Share

5. Dia menghubungi Saya

Akhirnya saya pelan-pelan bisa mengikutinya dan skenario yang saya tulis mulai jarang direvisi oleh headwriter yang mengepalai di team kami. Jujur, naskah pertama yang saya kirim ke headwriter dimaki habis-habisan karena saya dinilai merusak citra komedi Indonesia. Mengapa? Karena saya mengubah satu episode sitkom yang terkenal itu menjadi kisah sedih sepanjang masa. Andi sampai geleng-geleng melihat saya. Untunglah headwriter saya berbaik hati pada saya. Akhirnya saya diberi kesempatan karena dinilainya memiliki potensi. Seperti yang saya ceritakan di atas, akhirnya saya berhasil. Tentu itu menjadi kemenangan buat saya.

Jujur, saat itu bisa menjadi penulis skenario sudah membuat saya sangat bersyukur. Kesempatan ini tidak mudah didapatkan oleh penulis lain. Karena mendapatkan pekerjaan sebagai penulis scenario tidak seperti menulis novel yang bisa mengajukan naskah ke penerbit mana pun yang disuka atau bisa memuatnya di platform-platform novel online yang sudah meraja di Indonesia. Saat ini, menjadi penulis scenario di Indonesia harus membutuhkan channel. Jika diterima pun belum tentu akan langsung dijadikan penulis utama, biasanya akan dijadikan co writer atau anggota team penulis yang dikepalai oleh headwriter. Saya akan bisa bertahan di sana kalau saya mampu mengikuti standar penulisan skenario dari pihak PH. Jika tidak, pihak PH tak akan segan untuk mendepak saya dari team penulis dan mencari penulis lainnya yang lebih berbakat.

***

Hari yang panjang dan cukup melelahkan. Tepat pukul empat sore saya berhasil mengerjakan satu episode naskah sitkom. Di kostan sempit yang jendelanya menghadap ke sungai Ciliwung itu, saya yang masih duduk di depan leptop pun meregangkan sedikit otot-otot tubuh saya yang agak tegang setelah seharian menulis naskah.

Sebuah notif sms masuk dari m-banking. Saya tercengang melihat saldo saya bertambah. Uang yang masuk berjumlah dua puluh empat juta. Ini honor pertama yang saya tulis dari sebulan saya menjadi team penulis di sana. Jumlah yang sangat besar dari pendapatan saya selama ini. Jumlah honor segitu besarnya adalah untuk honor delapan episode yang sudah saya tulis. Di team kami ada empat orang penulis, yang kesemuanya akan diminta secara estafet menulis naskah. Setiap episodenya diberi honor tiga juta untuk satu episode naskah, itu untuk penulis yang baru bergabung, dan untuk penulis senior akan lebih besar lagi honor tiap episodenya, bisa mencapai empat juta sampai dengan lima juta.

Saya tanpa sadar menangis terharu. Ini untuk pertama kalinya saya mendapatkan uang yang cukup besar dari menulis, setelah tertatih, kadang makan dan kadang tidak. Seketika saya menelepon Andi, saya ingin mengajaknya makan di luar dan mentraktirnya sebagai ucapan terima kasih yang sudah menarik saya untuk bergabung di sana. Sebagai warga negara yang baik yang tahu membalas budi, bukan kah harusnya begitu yang saya lakukan kepada Andi?

"Nggak usah, Sob. Lo nikmatin aja hasil lo dan pertahankan terus kualitas tulisan elo," ucap Andi ditelepon dengan bijaknya.

“Yaudah kalo nggak mau,” ucap saya sedikit kecewa.

“Kecuali kalo elo mau beliin gue motor, gue baru mau.” Andi tertawa.

“Kalo gitu nggak jadi aja,” ucap saya langsung mematikan handphone saya.

Saat saya sudah berhasil mendapatkan honor yang lumayan dari menulis, seketika saya ingin menelepon ayah.  Namun niat itu urung karena itu adalah hal yang percuma. Ayah pasti akan tetap pada pendiriannya dan tak akan senang dengan pekerjaan saya saat ini meski honornya lumayan. Perang dunia ketiga pasti akan terjadi.

Saya pun langsung memeriksa lemari. Mungkin sudah waktunya untuk membeli pakaian baru. Semuanya sudah lusuh. Ya, apapun itu saya harus nikmati apa yang saya dapatkan saat ini. Bukan kah memberi hadiah pada diri sendiri itu perlu?

Sesaat kemudian handphone saya berdering. Saya periksa rupanya dari nomor baru. Saya pun bergegas menggunakan handphone saya dengan rasa penasaran siapa yang menelepon saya.

"Halo," sapa saya kepada penelpon yang belum saya ketahui namanya.

"Ini dengan kak Tarwan, ya?"

Suara seorang perempuan. Saya sangat penasaran ini siapa. Kenapa dia tahu nama saya.

"Iya. Kamu siapa?"

"Aku Andara, kak. Maaf banget soal semalem ya. Aku dapet nomor telepon kakak dari managerku. Kita bisa ketemuan nggak, kak?"

Kakak? Pikir saya. Mendadak jantung saya kembali berpacu saat mendengar nama itu. Dia membahas sewaktu saya menolongnya menyetiri mobilnya disaat dia mabuk malam itu.

"Iya, nggak apa-apa. Boleh kalo mau ketemuan," jawab saya dengan gugup.

Setelah itu Andara memberi tahukan tempat ketemuannya. Dia mengajak saya ke sebuah cafe di daerah Kemang. Saya pun langsung bergegas mandi dan mencari pakaian terbaik yang saya punya. Dan saya harus menunjukan yang terbaik kepada dirinya. Saya memang tidak tampan dan juga tidak jelek, tapi perlu diketahui, dibandingkan dengan kedua kakak lelaki saya, kata pembantu saya dulu, sayalah yang paling sedap dipandang diantara semua lelaki yang ada di rumah. Entah ini valid atau tidak, tapi begitulah kata pembantu saya dulu.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Ar_key
ya Allah terharu aku membacanya. ternyata perjuangan seorang penulis seperti itu..........
goodnovel comment avatar
Ar_key
ngos-ngosan bacanya. potong spasinya Bang
goodnovel comment avatar
Liazta
suka dengan alurnya. ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status