Share

Part 11

Seketika Jenna menyesali kepanikan yang membuatnya keceplosan.

“Dan kau memang bukan Jenna yang asli?” Daniel mengangkat salah satu alisnya. “Atau si Liora itu yang menggunakan nama Jenna? Untuk mempermainkanku dan Jerome?”

Jenna mengedarkan pandangan ke seluruh ruang apartemen tersebut. Tak ada siapa pun di sini selain dirinya dan Daniel. “D-di mana kakakku?”

Seringai di bibir Daniel semakin naik. Kelicikan tersirat di sorot matanya yang penuh kebencian terhadap dirinya. “Jadi kau adik kembarnya Jenna. Ah bukan, kau adiknya Liora?”

Bibir Jenna membeku. Tak tahu harus mengiyakan pertanyaan Daniel atau tetap bersikukuh dengan kebohongannya saat kedoknya sudah terbongkar seperti ini.

“Sungguh cerdik Liora menggunakan adiknya yang masih perawan untuk menggantikan tempatnya.”

Jenna melangkah mundur untuk menghindari gerakan Daniel yang maju mendekatinya dengan perlahan. “D-di mana Liora sekarang? Apa yang kaulakukan padanya?” Getaran dalam suara Jenna terdengar begitu jelas.

Daniel terkekeh pelan. Terlihat geli dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Jenna. “Kupikir, dengan sandiwara sempurnamu di hadapan Jerome akan sedikit lebih sulit bagiku untuk menjebakmu. Aku tak mengira akan menjadi semudah ini.”

Jenna terkesiap pelan. “J-jadi kau menipuku?”

“Dan apakah itu berarti kaupun tak tahu keberadaan Liora?” Daniel terlihat ikut terkejut, hanya untuk sedetik sebelum kemudian tertawa geli lagi. “Tidak apa-apa. Aku akan membantumu menemukannya. Dia berhutang banyak hal padaku.”

Jenna mundur lagi.

“Tapi ... itu setelah kau membayar apa yang sudah kau ambil dariku.”

“A-aku tak mengerti apa yang kaukatakan, Daniel.”

“Kepercayaan Jerome, juga pekerjaanku. Kau harus membayar mahal semua itu.”

“Kau sendiri yang mengakui perselingkuhan kalian di depan Jerome.” Jenna tak tahu keberanian itu datang dari mana, kalimat pembelaanya meluncur begitu saja.

Wajah Daniel tampak menggelap. Langkah pria itu yang mendekati Jenna semakin lebar.

“Apa yang kaulakukan, Daniel.”

Daniel maju ke depan, Jenna berusaha mundur lebih jauh. Pria itu terus maju hingga punggung Jenna membentur dinding.

“Jangan mendekat!” hardik Jenna sebelum pria itu menambah satu langkah pun.

“Atau?” kekeh Daniel geli.

Jenna tahu ancaman apa pun yang akan keluar dari mulutnya tak akan membuat Daniel mundur. Ia pun memilih melompat ke arah samping, tapi gerakannya kalah cepat dengan tangan Daniel. Pria itu menangkap pinggangnya, menahan tubuhnya dengan tubuh besar pria itu semakin merapat ke dinding.

Geliat tubuh Jenna sama sekali tak membuatnya terbebas dari kungkungan Daniel. Pria malah semakin merapatkan diri dengannya. Bahkan berusaha mencium bibirnya. Jenna memiringkan wajahnya, membuat bibir Daniel mendarat di pipinya.

Daniel mencengkeram rahang Jenna, memaksa bibir wanita itu menempel di bibirnya hanya untuk mendapatkan gigitan yang keras. Ia mundur, menyentuh bibirnya dan melihat darah di telapak tangannya. Berani-beraninya wanita ini melukainya, geram Daniel.

Jenna menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya dengan melompat ke samping. Pandangan dan seluruh pikirannya terfokus ke arah pintu, tapi gerakannya kurang gesit. Daniel berhasil menangkap pinggangnya, ia menjerit dan berteriak meminta dilepaskan. Tubuhnya melayang sesaat sebelum kemudian dibanting di atas tempat tidur. ia terpental dua kali dan mencoba merangkak turun sebelum kakinya dicekal dan diseret ke tengah. Dan tubuh Daniel menindihnya serta mengunci kedua tangannya di atas kepala.

“Jangan.” Jenna menggelengkan kepala dengan putus asa. Tangisannya pecah menyadari tak ada harapan untuk menghindar dari segala niat buruk Daniel. “Jangan lakukan ini, Daniel.”

“Kenapa? Kau bisa menyerahkan keperawananmu pada tunangan kakakmu tapi tidak bisa membiarkanku mencicipi tubuhmu, huh?” Daniel menyentuh ujung pakaian Jenna dan merobeknya. Pandangan pria itu turun ke arah dada Jenna yang sekarang hanya terbungkus bra. Pria itu menjilat bibirnya. “Ternyata tubuhmu lebih menggiurkan daripada Liora.”

“Kumohon jangan lakukan ini, Daniel.” Sekali lagi Jenna merintih permohonan. Cekalan tangan Daniel di kedua pergelangan tangannya semakin mengetat.

“Lagi-lagi apa yang didapatkan Jerome selalu yang lebih baik dari milikku.” Daniel menatap mata Jenna, menikmati ketidakberdayaan wanita itu di bawah tubuhnya. Tangannya menyentuh basah di sudut mata Jenna. “Ah, kau juga menggunakan air mata ini untuk Jerome, kan?”

Jenna memejamkan matanya. Memohon. Berharap. Pada siapa pun untuk menolongnya. Jerome. Di mana Jerome?

“Tenang saja, kali pertamamu dengan Jerome sudah terlewati. Kali ini tak akan sakit lagi, kan?” Daniel menurunkan wajahnya, wajah Jenna yang menghadap ke samping membuat bibirnya mendarat di pipi wanita itu. Tapi ia tak melepaskannya. Ciumannya merambat turun, ke rahang, ke leher, ke tulang selangka dan ...

Bruuukkk ...

Tubuh Daniel ditarik ke belakang, melayang, dan mendarat di lantai.

Jenna membuka matanya. Terkejut oleh kelegaan yang membuat tersengal. Tangannya sudah di tahan dan tubuhnya bisa bergerak bebas. Ia pun segera bangkit terduduk untuk mencari tahu suara benda dibanting itu. “J-jerome?”

Ternyata adalah Jerome yang berdiri menjulang di samping tempat tidur dengan pandangan gelap dan berapi-api ke arah Daniel yang sudah tersungkur di lantai tak jauh dari mereka dan sekarang berusaha bangkit dengan kedua kaki.

“J-jerome?” cicit Daniel terkejut menemukan siapa yang tengah menggangguk kesenangannya. “B-bagaimana ...”

Daniel tak sempat menyelesaikan kalimatnya ketika tubuh Jerome menghambur ke arah pria itu dan mendaratkan satu hantaman keras di wajah Daniel. Tubuh Daniel melayang, kali ini menghantam meja kaca. Tak memberi kesempatan, Jerome langsung menghampiri, duduk di atas perut Daniel dan melancarkan tinju yang bertubi-tubi ke arah wajah Daniel.

Jenna turun dari tempat tidur. Membeliak menyaksikan kebrutalan Jerome menyerang Daniel dan segera menghampiri keduanya. Mengabaikan kakinya yang menginjak pecahan kaca.

“Hentikan, Jerome!” teriak histeris Jenna. Tubuh Daniel sudah tak bergerak dan Jenna berharap pria itu masih bernapas walaupun harapannya terlihat tidak mungkin. Jerome seolah sudah dibutakan oleh amarah yang disiram kecemburuan. Dengan kekuatan penuh, Jenna pun berusaha mendorong Jerome penuh dari tubuh Daniel. “Kau akan membunuhnya. Hentikan!”

Tubuh Jerome jatuh ke samping. Pandangannya terangkat menatap Jenna yang kini sudah berdiri di antara dirinya dan Daniel. “Kau membelanya?” desisnya tajam dengan pandangannya yang menggelap.

“Aku tidak membelanya. Kau akan membunuhnya.”

Mata Jerome melirik ke arah tubuh Daniel yang tak berdaya, kemudian bangkit dan langsung menyambar tangan Jenna. Menyeret wanita itu keluar dari apartemen tersebut. Jenna kewalahan menyamai langkah Jerome yang tergesa menuju lift. Tanpa bicara dan tanpa melepaskan tangannya dari tangan Jenna sepanjang di dalam lift, melintasi lobi apartemen. Jenna menggunakan satu tangannya yang tidak dipegang Jerome untuk memegang pakaiannya yang robek di depan dada.

 Di depan halaman gedung, sudah ada sopir yang membukakan pintu mobil untuk mereka. Jerome mendorong Jenna duduk di jok sebelum menyusulnya.

Akhirnya Jerome melepaskan tangannya, dan Jenna bisa melihat warna merah mengelilingi pergelangan tangannya yang sakit. Karena cekalan Daniel dan Jerome. Sepanjang perjalanan, Jenna sendiri tak berani menoleh ke arah Jerome. Bahkan aura mengerikan pria itu saja sudah memenuhi udara di dalam mobil yang seperti mencekiknya.

Sampai di halaman rumah Jerome, pria itu mencekal tangan Jenna dan menariknya keluar dari mobil. Jenna hampir tersandung.

“J-jerome.” Untuk pertama kalinya sejak keluar dari apartemen Daniel, ia membuka suaranya.

Jerome tak menggubris panggilannya. Mereka mulai menaiki anak tangga dan sampai di kamar. Saat itu lah Jerome melepas tangan Jenna dengan satu dorongan kasar sebelum membanting pintu di belakangnya dengan keras.

Tubuh Jenna terhuyung ke belakang, nyaris terjungkal.

“A-apa kau bisa menjelaskan situasi ini, Jenna  sayang?” desis Jerome dengan langkah perlahan mendekati Jenna yang berusaha menemukan keseimbangan tubuh.

Jantung Jenna berdegup cepat, kegelapan di wajah Jerome snagat pekat dan desis pelan pria itu membuat sekujur tubuhnya bergetar oleh ketakutan. “Daniel menjebakku.”

“Apa dia berusaha memperkosamu?” Ada ejekan yang terselip dalam pertanyaan Jerome.

Jenna mengangguk, meski ia tahu anggukan itu akan ditertawakan oleh Jerome. Pria itu jelas menyangsikan anggukannya. “Percaya padaku. Aku mengatakan yang sesungguhnya.”

“Beri aku alasan yang kuat kenapa aku harus memercayaimu saat aku memergokimu nyaris telanjang ditindih oleh tubuh sepupuku? Bagaimana aku tahu kau berbaring di sana dengan tanpa kerelaanmu?”

Wajah Jenna memucat. “B-bukankah kau bilang, kau akan mendengarkan kata-kataku lebih dulu sebelum orang lain membuka mulut untukmu?”

Jerome tertawa. Keras dan hambar. “Kau tak mungkin senaif itu, Jenna sayang. Saat seorang wanita dan pria berbaring di atas ranjang di belakang pasangannya. Hanya satu hal yang kupercaya. Wanita itu sudah kotor dan apa kau tahu apa yang kulakukan untuk barang-barangku yang sudah kotor?”

Keputus-asaan dalam ekspresi Jenna sudah tak tertolong lagi.

“Kau memang tak ada bedanya dengan kakakmu si Liora itu.”

Napas Jenna terhenti. Liora? Jerome tahu tentang Liora?

“Apa maksudmu, Jerome?” Getar dalam bibir Jenna menyebar ke seluruh tubuhnya. “B-bagaimana kau tahu tentang Liora.”

“Dialah yang menukarmu dengan nyawanya.”

“J-jadi ... sejak awal kau tahu aku ...”

“Jenna yang asli?” Jerome mengangkat salah satu alisnya.

Jenna terhuyung mundur. Darah habis dari wajahnya, digantikan kepucatan yang teramat sangat.

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Hallo Break
jd penasaran apa tujuanny
goodnovel comment avatar
Gusty Ibunda Alwufi
liciknya liora .sampai jati.menjebak adiknya sendiri
goodnovel comment avatar
Fareez AkuMu
Mantap ceritanya terus semangat author
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status