Daru masih berdiri mematung saat Ella mengusirnya pulang. Ella baru saja melewatinya dan masuk ke dalam rumah. Sedangkan ibu wanita itu, berdiri dan menatapnya dengan raut penasaran. Daru menelan ludah.
“Bu … bisa saya bicara sebentar dengan Ella?” Daru menatap lurus mata Diana.
“Tadi kamu denger sendiri Ella minta ibu buat usir kamu,” kata Diana. “Kamu siapa? Pacarnya?” Diana penasaran dengan laki-laki yang berdiri di depannya.
“Saya Daru.”
“Saya udah tau. Kamu, kan, tadi bilang udah bilang.” Diana menelisik Daru dengan tatapannya. Ia lalu menoleh berkeliling. Melihat apakah ada yang mendengar perkataannya barusan. “Mending pulang aja, deh.”
“Bu, saya mau ngomong sama Ella. Saya cuma mau pamit ke Ella,” kata Daru.
“Kamu masuk dulu, deh. Nanti ngomong begini, malah
Daru menyentuh bibirnya, masih ia rasakan sensasi bibir ranum Ella. Bibir Ella yang manis dan hangat benar-benar masih Daru rasakan di bibirnya. Ia berjalan lambat-lambat menyelusuri lorong rumahnya, dilihatnya jam di tangannya. Ini sudah pukul sebelas malam, Daru yakin Bayu dan Renya sudah tidur. Klik …. Daru membuka pintu kamarnya dan mendapati Renya sedang tertidur pulas, senyumannya merekah saat melihat Renya. Entah kenapa, semenjak Renya mengizinkan Daru mengejar Ella lagi, Daru merasa lebih menghargai Renya. Bagaimana pun Renya adalah istrinya, wanita yang sudah halal baginya. “Nya, tidur kamu?” tanya Daru sambil membenarkan selimut Renya dan mengusap pipi Renya yang mulus. Pertanyaan bodoh, ta
Pagi itu Renya menyiapkan segala sesuatunya di atas meja makan. Ini adalah sarapan pertama mereka sebagai suatu keluarga, meski penuh kepalsuan tapi setidaknya Renya juga ingin merasakan mempunyai keluarga yang sempurna. Daru baru saja keluar dari kamarnya, begitu juga Bayu. Dua lelaki tampan berbeda umur berjalan menuruni tangga bersamaan menuju ke arah Renya. Renya memberikan senyum pada mereka, dia telah menantikan keduanya di sana. "Hari ini kegiatan kamu apa, Nya?" tanya Daru menarik kursi. "Hari ini ... hari pertama aku kembali bekerja di departemen store, seperti dulu lagi ... Head accounting. Aku pengen punya aktivitas Ru, kan gak mungkin aku seharian nungguin kamu pulang," ujarnya sambil memoles roti. "Bayu, mau selai apa?" tanya Renya pada Bayu yang baru saja meneguk susunya. "Coklat," jawab Daru masih canggung. "Kamu gak mau cobain nasi goreng buatan Tante?"
Daru masih berdiri menatap Ella dengan berbagai pikiran melintas di kepalanya. Seorang pria yang tak dikenalnya sedang berada bersama Ella. Siapa laki-laki itu, dari mana asalnya, dan sejak kapan Ella bersama laki-laki itu, Daru tak punya bayangan sama sekali. Laki-laki yang baru saja memberikan selembar tisu pada Ella, menatap wanita itu penuh rasa khawatir. Daru terhenyak. Ella kenapa? “La, aku mau ngomong.” Daru memandang Ella yang masih berdiri dengan tisu di mulutnya. “Aku nggak bisa. Kamu nggak liat aku lagi kedatangan tamu?” ketus Ella, melewati dua orang pria dan pergi ke ruang makan. “Kamu siapanya Ella? Kalo boleh tau?” Fahri menatap Daru. Kedua pria itu belum beranjak dari depan kamar mandi. “Aku—Daru. Pacar Ella,” jawab Daru. “Ngaco!” teriak Ella, dari ruang makan. Ternyata wanita itu mendengar perkataan Daru barusan.
Daru menelan ludahnya perlahan. Nyaris tanpa suara. Ia khawatir Ella mendengar hasrat yang terpercik dalam suaranya. Pemandangan yang tadi dilihatnya dalam bentuk kilasan, kini ingin ia buktikan dengan nyata. Tatapan Daru beranjak. Meninggalkan sepasang tumit halus yang sedang menanggalkan selembar kain kecil. Naik, menuju betis mungil berwarna putih gading tanpa noda. Daru melihat Ella memajukan letak tubuhnya. Terlihat sedang mengaduk-ngaduk isi lemarinya. Wanita itu telihat tergesa-gesa. Namun, Daru malah menikmati ketergesaan wanita itu. Ia kini sedang menatap bokong Ella yang tengah menunduk. Daru sedikit memalingkan wajah karena Ella tiba-tiba bergerak meraba-raba bagian belakang punggungnya. Lalu wanita itu melepaskan branya. Gerakan Ella cukup cepat. Namun, bagi Daru pemandangan itu begitu lambat hingga ia merasa tersiksa tiap detiknya. Kini ia menoleh terang-terangan. Melihat garis lengkung punggung Ella yang pernah menunduk di
Ella mundur beberala langkah, ia ingin menjauhkan wajah Daru dari perutnya. Menjauhkan lelaki itu sejauh-jauhnya dari tubuhnya.“Ella.”“Kamu kadang suka ngaco yah,” ucap Ella sambil mencoba menghirup udara sebanyak-banyaknya. Mendengar perkataan Daru membuat Ella sesak napas. Hamil? Apa maksud Daru!?“Kenapa aku ngaco, La. Aku liat kamu muntah tadi,” ungkap Daru sambil berusaha mendekati Ella yang sudah berjalan mondar mandir.“Muntah bukan indikasi orang hamil, Daru!?” Ella menatap mata Daru dengan tatapan yang siap mencabik-cabik wajah Daru.“Kamu bilang tadi kamu lapar dan kamu mun—““Aku manusia Daru!? Mahluk hidup, tentu aja aku lapar dan mungkin aja aku masuk angin.” Ella memijat kepalanya yang tiba-tiba sakit. Astaga …
Sore itu Daru baru saja kembali dari kantornya, dia mendapati Bayu sedang bermain basket di halaman samping. Anak lelaki yang menginjak masa remaja itu hanya melambaikan tangan padanya.Daru memasuki rumah, nampak sepi seperti biasa. Rumah ini akan ramai dengan suara jika Anneke, ibu nya datang berkunjung. Sudah hampir dua minggu ini wanita paruh baya itu berada di Belanda.Daru melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya melintasi kamar dimana Renya berada. Pintu kamar itu tidak tertutup rapat, Daru yakin wanita itu sedang berada di dalam sana.Daru mengetuk pintu itu, sedikit melongokkan kepalanya, dia mendapati Renya sedang duduk di sisi tempat tidur, sepertinya batu saja mendapatkan telepon dari seseorang.“Gimana, udah dapet yang kamu cari di Bali kemarin?” tanya Daru yang ikut duduk bersebelahan dengan Renya.Renya menggeleng. “Belum.”“Apa yang bisa aku bantu buat kamu?”Renya menghela nafa
Brak! Ella melemparkan sepuluh alat tes kehamilan ke lantai kamarnya, Ella lalu berjalan hilir mudik seperti orang kurang waras di kamarnya. Kenapa semuanya sama? Kenapa hasilnya positif? Kenapa ia harus hamil?! Brak! Saking frustrasinya Ella menendang alat tes kehamilan tersebut hingga berserakan di lantai. Pikirannya kalut, rasa cemas langsung merayapi dirinya membuat Ella tiba-tiba merasakan tubuh yang mengigil. Bukan ... bukan karena merasa kedinginan, ia menggigil karena merasakan rasa cemas yang benar-benar memporak porandakan hidupnya. “Bagaimana kalau ibu tahu?” tanya Ella pada dirinya sendiri sambil menggigiti kuku jempolnya terus menerus, seakan dengan menggerogoti kukunya itu membuat kehidupannya menjadi lebih baik lagi. Setelah kemarin ia mencek apakah dirinya hamil atau tidak, hari ini ia mencoba mencek kembali dengan membeli beberapa buah alat tes kehamilan, lima belas buah lebih tepatnya. Bahkan pemilik apotek sampai kebingungan
Pagi itu, Daru masih menutup matanya, jika saja suara ketukan di balik pintu kamarnya itu tidak mengganggunya mungkin dia akan meneruskan tidurnya hingga siang nanti. Oh ayolah, dia masih berada di Bali, tempat dimana semua orang menghabiskan waktu bersantai menghilangkan segala penat. Rasanya Daru adalah salah satu diantara mereka yang ingin sekali saja mengistirahatkan tubuh dan otaknya. Ketukan itu semakin keras, masih mengenakan celana boxer tanpa kaos di tubuhnya, Daru membuka pintu kamar itu. Renya nampak sudah rapih dengan tampilan yang begitu santai, celana jeans dan kaos ketat yang melekat ditubuhnya. Ya, mereka tidur berbeda kamar, setelah kejadian malam pertama mereka yang gila itu. “Ru, baru bangun?” tanyanya masuk ke dalam tanpa menghiraukan Daru. “Iya ... badan aku capek banget, Nya.” “Tapi kita kan udah janji mau datengin bengkel itu, jangan bilang kamu lupa.” “Aku gak lupa, Nya ... aku kira kita pergi nanti sekitar jam 10 dan s