"Sepertinya kita harus menegaskan satu hal sebelum kita berangkat ke cerita yang lain," sergah Ella menatap mata Daru penuh arti.
"Aku gak suka kalo kamu--""Kamu gak berhak!" seru Ella memotong perkataan Daru. "Kita bukan siapa-siapa dan baru bertemu beberapa jam," sela Ella.Nafas Ella terengah-engah karena emosinya. Emosi pada pria arogan yang suka memaksakan kehendak di hadapannya itu. Dan celakanya, Ella merasa bodoh karena memaklumi semua sikap laki-laki itu padanya."Aku menyukaimu Ella," ucap Daru."Beberapa hari aja gak akan cukup untuk menyadari perasaan kita ke orang lain. Kamu harus bisa bedakan itu," balas Ella."Aku bisa, kenapa nggak?""Aku nggak bisa. Aku punya Andi. 'LOVE'. Yang kamu olok-olok itu. Andi nggak salah sampai dia harus kamu olok-olok terus. Aku pacarnya. Dan kamu mendekati pasangan orang lain, Pak Daru.""Dan kamu bisa nampar aku kalau kamu rasa aku terlalu lancang nyium kamu waktu itu. Tapi kamu m"Miss Ella," panggil seseorang dari arah pintu ruang kerja Ella. Dengan cepat Ella membalikkan tubuhnya dan menatap sosok Kepala Sekolah SD tersebut. Lelaki itu tampak menjulang dan tinggi khas lelaki Eropa. "Ah, Mister Edgar. Ada apa?" tanya Ella sambil menyelipkan kartu manis dari Daru. Ella sama sekali tidak ingin timbul skandal di Sekolahnya. "Miss, saya harap anda mengisi jadwal kosong di kelas yang di pojok," ucap Mister Edgar. Ella dengan cepat berjalan kearah Mister Edgar dan melirik ke arah kelas yang dimaksud. Kelas Bayu, batin Ella. "Kenapa, Pak?" "Homeroom Teachernya tidak bisa masuk, katanya sakit. Biasa flu, kamu tahu kan betapa ribetnya parents, bila berhubungan dengan guru yang sakit flu?" tanya Mister Edgar sambil menggaruk dahinya. Ella hanya bisa tersenyum maklum, sekolah Internasional pasti memiliki paren
Jam pelajaran sekolah sudah selesai tepat pukul 2 lebih. Sebagian anak-anak berdiri di depan ruangan Ella mengantri menunggu giliran untuk mendapatkan coklat dan balon, yang dikirimkan duda gila itu pagi tadi.Selesai sudah Ella membagikan semuanya, Bayu yang sedari tadi menunggu Ella akhirnya mendekat."Miss Ella, sudah selesai kan?" Tanya Bayu."Bayu belum pulang?" Ella bertanya balik."Belum, Papa bilang biar sekalian nunggu Miss Ella aja.""Papa? Maksud Bayu, Pak Daru menunggu Miss?""Iya Papa bilang, ada beberapa hal yang akan Papa selesai sama Miss, kata Papa menyangkut aku di sekolah.""Hah?""Ayo Miss, jam 5 Bayu ada private di rumah." Bayu menarik tangan Ella untuk mengikutinya.Daru sudah menunggu di dalam mobil, dia tersenyum saat Ella masuk dengan wajah yang cemberut. Sedangkan Bayu duduk di kursi penumpang di tengah.Selama perjalanan menuju rumah Daru, Ella han
"Aku antar kamu sekarang," ucap Daru menambah kecepatan mobilnya.Ella mengangguk pelan tanpa jawaban. Wajah Daru berubah menjadi sangat serius. Apa yang dikatakan ibu laki-laki itu? Ella semakin penasaran."Makasih udah dianterin, aku masuk dulu." Ella tersenyum meraih pegangan pintu mobil.Tiba-tiba Daru meraup wajah wanita itu dan membenamkan ciuman kasar. Ella sedikit terkejut tapi ikut memejamkan matanya. Ciuman itu lama. Daru membelai rambut Ella dan menyusuri lengkung tulang belakang perempuan itu dan berdiam di pinggang.Tarikan nafas mereka berganti menjadi sebuah desahan pendek. Setelah menit yang panjang, Daru melepaskan ciumannya.Laki-laki itu memandang Ella lekat-lekat. Tangannya mengangkat lembaran rambut yang berdiam di pipi wanita itu. Sorot matanya sendu tapi juga dingin. Beberapa menit berlalu sejak telepon dari ibunya dan pria itu berubah. "Ya udah, turun sana!" pinta Daru dengan nada suara yang sama sekali berbeda. Ella
Anneke tampak berlalu lalang berjalan di depan pekarangan rumahnya. Tangannya tampak memilin-milin bagian bawah blouse pink miliknya, pikiran dan hatinya galau. Bagaimana tidak, dia benar-benar membutuhkan kepastian dari Daru.Daru anaknya itu belum memberikan jawaban pasti akan keinginannya, iya ... keinginannya untuk Daru menikahi wanita yang pantas, tak lain dan tak bukan Renya. Renya lebih dari pantas untuk menikahi Daru, anak hakim agung, cantik, terpelajar dan pastinya tidak akan membuat Anneke malu bila Ia kenalkan ke teman-temannya nanti."Bu ... pak Daru sudah datang," ucap salah satu assisten rumah tangganya."Suruh ketemu saya, segera." Anneke langsung berjalan ke arah sofa, mencoba menenangkan dirinya setenang mungkin. Berbicara dengan seorang Daru membutuhkan ketenangan tingkat tinggi.Tak berapa lama Anneke melihat Daru memasuki ruangan. Seperti biasa, anaknya itu tampak gagah dan rapi."Hai Ma," ucap Daru sambil mengecup pipi Anneke."Oma," jerit Bay
Daru sudah terlihat rapi sore itu, ia mengenakan setelah kaos turtleneck berwarna hitam dipadukan dengan celana chinos berwarna abu-abu tua. Daru melirik Rolex di tangannya, waktu menunjukkan pukul setengah enam sore. Hari ini dia menepati janjinya pada sang mama, untuk mengajak Renya kencan. Sebenarnya ini bukan yang pertama kalinya untuk Daru dan Renya pergi makan malam berdua. Dua kali mereka pernah melakukan hal itu. Pertama saat Anneke, sang mama menyuruhnya menjemput Renya di kediaman orangtuanya untuk menemani makan malam, kedua saat ayah Renya membantunya dalam menyelesaikan kasus besar, sebagai balas budi Daru mengajak Renya untuk makan malam. Dan ketiga saat ini, ketika sang mama kembali memaksanya untuk mengajak Renya berkencan. "Oke, kita nikmati malam ini," gumam Daru dengan senyum tipis di wajahnya. Daru menuruni anak tangga menuju ruang tengah rumahnya, di sana sudah ada Bayu dan ma
"Please stop," ujar Daru. Dia berusaha meraih ponselnya dari saku celana dengan kondisi tangan yang masih terhimpit tangan Renya. Renya masih menciuminya. Menggesek dan menekan bagian tubuhnya yang meninggalkan hawa panas bagi Daru. Ia dalah lelaki normal. Sepenuhnya normal. Renya mengecupnya dengan lembut dan basah di leher. Daru setengah memejamkan matanya dan kembali melirik ponsel yang masih bergetar dan berada di dalam genggamannya. Ella. Nama Ella tertera di sana. Otak Daru masih buntu karena setengahnya sedang terbawa oleh gerakan Renya yang sedang berusaha mencapai klimaksnya dari balik gaun. Ada apa Ella menghubunginya? Pikiran itu muncul di antara gesekan benda lembut di pahanya. Dari mana Ella mendapat nomor ponselnya? "Stop Nya... shit!" umpat Daru yang hanya bisa memaki tapi tak sanggup menghentikan Renya. Oh, tentu saja Ella memiliki nomor ponselnya. Dia adalah guru anaknya. Pikiran
Ella terdiam saat merasakan tepukkan dan ciuman dari Daru, rasa hangat langsung merasuk ke dalam diri Ella. Rasanya menyenangkan ada yang memeluk dan menciumnya seperti itu. “Daru,” panggil Ella manja sambil menyusupkan wajahnya di dada Daru, mengesap wangi tubuh Daru yang bener-benar memabukkan. “Ya,” jawab Daru, senyumannya terbit saat merasakan wajah Ella yang terus mengusap-usap dada Daru, menggelitiknya dan membuat Daru berpikir kalau detik ini dirinya sedang memeluk anak kucing. “Kamu sebenarnya ngerasa aku apa sih?” tanya Ella sambil menengadahkan kepalanya menatap Daru. Daru kaget dengan pertanyaan Ella, jantungnya hampir mencelos dan tidak lagi diam di posisinya. Bagaimana tidak satu hari ini dia sudah dipaksa menikah dengan Renya dan bercinta kilat tanpa mendapatkan klimaks dengan wanita pemaksa dan mau menang sendiri bernama Renya. K
"Pulang?" tanya Daru membelai punggung Ella lembut. Ella menggeleng, "Pengen sama kamu," ujar Ella manja. "Bener? gak dicari si 'Love'?" goda Daru. "Aku bisa kasih alasan nanti ke dia." Benar-benar Ella sudah dimabuk cinta. "Orang tua kamu?" tanya Daru. Ella terdiam, kalau untuk yang satu ini tak mungkin Ella memberikan alasan yang tidak masuk akal. "Aku antar pulang, ok?" Daru membelai lembut pipi wanita itu. Ah, iya mereka seperti sepasang kekasih tapi tak terlihat. Di satu sisi Ella mempunyai Andi, di sisi lain Daru baru saja mengiyakan pernikahannya dengan Renya. Situasi apa ini? situasi rumit yang mereka ciptakan sendiri namun tak bisa mereka hindari. Perasaan yang sama-sama mereka rasakan terlalu indah jika harus disudahi. "Ayo." Daru bangkit dari duduknya, mengulurkan tangan pada Ella yang masih enggan meni