! Aku kangen kamu, Cinta!" Kurangkul pinggangnya tapi Maya langsung mendorong tubuhku dengan kasar.

Kenapa dia? Biasanya juga langsung nempel tiap ketemu. Ah, Maya, aku rindu. Hasrat lelakiku mulai bangkit.

"Gue ke sini cuma mau kasih surat undangan ini saja, datang ya!" ucapnya lagi sambil menyodorkan undangan bewarna ungu ke depan wajahku.

Segera kuraih undangan itu dan membukanya, lalu berkata, "Lo mau nikah, May? Bukannya kita masih pacaran?"

"Pacaran apaan? Sudah dua bulan kita jarang ketemu, dan sebulan ini lo malah menghilang tanpa kabar. Siapa juga yang betah pacaran sama lelaki pecandu minuman keras kayak lo, Yop! Mungkin lo pantasnya pacaran dan nikah sama orang gila saja!" ucap wanita bertubuh tinggi langsing itu dengan sinis.

"Ponsel gue jual, Sayang. Maaf, ya." Kucoba meraih tangannya.

"Jangan mendekat, gue udah mau nikah. Kita sudah tak punya hubungan apa-apa lagi!

Aku tersenyum masam, lalu berkata lirih, "Emang calon suami lo tahu kalo lo udah gak perawan?" balasku sinis.

"Ah, jangan bahas masalah begituan! Gue pamit," ujarnya dengan wajah bimbang lalu membalik badan.

"Oke, terima kasih untuk servis extra lo selama ini, Sayang. Kalo calon suami lo menanyakan siapa yang sudah memperawani lo, bilang saja ... Yoppy Gunanda!" teriakku kesal dengan perasaan campur aduk.

Maya masuk ke sebuah taxi dan segera berlalu. Berani sekali dia memutuskan hubungan secara sepihak dan meninggalkanku demi menikah dengan pria lain. Kalau semua wanita waras memang tukang selingkuh, oke ... Aku bakal nikah sama orang gila saja.

Astaga, orang gila! Bukannya tadi aku sedang berpesta miras bersama Minah dan bayinya, ke mana mereka? Aku celingukan, namun wanita gila itu telah kabur rupanya.

Ah, Maya memang anj**g!!! Beraninya dia membuatku patah hati begini. Hatiku sakit, Tuhan. Baru dicampakkan pacar saja sudah sesakit ini, apalagi dicampakkan istri, seperti yang dialami mendiang bapakku dulu.

Kutenggak kembali minuman yang masih bersisa di atas meja, lalu melempar ke dinding satu persatu botol yang sudah kosong itu. Pikiran semakin kusut saja. Maya, aku itu cinta sama kamu.

*******

Keesokan harinya, pikiranku sudah bulat untuk meninggalkan kampung ini. Tak ada gunanya lagi aku di sini, Bapak juga sudah meninggal. Aku juga jemu direcoki masalah Si Minah hancur, kalau sudah tak tinggal di sini ... otomatis aku terbebas dari rasa iba yang tak bisa membiarkannya wanita gila itu didzolimi warga kampung yang terkenal tak beradab ini. Maya juga sudah mau menikah dengan orang lain.

"Gimana, Yop, jadi lo mau numpang mobil gue ke Kota?" Angga berhenti di depan rumahku dengan mobil truknya.

Aku masih termenung sambil mengerutkan dahi, menatap rumah peninggalan bapak dari depan pagar. Tiba-tiba saja, saat aku berbalik, Si Minah malah sedang melenggang sambil menggendong bayinya.

Astaga, wanita gila ini lagi. Ia berjalan sambil bersenandung, dan menepuk pantat bayinya yang hanya terbungkus popok itu. Ya tuhan, aku harus segera pergi dari sini. Langsung saja aku masuk ke mobil truk besar milik Angga.

"Tujuan lo mau ke Kota, ke mana, Bro?" tanya Angga sambil bersiap hendak tancap gas.

"Ke rumah nyokap gue, Ga."

"Emangnya lo masih punya nyokap? Kok gak pernah keliatan?"

"Punyalah, dia jadi pelakor di Kota sana, haaaa .... "

"Masa sih? Gila lo!"

"Ya udah, buruan jalan!" Kutepuk pundak pemuda bertubuh gelap yang bekerja sebagai supir truk angkutan itu.

Mobil truk pun melaju, aku bersandar lega. Selamat tinggal, Minah. Semoga bayimu tidak gila seperti kamu. Ketika mengingat Maya, hatiku mendadak sakit lagi. Kuambil tas ransel yang berisi beberapa botol minuman favorit, lalu menenggaknya.

"Mau gak lo, Ga?" tawarku pada Angga.

"Mau dong," ujarnya sambil merebut botol minuman itu dari tanganku.

"Jangan banyak-banyak, woiii! Gue belum siap mati kalo mobil lo nih tabrakan karena supirnya mabok, hahaaa .... " Aku memukul pundak Angga.

"Hahahaaa, cuma setengah botol mah gue kagak akan mabok, Bro. Tenang aja lo, gue juga belum siap masuk neraka!"

Dasar Angga, dia juga pemabuk sama sepertiku. Lagaknya saja hanya setengah botol, dia malah habis dua botol. Perjalanan terus berlanjut, walau beberapa kali harus berhenti karena Angga merasa pusing.

Entah sudah berapa jam perjalanan yang telah kami tempuh, kini mobil Angga telah berhenti di alamat yang kukasih. Sebuah rumah mewah di komplek perumahan orang kaya. Semoga saja mamaku masih tinggal di sini.

Aku turun dari mobil truck itu, hari sudah malam. Langsung kutekan bel yang ada di depan pagar tinggi itu.

"Nyokap lo orang kaya, Yop?" Angga menatap kagum rumah bertingkat dua itu.

Aku hanya tertawa, lalu kembali menekan bel rumah gedong itu. Taklama kemudian, seorang wanita paruh baya langsung berlari ke depan pagar.

"Oh, Den Yoppy, kirain siapa? Ke mana saja udah lama tak pernah ke sini?" sapa wanita yang bernama Bik Sumi itu, dia pembantu di rumah mamaku dari sejak lima tahun yang lalu, ketika aku masih sering ke sini.

"Mama masih tinggal di sini, Bik?" Aku tersenyum, ternyata wanita bertubuh semok itu masih mengenaliku.

"Masih, Den. Ayo masuk!" ujarnya.

"Mau mampir gak lo, Ga? " tawarku pada Angga.

"Ah, lain kali saja, Yop. Gue harus cepat ke gudang."

"Okelah, makasih ya .... " Belum selesai ucapanku, namun mulut ini menganga lebar kala melihat penampakan Minah berjalan dari arah mobil truk Angga sambil menggendong bayinya.

Minah mendekat pada kami, wanita gila itu sempoyongan. Ia tersenyum-senyum sendiri sambil celingukan ke kanan dan kiri.

"Minah, kok lo ada di mana-mana sih?" Kepalaku mendadak pusing.

"Siapa dia, Yop? Lo kenal orang gila ini?" Angga terbahak.

Kutarik napas panjang sambil menatap Minah dengan geram.

"Yoppy, Yoppy ... aku lapar .... " ucapnya sambil menarik-narik tanganku.

Astaga, Minah, entah apa rencana Tuhan sehingga aku selalu dipertemukan denganmu? Oh Minah hancur, kuusap wajah dengan kasar lalu menarik tangannya masuk ke rumah mama.

"Gue cabut dulu, Yop!" teriak Angga.

Kuacungkan jempol ke belakang.

Bersambung .....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status