Home / Romansa / Terjebak Cinta Bos Sadis / Bab 23 – Ketika Ingatan Tidak Lagi Diam

Share

Bab 23 – Ketika Ingatan Tidak Lagi Diam

Author: Rayden Arsha
last update Last Updated: 2025-12-18 07:55:51

Aku tidak langsung tidur malam itu. Meski tubuhku lelah, pikiranku terus bekerja, memutar ulang setiap detik pertemuan tadi siang. Cara Dharma menatapku. Senyum yang terlalu tenang. Suara yang terdengar ramah tapi menyimpan sesuatu yang tajam di baliknya.

Aku berbaring menyamping, memeluk bantal. Dari ruang tamu terdengar suara langkah Arsen, pelan dan teratur. Ia belum tidur juga. Mengetahui itu entah kenapa membuat dadaku sedikit lebih ringan.

Sekitar pukul dua pagi, aku bangun dan keluar kamar. Arsen duduk di sofa, laptop tertutup, hanya menatap layar ponselnya yang gelap.

“Kau juga tidak bisa tidur?” tanyaku.

Ia mengangkat kepala. “Aku tidak ingin.”

Aku duduk di ujung sofa. Tidak terlalu dekat, tidak terlalu jauh. Jarak aman, tapi cukup untuk berbagi ruang.

“Dia mengenaliku,” kataku akhirnya.

“Iya,” jawab Arsen tanpa ragu. “Dia mengenalimu.”

“Apa kau yakin dia tidak akan mencoba sesuatu?”

Arsen menatapku lama. “Aku yakin dia sudah mencoba sebelumnya.”

Aku menelan ludah. “Dan aku t
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terjebak Cinta Bos Sadis   Bab 23 – Ketika Ingatan Tidak Lagi Diam

    Aku tidak langsung tidur malam itu. Meski tubuhku lelah, pikiranku terus bekerja, memutar ulang setiap detik pertemuan tadi siang. Cara Dharma menatapku. Senyum yang terlalu tenang. Suara yang terdengar ramah tapi menyimpan sesuatu yang tajam di baliknya.Aku berbaring menyamping, memeluk bantal. Dari ruang tamu terdengar suara langkah Arsen, pelan dan teratur. Ia belum tidur juga. Mengetahui itu entah kenapa membuat dadaku sedikit lebih ringan.Sekitar pukul dua pagi, aku bangun dan keluar kamar. Arsen duduk di sofa, laptop tertutup, hanya menatap layar ponselnya yang gelap.“Kau juga tidak bisa tidur?” tanyaku.Ia mengangkat kepala. “Aku tidak ingin.”Aku duduk di ujung sofa. Tidak terlalu dekat, tidak terlalu jauh. Jarak aman, tapi cukup untuk berbagi ruang.“Dia mengenaliku,” kataku akhirnya.“Iya,” jawab Arsen tanpa ragu. “Dia mengenalimu.”“Apa kau yakin dia tidak akan mencoba sesuatu?”Arsen menatapku lama. “Aku yakin dia sudah mencoba sebelumnya.”Aku menelan ludah. “Dan aku t

  • Terjebak Cinta Bos Sadis    Bab 22 – Wajah yang Tidak Pernah Pergi

    Pagi itu aku bangun sebelum alarm berbunyi. Tidak ada mimpi kali ini—atau mungkin ada, tapi tubuhku terlalu tegang untuk mengingatnya. Aku hanya tahu satu hal: dadaku terasa sesak sejak membuka mata. Aku berdiri lama di kamar mandi, menatap bayanganku di cermin. Wajah yang sama, mata yang sama. Tapi di baliknya ada seseorang yang sedang bersiap menghadapi masa lalu yang selama ini bersembunyi dalam kegelapan. “Kau tidak harus melakukannya,” bisikku pada pantulan itu. Tapi refleksiku tidak menjawab. Di ruang makan, Arsen sudah siap. Jas hitam, kemeja putih, wajahnya setenang biasa—terlalu tenang, mungkin. Ia menatapku sejenak, lalu berkata, “Jika kau berubah pikiran sekarang, aku akan membatalkan rapat itu.” Aku menggeleng pelan. “Jika aku lari hari ini, aku akan terus lari.” Ia tidak membalas. Hanya mengangguk, seolah menerima keputusan yang tidak bisa ia ubah. Perjalanan ke kantor terasa lebih panjang dari biasanya. Mobil melaju pelan di tengah kemacetan pagi, dan setiap

  • Terjebak Cinta Bos Sadis   Bab 21 – Kembali ke Dunia yang Sama

    Pagi itu aku berdiri lebih lama dari biasanya di depan lemari. Setelan kerja tergantung rapi—rok pensil hitam, kemeja putih, blazer abu-abu. Pakaian yang dulu kupakai hampir setiap hari, tapi kini terasa seperti seragam orang lain.Aku menyentuh kainnya perlahan, seolah bertanya pada diriku sendiri: apakah aku benar-benar siap kembali?Di luar kamar, terdengar langkah kaki Arsen. Tidak terburu-buru, tidak ragu. Ia mengetuk pelan.“Kau masih punya waktu,” katanya dari balik pintu.“Aku tahu,” jawabku. “Aku hanya… memastikan.”Aku mengenakan pakaian itu akhirnya. Rambutku kuikat sederhana. Tidak ada riasan berlebihan. Aku ingin terlihat seperti diriku sendiri—versi yang sekarang, bukan bayangan masa lalu.Di meja makan, Arsen sudah menyiapkan kopi. Kami duduk berhadapan, seperti pagi-pagi sebelumnya, tapi rasanya berbeda. Ada kesadaran baru di antara kami, semacam perjanjian tak tertulis.“Jika kau berubah pikiran,” katanya, “kita bisa pulang.”“Aku tidak akan,” kataku cepat, lalu terse

  • Terjebak Cinta Bos Sadis   Bab 20 – Di Antara Pilihan

    Gedung itu tidak tampak istimewa dari luar. Kaca bening, lantai abu-abu, satpam yang berdiri dengan wajah bosan. Tapi langkahku melambat begitu kami masuk. Ada sesuatu di udara—bukan firasat buruk, melainkan kesadaran bahwa aku sedang berjalan ke arah yang tidak bisa kuputar kembali.Arsen berjalan sedikit di depanku. Tidak menggenggam tanganku, tidak memberi isyarat berlebihan. Tapi setiap beberapa langkah, ia menoleh, memastikan aku masih di sana. Dan entah kenapa, itu cukup.Kami naik ke lantai tujuh. Lorongnya sunyi. Pintu-pintu tertutup rapat, seperti menyimpan urusan masing-masing. Di ujung lorong, seorang pria menunggu. Usianya sekitar lima puluh, jasnya rapi, rambutnya mulai memutih di pelipis.“Pak Arsen,” katanya, nadanya netral. Lalu matanya beralih padaku. “Dan ini… Rania.”Ia menyebut namaku seperti menyebut data.Kami masuk ke ruang rapat kecil. Tidak ada jendela. Hanya meja, tiga kursi, dan lampu putih yang terlalu terang. Aku duduk, merapatkan jaketku tanpa sadar.“Aku

  • Terjebak Cinta Bos Sadis   Bab 19 – Yang Mulai Retak

    Aku tidak langsung tidur malam itu. Aku hanya berbaring, menatap langit-langit, mendengarkan suara rumah yang sesekali berderak seperti sedang bernapas. Ada rasa asing yang sulit dijelaskan—bukan takut, bukan sedih, tapi seperti kehilangan pegangan pada sesuatu yang bahkan belum sepenuhnya kupahami.Sekitar tengah malam, aku bangkit dan keluar kamar. Lampu ruang kerja Arsen masih menyala. Ia duduk membelakangi pintu, bahunya sedikit membungkuk, seolah beban di kepalanya terlalu berat untuk ditopang sendirian.“Kau belum tidur,” kataku.Ia menoleh. Wajahnya terlihat lebih pucat di bawah cahaya lampu. “Kau juga.”Aku masuk dan duduk di sofa kecil di sudut ruangan. Kami tidak langsung bicara. Arsen kembali menatap layar laptopnya, tapi aku tahu pikirannya tidak benar-benar di sana.“Apa kau tahu sejak awal?” tanyaku akhirnya.Ia menutup laptop. “Tidak semuanya.”“Tapi cukup banyak,” kataku.“Iya.”Jawaban jujur itu terasa seperti tamparan pelan. Tidak keras, tapi tepat sasaran.“Apa yang

  • Terjebak Cinta Bos Sadis   Bab 18 – Pagi yang Terlalu Sunyi

    Aku terbangun tanpa alarm. Cahaya pagi masuk lembut melalui jendela, membuat kamar terlihat pucat dan bersih. Untuk sesaat, aku berharap semua yang terjadi hanyalah mimpi panjang. Tapi rasa berat di dadaku berkata sebaliknya.Rumah ini terlalu sunyi.Aku bangun dan keluar kamar. Dapur kosong. Tidak ada aroma kopi, tidak ada suara langkah. Jam menunjukkan pukul delapan lewat sedikit. Biasanya Arsen sudah sibuk sejak subuh.Ada secarik kertas di meja.Aku keluar sebentar. Tidak jauh. Sarapan sudah kusiapkan. Jangan buka pintu untuk siapa pun.Tulisannya rapi, tegas, seperti dirinya. Tapi aku menangkap sesuatu di sana—kekhawatiran yang tidak diucapkan.Aku duduk, menatap sarapan yang sudah dingin. Telur, roti, segelas jus. Perhatian kecil yang tidak pernah kuminta, tapi entah kenapa terasa penting.Setelah makan, aku mencoba mengisi waktu. Membaca berita, menulis beberapa baris yang tidak selesai, lalu menyerah. Pikiranku terus kembali pada potongan ingatan itu. Bau obat. Ruang sempit. S

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status