Share

4. Orang yang Paling Berjasa

"Kalo kamu sering bolos-bolosan kayak gini, mending berhenti aja kuliah! Jadi penulis sana!" teriak ayah kala itu."

Saat itu saya sedang duduk di ruang keluarga bersamanya, juga bersama ibu. Ibu tampak diam saja, seperti bingung mau membela atau ikut menyalahkan saya. Saat itu juga saya berdiri dan berjalan meninggalkan mereka.

"Jangan pulang sebelum kamu bisa membuktikan kalo kamu bisa sukses jadi penulis!" teriak ayah.

Saya tak melihatnya, terus saja berjalan meninggalkan mereka berdua. Lalu saya menghilang selama satu tahun lamanya. Gara-gara itu saya putus kuliah.

Ternyata ayah benar, menjadi penulis bukan hal yang gampang. Akan tetapi karena saya sudah berjanji untuk membuktikan pada ayah bahwa saya bisa sukses menjadi penulis, saya pun menerima nasib buruk itu dengan ikhlas.

Saya akhirnya bekerja serabutan dengan mengandalkan ijazah SMA yang saya punya lalu sambil menggeluti dunia sastra. Sambil bekerja, saya menulis cerpen dan novel. Tapi bulan demi bulan, saya tidak memiliki keberuntungan. Saya di PHK di tempat kerja. Saat itu saya tidak bekerja, menjadi penulis sukses pun belum.

Suatu hari, teman seperjuangan saya di dunia sastra yang lebih dulu merdeka dari nasib buruknya menghubungi saya. Namanya Andi, dia dulu novelis yang gagal, sama seperti saya,. Dia juga putus kuliah, namun saat itu dia sudah menjadi penulis skenario sinetron terkenal walau masih menjadi co writer.

"Tar,” ucap Andi saat menghubungi saya di telepon waktu itu, ”lo mau nggak ikut jadi team penulis skenario di PH tempat gue bekerja?"

Saya senang setengah mati mendapat tawaran itu darinya. Seperti bunga yang sudah layu karena tidak disiram-siram oleh pemiliknya, lalu mendadak mendapatkan air segar.

"Saya mau sob,” ucap saya girang, ”saya mau banget."

"Tapi bisa nggak lo ubah gaya bahasa lo yang kaku itu terlebih dahulu?"

Saya terkejut mendengar persyaratan itu darinya. Ya, memang beginilah saya. Saya sering menggunakan kata ; saya dalam kehidupan saya, tidak menggunakan kata ; aku atau gue - seperti layaknya kehidupan normal pada umumnya. Menurut saya itu unik. Bukan kah menjadi berbeda dari kebanyakan manusia adalah suatu keajaiban? Entahlah.

"Ya, nggak bisa, Sob. Saya kan emang dari dulunya ngomongnya kayak gini. Sama halnya ketika kamu nyuruh saya berhenti mengagumi Dian Satro, saya nggak akan bisa."

Dia tertawa terbahak-bahak di telepon.

"Becanda, Sob. Justru gue suka gaya elo. Yaudah deh, besok datang ke kantor gue," pintanya lalu langsung menyudahi obrolan kami ditelepon.

Mendadak saya bingung, bagaimana saya bisa datang ke kantornya kalau alamatnya saja saya tidak tahu? Akhirnya saya mengubungi Andi kembali via handphone. Beruntung Andi langsung mengangkatnya.

“Kenapa, Sob?” tanya Andi di seberang sana.

“Saya kan belum tahu alamat tempat kerja kamu?”

“Oh, belum gue certain ya?”

“Belum!”

“Yaudah, nanti gue kirim alamatnya via chat dah.”

Saya menghela napas lalu langsung menyimpan handphonenya ke saku celana. Saya mengenal Andi saat sama-sama mengikuti kursus penulisan skenario bersama penulis terkenal beberapa tahun yang lalu. Waktu itu Andi yang duluan mengajak saya kenalan. Dulu saya sering jual mahal bila ada siapapun yang mau mendekat ke saya. Saya menanggapinya biasa saja ; menyebutkan nama lalu bicara seperlunya. Ketika dia meminta nomor handphone, saya kasih nomor yang salah. Eh, rupanya saat kami kembali bertemu di kursus penulisan scenario bersama penulis scenario terkenal berikutnya, saya bertemu lagi dengannya. Andi mengeluh katanya nomor handphone saya susah dihubungi. Ya iyalah, saya ngasihnya nomor yang salah. Dia kembali mendekati saya. Akhirnya saya kasihan. Saya kasihlah dia nomor handphone saya yang benar. Setelah itu kami berteman dan menjadi akrab. Kesamaan pada kesukaan akan dunia sastralah yang membuat kami akrab hingga saat ini. Tapi kekurangannya adalah dia bukan tempat yang baik untuk curhat. Kenapa? Karena dia adalah salah satu umat manusia yang tidak dapat menjaga rahasia.

Sejak itu, saya bergabung menjadi team penulis skenario di PH tempat Andi bekerja.  Di sini pun saya tidak dapat menyebut nama PH-nya. Bukan bermaksud untuk sok-sokan misterius, tapi seperti yang sudah saya tekankan di atas kalau saya tidak mau ada masalah dikemudian hari. Karena saya sudah sering ikut kursus penulisan skenario di mana-mana, jadi saya sudah mengerti bagaimana menulis skenario yang baik dan benar. Setelah dites dan diuji akhirnya saya lolos juga di PH itu.

Saya pun diminta menulis skenario komedi yang sedang ditayangkan di sebuah stasiun televisi swasta. Awalnya sangat membebani saya. Saya yang biasa menulis drama kehidupan yang sedih-sedih, sekarang malah diminta untuk menulis skenario komedi situasi. Untung saja Andi baik hati, dia mengajari saya diam-diam dan memberi resep jitu ke saya bagaimana menulis komedi yang baik dan benar. Andi menjejali saya DVD serial friends dan menyuruh saya menontonnya sampai habis. Setelah saya selesai menonton semuanya dia menjejali saya lagi film-film komedi. Saya yang awalnya kurang berminat menonton komedi malah jadi tertarik.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ar_key
ini bukan kisah nyata kan?? baru baca dah mewek dulu ............
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status